Partai Politik Islam: PKB dan PKS Menjelang Pemilu 2014

By Meisarah Marsa, S.Sos - April 04, 2016

Tulisan Lama yang Saya Terbitkan Kembali, sebagai apresiasi terhadap karya semester 2

            Pasca jatuhnya pemerintahan Orde Baru, terdapat perubahan yang cukup signifikan dalam perkembangan partai politik. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari kemunculan partai politik yang menjamur. Mayoritas partai baru yang muncul itu didirikan oleh para politisi yang sebelumnya aktif di PPP, Golkar, dan PDI.
Di saat yang sama politik aliran juga menikmati runtuhnya rezim Orde Baru setelah mendapat tekanan politik pada masa itu. Mereka lalu membentuk partai berbasis islam. Seiring dengan perkembangan waktu, partai-partai islam tersebut mengalami perkembangan. Beberapa ada yang masih aktif dan menjadi peserta pemilu seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
PKB merupakan partai politik yang tergolong pluralist Islamic parties, yaitu partai yang memperjuangkan nilai-nilai islam dalam konteks negara bangsa indonesia yang plural[1]. Berdasarkan sejarah, partai ini pernah mencalonkan Gusdur sebagai presiden pada pemilu tahun 1999. Pencalonan Gusdur tersebut berhasil merebut posisi presiden dengan mengalahkan PDIP berkat terbangunnya koalisi dengan partai-partai lain. Pada pemilu 2004, partai ini berhasil memenangkan sebanyak 52 kursi di DPR dengan perolehan suara 10,57%.  Namun pada pemilu anggota DPR 2009, hanya berhasil memperoleh setengah suara dari sebelumnya dengan kuota 27 kursi di DPR.
Berbeda dengan PKB, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai politik yang tergolong formalist islamic parties, yaitu partai yang memperjuangkan nilai-nilai islam ke dalam perundangan dan kebijakan negara[2]. Partai ini adalah gabungan dari Partai Keadilan (PK) yang lahir akibat UU Pemilu No. 3 Tahun 1999 guna memenuhi syarat batas minimum keikutsertaan parpol agar dapat mengikuti pemilu 2004.
Usaha penggabungan partai tersebut membuahkan hasil. Karena pada pemilu 2004, PKS memperoleh suara yang cukup signifikan dengan memenangkan 45 kursi di DPR. Hal ini dikarenakan pemilu 2004 sudah tidak lagi dipilih oleh MPR, melainkan oleh rakyat secara langsung. Ditambah lagi dengan adanya kekecewaan para pemilih terhadap para politisi sebelumnya, sehingga PKS dijadikan sebagai pilihan alternatif. Dan pada pemilu 2009, jumlah suara PKS mengalami peningkatan dari 7,9% pada pemilu sebelumnya menjadi 10% dengan perolehan sebanyak 57 kursi.
Bagai tak lapuk oleh hujan dan tak lekang oleh panas, kedua partai islam besar tersebut terus bertahan meski keduanya dilanda berbagai keuntungan dan kerugian. Tak pelak kedua partai tersebut juga mendapat respon positif maupun negatif dari masayarakat. Lalu bagaimana pergulatan politik kedua partai islam tersebut menjelang pemilu 2014? Apakah keduanya mampu menarik simpati masyarakat? Atau malah sebaliknya?
Semakin jauh melangkah mendekati 2014, PKB maupun PKS telah melalui berbagai kesulitan, konflik, ataupun keberuntungan disela-sela kerugian yang mereka alami. Semakin hari, seluruh masyarakat yang akan menjadi pemilih pun semakin selektif dengan pandangan yang berbeda melalui informasi yang mereka dapatkan dari media. Tentunya, usaha kedua partai sangat bergantung dengan hasil suara yang diperoleh nantinya. Untuk itu, keduanya perlu menampakkan kelebihan mereka di mata publik.
Seiring dengan perjalanan menuju pemilu, partai-partai tersebut dihadapkan oleh berbagai problem maupun aspek yang sewaktu-waktu dapat melemahkan bahkan mengancam kedudukan partai. Hal tersebut dapat dilihat dari konflik internal yang terjadi dalam tubuh PKB pada tahun sebelumnya. Konflik tersebut bisa jadi mempengaruhi pandangan publik terhadap partai ini.
