Review : Can the Organization of Islamic Cooperation (OIC) Resolve Conflict?

By Meisarah Marsa, S.Sos - Mei 31, 2014



Artikel               : Sharqieh, Ibrahim. Can the Organization of Islamic Cooperation (OIC) Resolve Conflict?. Peace and Conflict Studies, Vol.19, No. 2, p. 162-179

            OIC mulanya merupakan organisasi konferensi islam (Organization of Islamic Conference). Namun pada  ministerial meeting ke 38 yangdigelar di Astana, Kazakhstan pada Juli 2011, OIC berubah namanya menjadi Organization of Islamic Cooperation. Dengan beranggotakan 57 negara yang mewakili 1,6 milyar muslim di seluruh dunia menempatkan OIC sebagai organisasi internasional terbesar kedua setelah PBB. OIC juga memegang peranan penting dalam upaya pencegahan, pengaturan dan mediasi serta penyelesaian konflik yang melibatkan masyarakat muslim dunia khususnya negara anggotanya.
Berdasarkan sejarah, beberapa konstribusi OIC dapat dilihat pada penyelesaian kasus pemberontakan di Mindanao Filiphina, Thailand, Somalia, dan Iraq. Pemberontakan yang terjadi di wilayah Mindanao dimulai ketika philippines meraih kemerdekaannya pada 1964 dimana masyarakat muslim di bagian selatan meminta untuk self-determination. Pada 1970, hal tersebut menjadi pelanggaran keras ketika Nur Misuari, pemimpin dari National Liberation Front (MNLF) memimpin perlawanan terhadap Government of the Philippines (GOP). Intervensi OIC pada kasus ini dimulai pada 1972 dengan upaya first fact-finding missionnya terhadap wilayah selatan philippines. Meskipun sempat mengalami kegagalan pada upaya mediasi pertama, OIC memulai kembali proses perdamaian dan meluncurkan a new fact-finding mission yang disetujui oleh keduabelah pihak. OIC juga berkoordinasi dengan Islamic Development Bank (IDB) mendonasikan $16 juta kepada MNLF untuk mengurangi kemiskinan dan pembangunan kembali insfrastruktur di wilayah Mindanao selatan.
Di Thailand, OIC berkonstribusi pada 2005 setelah sebuah undangan dari pemerintahan thailand. Misi OIC berfokus pada observasi dan penilaian kondisi masyarakat muslim Thailand di wilayah selatan, menekankan pada mediasi melalui pengaruh diplomatis dengan pemerintahan thailand dan kredibilitas dengan masyarakat muslim, mengurangi rintangan yang dihadapi ketika hendak melakukan negosiasi untuk menjamin warga Thailand muslim mendapatkan hak sebagai masyarakat, dan menghentikan tindakan kesewenangan terhadap pelanggaran dan opressi. Di mana sebelumnya, sekitar 4 juta muslim di Thailand yang 80% nya tinggal di 5 provinsi bagian selatan yaitu Pattani, Yala, Narathiwat, Songkhla dan Satun menjadi korban ketidakstabilan dan bentrokan dengan pihak polisi dan tentara di wilayah Thailand Selatan pada tahun 2004 yang menelan 80 korban jiwa dari pihak muslim.
Kasus kegagalan negara Somalia pada tahun 1991 yang mengakibatkan munculnya bencana kelaparan, kekeringan, bahkan perang saudara juga turut diselesaikan oleh OIC. OIC mencoba untuk berkontribusi dengan membentuk grup kontak. Namun hal tersebut gagal dilakukan. Sehingga pada tahun 2006, OIC berkontribusi kembali dalam proses negosiasi selepas aksi campur tangan militer Ethiopia. Proses negosiasi tersebut akhirnya melahirkan perjanjian Djibouti pada 2008 antara Transitional Federal Government of Somalia dan Alliance for the Reliberation of Somalia (ARS). Selain itu, OIC juga menjanjikan bantuan senilai $210juta ke Somalia. Pada 2011, OIC juga mendirikan humanitarian office.
Di Irak, ketegangan sektarian yang terjadi antara Sunni dan Syiah yang mengakibatkan kekerasan terhadap warga sipil sangat memerlukan proses rekonsiliasi. Terutama pasca serangan di dua tempat suci di Samara tahun 2006. Dalam hal ini, Sekjen OIC Jenderal Ekmeleddin Ihsanoglu berupaya mempertemukan pemimpin kedua belah sektarian dalam sebuh rekonsiliasi di Mekah pada bulan Ramadhan (Oktober 2006). Dimensi religius ini memberi pengaruh moral yang besar sehingga mengakibatkan munculnya sikap kooperatif dari kedua pihak. Rekonsiliasi tersebut melahirkan Deklarasi Mekkah pada 20 Oktober 2006.
Kemampuan OIC dalam mempengaruhi konflik di dalam dunia muslim dapat dilihat dalam tiga area yang berbeda, yaitu 1) Cultural Competency (OIC bertindak sebagai payung bagi 57 negara untuk bertemu dan mendiskusikan urusan internal mereka, OIC menjadi sumber pengetahuan bagi negara-negara anggota mengenai isu-isu dan tantangan yang dihadapinya), 2) Moral Power (OIC memilih pendekatan melalui moral power dibandingkan physical force), 3) Partnerships (Partnerships OIC dengan organisasi internasional lain dibutuhkan untuk menangani secara efektif dan dapat saling melengkapi dalam menyelesaikan konflik domestik dan regional).
Dalam pelaksanaanya, OIC juga menghadapi beberapa tantangan seperti, 1) adanya kemungkinan duplikasi (kemiripan) upaya mediasi dengan organisasi regional atau internasional lainnya, 2) masih kurangnya kemauan politik yang kuat dari negara anggota, 3) Masih adanya ketidakpercayaan dan realpolitic antar negara anggota OIC. Misalnya saja Arab Saudi, Iran, dan Pakistan yang mencegah pengambil tindakan yang akan merugikan kepentingan sekutu mereka dan terkadang menempatkan tujuan mereka sendiri di atas kepentingan organisasi.
Di akhir tulisannya, Ibrahim mencoba untuk memberikan beberapa solusi bagi OIC untuk meningkatkan kapasitasnya dalam menyelesaikan konflik, serta memberikan saran agar mediasi yang dilakukan dapat berjalan seefektif mungkin. Beberapa solusi tersebut antara lain:
a.       Meningkatkan kapasitas dan kinerja the Secretary General’s Office
b.      Membangun protokol internal yang efisien yang mampu menanggapi sifat intervensi, mediasi, dan resolusi konflik.
c.       Membangun expert-level connections dan hubungan kelembagaan dengan organisasi-organisasi yang mengkhususkan diri dalam mediasi dan resolusi konflik.
Dengan menggunakan beberapa pendekatan seperti, recognizing the responsibility, mengambil pendekatan multiparty untuk mediasi, mengembangkan mekanisme pelaksanaan kesepakatan damai melalui proses negosiasi, terlibat dengan para pemimpin lokal yang berpengaruh, memposisikan sebagai profil yang netral dan tidak memihak.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments