Identitas dan Kebijakan Luar Negeri di Timur Tengah by Shidley Telhami & Michael Barnett
By Meisarah Marsa, S.Sos - April 14, 2015
Orientasi identitas dan kebijakan luar
negeri di Timur Tengah menurut Telhami dan Barnett telah dimulai sejak
berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1970-an. Di mana terjadi perdebatan di kalangan para pelajar politik
timur tengah yang berfokus pada kenaikan dan penurunan gerakan Pan Arabisme, lemahnya
intensitas negara di kawasan, atau kurangnya kesesuaian antara batas-batas yang
ditetapkan oleh kekuasaan kolonial dan identitas yang ada.
Tulisan ini memberikan gambaran kepada
kita tentang bagaimana bentuk dan transformasi identitas nasional dan negara dalam
mempengaruhi kebijakan luar negeri negara-negara Timur Tengah. Dalam buku ini,
Telhami dan Barnett melihat dua kontribusi teoritis yang penting. Pertama, memberikan pemahaman tentang
bagaimana suatu identitas terbentuk. Di mana komunitas dan masyarakat terlibat
dalam perdebatan panjang mengenai identitas kolektif yang memunculkan perbedaan
pemahaman terhadap identitas nasional. Dalam tulisannya, Telhami dan Barnett
mencoba untuk berpikir secara sistematis tentang regional, internasional, dan
kekuatan dalam negeri yang menawarkan satu identitas yang berbeda. Kedua, untuk memberikan pemahaman yang
lebih besar tentang bagaimana suatu Identitas mempengaruhi kebijakan luar
negeri. Seprtihalnya peran Iran di Lebanon tiak dapat dipahami tanpa melihat
pada Iran’s islamic identity? Hal ini
membuktikan bahwa identitas negara telah menjadi bagian sentral dari perdebatan
politik. Contoh lainnya, identitas Irak selalu menjadi bagian dari perdebatan antar
negara-negara Arab.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tulisan
ini sejatinya membahas hubungan antara pergeseran kondisi material, perdebatan
identitas nasional dan efek regional, serta kemungkinan revolusi informasi di
masa depan.
Competing
perspectives on identity formation and change
Identitas negara dapat dipahami sebagai
identitas the corporate dan secara
resmi berkaitan dengan aparatur negara. Identitas nasional dapat didefinisikan
sebagai sekelompok orang yang memiliki cita-cita bersama atau memiliki tanah
air, sejarah, mitos, memiliki hak atau kewajiban hukum bagi seluruh anggota,
dan memiliki cirikhas yang membedakan dari yang lain.
The
menu of choices of national identities in the middle east
Banyak dari para scholars yang mengamati
bahwa nasionalisme dan identitas politik yang ada pada individu, bangsa, dan
negara-negara berkembang ke dalam berbagai identitas. Bahkan, kadang-kadang
identitas ini dapat diintegrasikan dengan cara yang relatif harmonis,
kadang-kadang dapat menyebabkan chauvinisme
nasional, tapi kadang-kadang bisa berarti bahwa identitas nasional Arab akan memberikan
peran yang dapat membantu negara, dan terkadang berujung pada hirarki
identitas. Sejarah regional, menunjukkan bahwa identitas juga dapat mengarah
pada konflik.
The
difference identity makes : how identity affects foreign policy
Para scolars mengalami kesulitan dalam mengevaluasi,
dan mengkonsepkan kemungkinan bahwa identitas mungkin membentuk kebijakan luar
negeri berdasarkan kekuatan disposisi teoritis yang ada. Preposisi Realis misalnya,
mengkalkulasikan aspek kepentingan nasional sebagai hal penting dalam
mempengaruhi kebijakan luar negeri. Namun, kepentingan nasional tidak jauh
berbeda dalam kondisi survive yang
dipertahankan negara sehingga kepentingan nasional menjadi tidak dapat
dikalkulasikan secara akurat. Dalam hal ini, Telhami dan Barnett menekankan
bahwa agar dapat akurat, identitas juga harus dilibatkan dalam kepentingan
nasional karena mengacu pada norma-norma sosial. Para sarjana regional telah
mengakui bahwa identitas dapat menjadi sumber penting dari kepentingan nasional
negara.
The
information revolution, collective identities, and regional politics
Benedict Anderson, mengakui bahwa kepentingan
nasional berkembang karena pengaruh perubahan kondisi material dan meluasnya
jaringan informasi. Salah satu faktorny adalah bahasa Arab yang menjadi simbol
baru lahirnya identitas (terutama karena mereka tergolong ke dalam islam). Di
mana negara-negara bersaing dalam nasionalisme Arab sebagai bahasa utama, memobilisasi
politik hingga protes yang terjadi sampai setelah Perang Dunia II. Kekuatan
yang paling penting dalam menciptakan Arabisme transnasional adalah adanya kompetisi
di antara para pemimpin arab untuk prestise politik. Kompetisi ini adalah akar
dari ketidakstabilan regional. Selain itu, teknologi informasi yang berkembang
memperpanas situasi dalam bangkitnya kekuatan islam dan telah tumbuh menjamur di
timur tengah sejak akhir 1970-an melalui rekaman video, pirrate stasiun kabel
satelit, dan teknologi berbasis web.
Walaupun pada kenyataanya media tidak
harmonis dan tidak memiliki agenda menyatukan wilayah timur tengah, namun orientasi
pasar media memiliki kepentingan umum
yang membentuk perspektif regional. Warga di timur tengah mungkin dimobilisasi
bersama identitas Arab sehingga memunculkan masalah yang dapat mendorong para
pemimpin Arab untuk bersaing satu sama lain melalui simbol-simbol politik. Hal
terpenting adalah bahwa simbol Arabisme telah berubah, terutama dalam
memelihara perdamaian dengan Israel dan tidak adanya harapan persatuan antara
negara-negara Arab.
Diskusi serius mengenai unifikasi
politik adalah sesuatu yang diperbincangkan oleh masa lalu. Namun, sangat
mungkin jika hal tersebut kemudian berkembang dalam kerjasama ekonomi dan
politik. Poin spesifik yang dikemukakan oleh para ulama timur tengah adalah
bahwa hubungan antara Identitas dengan kebijakan luar negeri akan terus
berlanjut. Yang mana Identitas sendiri sering ditujukan untuk arab dan Islam.
Dengan meneliti hubungan yang kompleks antara jaringan informasi,
praktek-praktek politik dan ekonomi dalam negeri, kekuatan transnasional, dan
interaksi antar, mereka memahami bagaimana munculnya identitas nasional dan
negara memberikan kontribusi untuk kebijakan luar negeri dan dinamika regional.
Titik yang lebih umum adalah bahwa timur tengah memberikan reservoir penting
bagi teori dan kontribusi perdebatan yang lebih luas dalam hubungan
internasional.