Pecahnya PKB menjadi dua kubu, yaitu kubu PKB Ancol pimpinan Muhaimin dan PKB pimpinan Gus Dur mengundang respon dari berbagai pihak. Menurut Ikhsan Abdullah dalam artikelnya ‘Yenny vs Muhaimin, PKB dan Harapan Rakyat’ menyatakan bahwa perpecahan ini tidak lepas dari pengaruh intervensi luar dengan masuknya salah satu kader Golkar bernama Sigid yang berakhir dengan pemecatan Muhaimin dari Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB[3].
Kedua kubu tersebut lalu menyerahkan kepengurusan baru hasil muktamar ke Departemen Hukum dan HAM pada 2-4 Mei 2008. Namun, hasil muktamar tersebut ditolak oleh Mahkamah Agung dikarenakan keduanya belum juga melakukan islah. Atas penolakan tersebut, pihak PKB Gusdur akhirnya mencabut gugatan terhadap Muhaimin[4]. Hal tersebut juga dilakukan untuk mengakhiri konflik yang terjadi demi menjaga keutuhan PKB.
Meski telah dilakukan pencabutan gugatan terhadap Muhaimin, namun perpecahan yang terjadi belum juga mencapai titik temu. Sehingga, pemerintah terpaksa melakukan intervensi untuk memutuskan kepengurusan yang sah. Berdasarkan intervensi tersebut banyak pihak yang cenderung pada PKB Muhaimin. Besarnya pihak yang mendukung PKB Muhaimin dipicu oleh mereka yang kecewa terhadap PKB Gusdur.
Terpilihnya Muhaimin sebagai Ketua Umum PKB juga membawa konflik baru lainnya. Dari pihak PKB Gusdur maupun para ulama yang awalnya mendukung PKB sekaligus simpatisan Gusdur merasa dirugikan atas hal ini. Mereka meanggap bahwa PKB Muhaimin telah melenceng dari prinsip awal PKB. Sehingga, mereka yang kecewa memisahkan diri dari PKB dan kemudian mendirikan partai baru. Seperti halnya, Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) yang didirikan oleh mereka yang mulanya aktif di PKB.
Namun menjelang pemilu 2014, PKNU gagal lolos verifikasi. Kegagalan PKNU tersebut dimanfaatkan oleh PKB dengan merangkul PKNU kembali[5]. Dalam kampanyenya nanti, PKB akan mengutarakan visi kerakyatan yang salah satunya berisikan perangkulan kembali Nahdlatul Ulama (NU). Dengan alasan inilah, sebagian dari anggota PKNU akhirnya kembali lagi ke PKB. Beberapa diantaranya yaitu, pendiri PKNU KH. Ma'ruf Amin, Wakil Ketua Dewan Syura PKNU KH Muchosis Nur, Ketua PKNU Banyumas Gus Lutfi, Pengasuh Ponpes Futuhiyah Mranggen KH Hanif Muslich[6].
Konflik kedua kubu ini diperparah dengan penurunan jumlah suara yang diperoleh PKB pimpinan Muhaimin pada pemilu 2009. Total suara yang diperoleh hanya 4,8% setara dengan kuota 27 kursi. Ditambah lagi dengan adanya kasus pengaliran dana dugaan suap alih fungsi hutan mangrove terhadap anggota DPR fraksi PKB, Yusuf Emir Faishal. Hal ini dinilai sebagai kegagalan oleh pihak PKB Gusdur yang saat itu dipimpin oleh anaknya, Yenny Wahid. Yenny mencurigai adanya aliran dana suap dari Faishal ke Muhaimin[7]. Dengan ketidakpuasan tersebut, Yenny akhirnya mendirikan partai baru yakni Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB)[8].
PKBIB didirikan untuk menyelamatkan suara konstituen pendukung Gus Dur[9]. Sayangnya, Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB) yang didirikan oleh Yenny Wahid ini tidak lolos verifikasi sebagai salah satu partai politik peserta pemilu 2014. Dikarenakan tidak lulus verifikasi, Yenny akhirnya pindah ke Partai Demokrat. Pindahnya Yenny ke demokrat tidak menjadi ancaman bagi Muhaimin. Ia menganggap bahwa hal tersebut tidak akan mempengaruhi dukungan terhadap PKB yang sudah lebih dahulu berdiri.
Meskipun Yenny pindah ke Demokrat, namun pada akhirnya Yenny membatalkan kepindahannya itu. Alasan yang dikemukakan Yenny salah satunya yaitu sudah banyak kader PKBIB yang sudah memproses pencalonan legislatif di partai peserta pemilu lain. Yenny sendiri juga membantah isu yang beredar tentang dirinya yang pindah ke Demokrat untuk mengejar posisi jabatan. Pembatalan tersebut dilakukan Yenny setelah berkonsultasi dengan para tokoh Nahdlatul Ulama (NU).
Tidak hanya kasus di atas, kasus lainnya yang juga menggoncang PKB yaitu berakhirnya kiprah Effendy Choirie dan Lily Chodidjah Wahid sebagai anggota DPR dari fraksi PKB pada 20 Maret lalu[10]. Keduanya dikenakan Penggantian Antarwaktu (PAW) dan pemberlakuan recall berdasarkan tuntutan PKB. Hal tersebut dilakukan karena keduanya dianggap telah menyerang PKB secara terbuka dan selalu berbeda dengan kebijakan dan sikap partai.
Konflik tersebut berakhir dengan keluarnya Effendy Choirie dan Lily Chodidjah Wahid dari PKB. Keduanya kemudian bergabung dengan partai yang lain. Effendy Choirie merapat ke NasDem sedangkan Lily Chodidjah Wahid ke Hanura.
Berbagai pihak sangat menyayangkan kasus ini. Karena dengan kosongnya peran pemimpin yang integratif menyebabkan timbulnya perpecahan dalam PKB sehingga memicu munculnya berbagai macam konflik. Dapat dikatakan bahwa problem yang dialami PKB merupakan kelanjutan dari perpecahan yang terjadi dalam tubuh PKB. Hal ini juga dipengaruhi oleh  faktor peran pemimpin yang dapat menimbulkan perebutan jabatan kepemimpinan di kalangan partai sendiri.
Tidak hanya PKB, PKS pun juga mengalami konflik yang cukup berat. Pada 2012 lalu, status PKS sebagai koalisi partai pendukung pemerintah sempat memanas. Hal ini disebabkan karena PKS menolak mendukung kebijakan pemerintah mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak. Konflik tersebut menimbulkan reaksi baik dari segi internal maupun eksternal.
Reaksi internal dapat dilihat setelah Wakil Sekretaris Jenderal PKS, Fahri Hamzah menyatakan kesetujuannya untuk keluar dari koalisi. Sebagian anggota PKS menyetujui keputusan tersebut, namun sebagian lagi menolak dan tetap bertahan pada koalisi. Mereka yang menyetujui wacana tersebut menilai bahwa kebijakan pemerintah tidak pro-rakyat dan hanya mementingkan keputusan penguasa. Sedangkan mereka yang menolak keluar dari koalisi merasa masih membutuhkan sumber daya kekuasaan jelang pemilu 2014[11]. Anggota Majelis Syuro PKS, Tifatul Sembiring juga menegaskan bahwa keberadaan PKS masih penting dalam koalisi, adapun keputusan keluarnya PKS dari koalisi hanya bisa diputuskan setelah melalui Majelis Syuro PKS[12].
Jika PKS keluar dari koalisi, hal yang tidak diinginkan bisa saja terjadi. Berdasarkan harian Kompas Sabtu, 7 April 2012, Ari Dwipana, pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan bahwa meskipun dapat beresiko terhadap kemunculan perlawanan partai di DPR, PKS tidak punya pilihan lain selain tiga kemungkinan yang akan terjadi. Pertama, dikeluarkan dari koalisi dan ketiga menterinya diganti dengan partai lain. Kedua, jatah ketiga menteri dikurangi dan keberadaan partai tetap dalam koalisi. Dan ketiga, jumlah menteri tidak dikurangi, namun suara partai tidak begitu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan tertentu dalam sekretariat gabungan.
Sedangkan reaksi eksternal muncul dari partai koalisi lain seperti Demokrat. Demokrat menganggap PKS telah berpaling dan tidak lagi memihak kepada kebijakan pemerintah. Partai Demokrat sendiri pun sudah bersikap dingin terhadap PKS dan menyerahkan urusan ini sepenuhnya kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Ketua Umum Demokrat. Namun hingga sekarang, SBY masih meminta PKS untuk tetap komitmen terhadap kontrak koalisi yang telah dibangun dan belum mengeluarkan keputusan terkait dengan wacana keluarnya PKS dari koalisi[13].
Beberapa pihak menilai bahwa keputusan PKS untuk keluar dari koalisi sudah tidak relevan lagi. Hal ini dipicu dengan hadirnya kasus korupsi yang tengah menimpa PKS. Sehingga, jika PKS ingin keluar koalisi pada saat itu, maka hal ini justru akan memperburuk citra PKS. Selain itu, PKS juga akan kehilangan sumber daya kekuasaannya seiring dengan berakhirnya kiprah tiga kader PKS dalam kabinet. Dan secara tidak langsung, upaya PKS untuk memperoleh suara pada pemilu selanjutnya akan lebih sulit. Hal ini dikarenakan ketatnya persaingan dengan partai-partai lain yang koalisinya lebih terbangun.
Tidak hanya masalah koalisi, baru-baru ini PKS dilanda kasus korupsi. Kasus yang tengah menggeruguti salah satu petinggi PKS ini telah mencoreng nama PKS di mata publik. Pasalnya, penangkapan KPK terhadap Ahamad Fathanah bersama barang bukti berupa uang senilai Rp. 1 milyar dari petinggi PT. Indoguna Utama-Perusahaan Impor Daging Sapi, Arya Abdi Effendy dan Juard Effendy yang diduga diperuntukkan buat Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), mantan Ketua Umum PKS[14]. Setelah melakukan penyidikkan lebih lanjut, LHI akhirnya dinyatakan sebagai tersangka kasus suap impor daging sapi dan pidana pencucian uang.
Selain itu, kehadiran Ahmad Fathanah menambah kecurigaan KPK terhadap PKS. Hal ini dikarenakan adanya hubungan LHI dengan Fathanah yang disangkut-pautkan dengan PKS terkait kebutuhan dana kampanye 2014. Padahal para politisi PKS mengaku tidak mengenal Fathanah.
KPK tidak tinggal diam. Hal tersebut dianggap logis, sehingga KPK pun mencurigai aliran dana ke partai. Tak tanggung-tanggung KPK mendatangi PKS untuk menyita sejumlah barang. Namun, KPK mengalami kendala ketika hendak menyita enam mobil yang diduga milik LHI. Dikarenakan PKS tidak mengizinkan hal tersebut dengan alasan pihak KPK tidak menyertakan surat penyitaan. Pihak KPK juga meminta keterangan terhadap beberapa elit partai yang dipanggil sebagai saksi atas kasus tersebut.
Sebagai partai yang berasaskan islam dan dakwah, PKS seharusnya tegas dalam menegakkan keadilan. Jika ada kesalahan dari pihak PKS sendiri maka yang bersalah wajib dihukum dengan ketentuan yang berlaku. Jika memang PKS mencerminkan prinsip partainya yang jujur maka PKS harus tegas dalam menangani kasus ini. Tidak ada pembelaan khusus bagi tersangka meski dari PKS sendiri.
Berdasarkan konflik yang terjadi, berbagai pihak mengkritik partai dakwah ini. Partai Keadilan (PK) misalnya. Para elit Partai Keadilan yang merupakan cikal bakal PKS menilai bahwa PKS sudah tidak seperti yang dulu. Dengan banyaknya konflik yang merugikan masyarakat, PK meminta PKS dibubarkan. Sebagaimana yang disampaikan oleh ustadz Mashadi, pendiri PK dalam diskusi “Parpol Islam : Solusi atau Masalah” yang diselenggarakan oleh Forum Studi Islam (FSI) Universitas Indonesia (UI) Rabu, 15 Mei 2013.
Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun yang disiarkan dalam Liputan 6.com, Sabtu 11 Mei 2013 bahwa PKS bisa saja masuk dalam kategori korupsi korporasi. Hal ini berdasarkan UU No.8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Bahkan jika terbukti adanya aliran dana pencucian uang kasus impor daging sapi yang ke partai, maka PKS terancam dibekukan, dikenakan denda, atau dicabut izinnya.
Reaksi dari pihak PKS sendiri menyatakan tidak setuju dengan wacana tersebut. PKS menyangkal kasus TPPU yang melibatkan partai. Anis Matta pun angkat bicara. Dalam detiknews.com Selasa, 21 Mei 2013, ia menilai bahwa kasus hukum yang menjerat mantan presiden PKS itu merupakan kasus pribadi dan tidak ada hubungannya dengan partai. Sehingga, wacana pembubaran PKS dirasa tidak tepat. Ia juga menyatakan bahwa PKS bebas dari uang haram tersebut sebagaimana pernyataannya yang disiarkan dalam Headline News Metro TV Jum’at, 24 Mei lalu.  
Tidak hanya Anis Matta, komentar lain juga diberikan oleh Fahri Hamzah. Berdasarkan Kompas.com, Sabtu 11 Mei 2013, Fahri menuding bahwa partai Demokrat lebih layak dibekukan daripada partainya. Ia menganggap bahwa kasus ini terlalu melebih-lebihkan dan disangkut-pautkan dengan partai sehingga memperburuk citra partai. Dan juga merupakan sebuah provokasi pihak luar yang ingin melemahkan PKS.
Pernyataan Fahri Hamzah tersebut dapat dihubungakan melalui faktor media. Karena media juga berperan penting dalam perjalanan partai menjelang pemilu. Kaitannya dengan politik dapat dilihat dari peran media menjelang pemilu yakni memublikasikan berbagai isu termasuk program yang ditawarkan calon atau partai untuk mempromosikan calon atau partainya. Namun, media juga dapat mengkritik isu-isu tersebut. Sehingga, media massa bisa menguntungkan atau merugikan calon dan partai tertentu tergantung dengan pemilik modal yang pada umumnya merupakan para anggota partai. Dapat dikatakan bahwa citra suatu calon atau partai pada penglihatan publik dapat dikendalikan oleh media.
Iklan dari para calon atau partai menjadi sebuah ajang pencitraan politik. Calon atau partai yang memiliki modal yang kuat akan cenderung memasang iklan lebih intensif di media massa. Sedangkan, calon atau partai yang tidak memiliki modal akan mengalami kesulitan untuk mempromosikan dirinya melalui media. Kasus PKS merupakan bukti nyata dalam hal ini. Adanya kasus PKS dinilai dapat menaikkan rating media tersebut. Selain itu, para pemilik modal yang umumnya merupakan anggota partai yang akan bersaing dengan PKS pada pemilu 2014 nanti juga memanfaatkan situasi ini. Sehingga, tidak dapat dipungkiri jika selama beberapa minggu ke depan isu PKS masih akan terus berlanjut di media.
Terkait permasalahan dana untuk kampanye, PKS juga dituding telah menargetkan dana pemilu sebesar 2 triliun dari kementrian yang dijabat oleh kader PKS[15]. Seorang tersangka pembobol Bank Jabar Banten, Yudi Setiawan mengaku bahwa target untuk dana pemilu dipasok 1 triliun dari Kementrian Pertanian, 500 miliyar dari Kemensos dan Kemenkominfo.  Hal tersebut dibantah oleh pihak PKS. Sebagaimana disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKS, Mahfudz Siddiq yang dilansir dari merdeka.com, Senin, 20 Mei 2013. Ia menyatakan bahwa hingga saat ini PKS belum menentukan jumlah dana yang dibutuhkan untuk kampanye pemilu 2014 nanti. Dapat dikatakan bahwa besarnya dana kampanye yang dibutuhkan belum ditargetkan oleh partai.
Berdasarkan Tribunnews.com Selasa, 21 Mei 2013, Anggota Majelis Syuro PKS, Refrizal juga melakukan bantahan. Ia menilai bahwa dana kampanye yang dibutuhkan bisa lebih dari dua triliun dan dana itu didapat dari program sumbangan penghasilan yang dilaksanakan oleh partai. Dan hal itu diwajibkan bagi seluruh kader partai termasuk menteri di kabinet, anggota DPR, dan kalangan professional. Besaran sumbangan tergantung dengan jumlah penghasilan masing-masing kader. Disamping adanya keharusan menyumbang bagi masing-masing kader juga terdapat sanksi bagi yang tidak mau menyumbang. Sanksi tersebut bisa berupa istighfar, turun jabatan, bahkan pemecatan.
Besaran sumbangan dikategorikan sebagai berikut[16] :
Jumlah Penghasilan
Sumbangan
< Rp. 3 juta
2,5%
Rp. 3-5 juta
3%
Rp. 5-10 juta
4%
Rp. 10-30 juta
5%
>Rp. 30 juta
7,5%

Sumbangan kader PKS ini merupakan langkah pembuktian nyata kepada KPK bahwa PKS masih bisa mendanai kampanye tanpa harus mencari uang haram. Meski terdapat berbagai tudingan, namun jika PKS dapat membuktikan kinerjanya tersebut mungkin berbagai tudingan dan tanggapan buruk masyarakat bisa dipatahkan.
Adanya konflik yang mencoreng nama PKS sudah tidak bisa lagi disembunyikan di depan publik. Mau tak mau, PKS harus mencari cara untuk mengobati luka rakyat yang selama ini telah mendukung maupun menganggap baik PKS. Untuk memperbaiki namanya, PKS perlu mencari solusi lain. Jika tidak, mungkin PKS akan memperoleh penurunan jumlah suara pada pemilu mendatang, sebagaimana yang diprediksikan oleh Lembaga Pemilih Indonesia (LPI)[17].
Tidak dapat dipungkiri, PKS menjadi salah satu pembicaraan terhangat menjelang pemilu 2014. Di satu sisi, situasi yang tengah menimpa PKS merupakan situasi yang merugikan namun menguntungkan di sisi lainnya. Konflik yang tengah dihadapi partai islam tersebut dimanfaatkan oleh partai lainnya seperti PKB untuk mengambil dukungan di mata publik. Ini merupakan kesempatan bagi PKB untuk memperbaiki citranya. Jika PKB berhasil menarik simpati rakyat dan memanfaatkan suara pendukung yang kecewa terhadap PKS, maka PKB diprediksikan akan memperoleh peningkatan suara pada pemilu 2014 nanti.
Dikarenakan tingginya tingkat kompetisi menjelang pemilu 2014, PKB mengadakan visi kerakyatan untuk menggaet massa dan simpatisan pada pemilu nanti[18]. Sebagai partai yang berbasis NU maka visi kerakyatan yang diadakan PKB bertemakan “Pemenangan pemilu untuk memperkuat politik kebangsaan Nahdlatul Ulama” dan ditambah dengan lima tema pendukung lainnya, yaitu :
·         Penguatan Demokrasi untuk  Mempercepat Kemakmuran Masyarakat Desa.
·         Kemenangan PKB untuk Memperkuat Perlindungan kepada Petani dan Nelayan.
·         Kemenangan PKB untuk Mempercepat Pembangunan Daerah Tertinggal.
·         Kebangkitan PKB untuk Menciptakan Buruh yang Sejahtera.
·         Kebangkitan PKB untuk Meningkatkan Keterlibatan Kaum Perempuan pada Sektor Strategis.
Tema pendukung tersebut diadakan karena berbagai pertimbangan. Salah satunya dikarenakan pendukung utama PKB adalah warga pedesaan. Hal tersebut dapat dilihat dari sebagian besar dukungan yang diperoleh PKB pada pemilu sebelumnya berasal dari warga pedesaan khususnya warga Jawa Timur dan Jawa Tengah. Oleh karenanya, PKB optimis dan memprediksikan kedua wilayah tersebut akan menjadi kotribusi terbesar PKB pada pemilu 2014 mendatang[19].
Tidak hanya PKB,  kedua wilyah tersebut juga akan memberi kontribusi besar terhadap Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU). Dikarenakan kedua wilayah merupakan basis NU terbesar, ditambah lagi dengan hadirnya para kyai pimpinan pondok pesantren paling berpengaruh di kedua wilayah tersebut yang juga pendukung PKNU. Oleh karenanya, jika PKB mampu untuk merangkul kembali NU dan PKNU, maka PKB akan memperoleh dukungan suara yang kuat dari kedua wilayah tersebut.
Terkait dengan persiapan dana kampanye, PKB merencanakan tambahan dana dalam beberapa strategi[20]. Strategi pertama, PKB menggunakan jaringan warga Nahdliyin (NU). Meski berbasis NU, tapi hanya sebagian besar warga NU yang mendukung PKB sedangkan sisanya terbagi ke dalam partai politik lain[21]. Sehingga, untuk merealisasikan rencananya tersebut PKB berencana membangun soliditas di kalangan NU. Salah satu upaya PKB dalam hal ini yaitu dengan perangkulan kembali Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU). Strategi kedua, PKB menggunakan jaringan pesantren dan ulama. Sedangkan yang ketiga, PKB menggunakan jaringan artis.
Selain untuk mendanai kampanye, PKB juga memanfaatkan jaringan artis untuk menarik simpatisan. Dengan kepopularitasannya, banyak masyarakat yang tertarik kepada PKB. Karena beberapa masyarakat cenderung memilih artis yang mereka kagumi tanpa mempersoalkan kualitasnya dalam politik.
Jaringan artis ini tidak hanya dimanfaatkan oleh PKB tapi juga oleh partai lainnya dengan tujuan yang tak jauh berbeda yakni menarik simpati masyarakat. Strategi tersebut dinilai kurang berkualitas oleh sejumlah pihak. Walaupun partai-partai tersebut memperoleh dukungan yang banyak, namun kualitas para kader menurun. Hal tersebut dapat dilihat dari hadirnya Rhoma Irama yang menjadi andalan PKB sebagai calon presiden pada pemilu 2014 nanti[22].
Strategi lainnya yang diandalkan PKB adalah diadakannya pemutaran film “Sang Kyai”. PKB bahkan mewajibkan kadernya beserta warga NU untuk menonton film ini. Meski baru disiarkan di bioskop, namun pemutaran film telah dilakukan di beberapa tempat, salah satunya di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 16 Mei lalu.
Film tersebut menceritakan tentang perjuangan KH. Hasyim Asy’ari yang merupakan tokoh NU dalam menegakkan NKRI. Selain membawa nama NU, film ini juga ditujukan khususnya untuk membangkitkan semangat generasi muda. Hal ini sesuai dengan target PKB dalam mengincar pemilih pemula.
Lain halnya dengan PKB, visi umum PKS adalah "Sebagai partai dakwah penegak keadilan dan kesejahteraan dalam bingkai persatuan umat dan bangsa” dengan visi khususnya “partai berpengaruh baik secara kekuatan politik, partisipasi, maupun opini dalam mewujudkan masyarakat indonesia yang madani[23].
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2008 BAB III Pasal 8 mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh partai politik agar dapat menikuti pemilu, maka kedua partai dinyatakan lolos dalam hal ini[24]. Sebagaimana hasil rapat pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dilaksanakan pada Senin, 7 Januari 2013.
Persyaratan tersebut antara lain :
·         Berstatus badan hukum sesuai dengan UU tentang Partai Politik.
·         Memiliki kepengurusan di 2/3 jumlah provinsi.
·         Memiliki kepengurusan di 2/3 jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.
·         Menyertakan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat.
·         Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau 1/1.000 dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai politik.
·         Mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan.
·         Mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada KPU.
Dan pada rapat pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke-dua yang dilaksanakan pada Senin, 14 Januari lalu mengenai nomor urut partai peserta pemilu 2014. PKB mendapat nomor urut 2 disusul PKS pada nomor urut 3.
Meskipun akhirnya PKB mampu mencukupi persyaratan tersebut, partai ini  hampir tidak lolos uji verifikasi. PKB sempat memprotes mengenai persyaratan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%. Berdasarkan analisis Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) menemukan beberapa bakal caleg yang terdaftar di lebih dari dua dapil ataupun di dua partai berbeda dengan nama yang sama[25].
Berikut daftar nama caleg ganda yang ditemukan oleh FORMAPPI berdasarkan pendaftaran Daftar Caleg Sementara (DCS) oleh PKB :
1.      Nurhidayati dapil Sumsel 1 dan Sumsel 2
2.      Eka Susanti dapil Jateng 6, Sumut 3, dan Kalbar
3.      Hasniati SH, MH dapil Riau 2 dan Hasniati dapil Kalbar
4.      Luluk Hidayah dapil kaltim dan DKI Jakarta 3
5.      Euis Komala dapil Maluku dan Jabar 3
6.      Rien Zumaroh dapil Jateng 4 dan Jatim 5
7.      Marda Hastuti dapil Bengkulu dan Jabar 5
8.      Karina Astri Rahmawati dapil Jabar 9 dan
Karina Astri Rahmawati, S.Kom dapil NTB
9.      Devinta Dariastuti dapil Jateng 2 dan
Devinta Dariastuti dapil Sumbar 1
            Bahkan terdapat nama caleg ganda antar partai yaitu, Nurhayati : PKB, Nasdem, dan PPP dapil Lampung 2, Aceh 1 dan Jabar 11. Beberapa pihak menduga hal tersebut sebagai sebuah siasat dan kecurangan dari partai yang bersangkutan. Namun, PKB membantah tudingan tersebut dan beralasan bahwa hal itu hanyalah kesalahan teknis dari partainya. Dan PKB siap melakukan perbaikan mengenai hal itu.
Tudingan tersebut dapat terbantahkan karena pada kenyataanya, untuk memenuhi persyaratan tersebut PKB mengundang aktifis dari Fatayat, Muslimat, Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU), dan seluruh gerakan perempuan NU lainnya[26]. Sehingga, PKB tidak memiliki kekurangan stok caleg perempuan dan akhirnya mampu memenuhi persyaratan tersebut.
Berbeda dengan PKB, PKS tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi persyaratan keterwakilan perempuan minimal 30 % tersebut. Selain itu, PKS juga merupakan partai yang  pertama kali menyerahkan daftar DCS ke KPU. Total caleg yang diajukan PKS adalah 492 orang yang terdiri dari 301 orang laki-laki atau 61,2% dan 191 orang perempuan atau 38,8%[27]. Sehingga, dapat dikatakan bahwa keterwakilan perempuan dalam DCS PKS hampir mendekati 40%. Ditambah lagi, sekitar 95% DCS tersebut merupakan kader internal. Dan merupakan hasil dari penyaringan yang berasal dari unit pembinaan daerah.
Dari keseluruhan dapil, terdapat beberapa daerah yang diprediksi akan menjadi basis suara partai yaitu, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Selatan, dan Papua. Namun, dikarenakan terdapat beberapa caleg yang berasal dari non muslim yang disertakan PKS di DCS khusunya di Sulawesi Utara memicu konfrontasi dari beberapa pihak mengingat PKS merupakan partai politik yang tergolong pluralist Islamic parties.
Dalam menargetkan jumlah kursi di DPR nanti, PKB menargetkan 100 kursi sedangkan PKS menargetkan 120 kursi. Apakah kedua partai tersebut mampu memperoleh peningkatan jumlah suara dan mencapai target tersebut pada pemilu 2014 mendatang?
Dilihat dari masa sebelum hadirnya kasus korupsi, mungkin masih ada harapan untuk PKS. Karena sebelumnya, ketika partai lain disibukkan dengan berbagai konflik dan ternoda oleh perilaku koruptif kader dan pengurus partai, PKS menjadi pilihan alternatif dan harapan besar masyarakat. Ditambah lagi dengan adanya kebijakan PKS yang menolak kenaikan harga BBM. Sehingga pada saat itu, citra PKS sangat baik di mata publik. Hal tersebut juga dibuktikan dengan kemenangan yang diraih PKS dalam pemilihan gubernur Jawa Barat dan Medan beberapa bulan yang lalu. Dengan kemenangan tersebut, nama PKS semakin dikenal masyarakat. Selain itu, keberhasilan tersebut juga membuktikan bahwa PKS masih mendapat simpati dan dukungan yang luas dari masyarakat. Namun, apakah hal tersebut masih berlaku hingga sekarang?
LPI memprediksikan akan ada suara mengambang sebesar 29,9 persen yang bisa diperebutkan semua partai pada pemilu 2014 nanti[28]. Hal ini akan membawa keuntungan bagi partai yang bisa menarik perhatian publik karena menjadi pilihan alternatif bagi mereka yang dikecewakan dengan perilaku partai sebelumnya. Apalagi mereka yang memiliki modal besar sehingga bisa memperbaiki pencitraan politik partainya. Sehingga, partai tersebut berpeluang untuk mendapat tambahan suara.
Lain halnya dengan partai yang tidak mendapat simpati publik. Adanya suara yang mengambang justru menyebabkan kerugian bagi partai ini. Yang dikarenakan berbagai kasus ditambah lagi dengan provokasi media sehingga memperburuk citra partai di mata publik. Seperti halnya kasus korupsi yang dialami PKS. Sehingga, suara PKS diprediksikan akan terbagi pada partai-partai lain.
Pada pemilu 2009 lalu, PKS memperoleh peningkatan jumlah suara dari pemilu sebelumnya. Namun untuk pemilu 2014 nanti, jangankan untuk memperoleh peningkatan jumlah suara, mungkin PKS akan mengalami kesulitan dalam memperoleh jumlah suara yang sama seperti pemilu sebelumnya.
Selain akibat kasus internal PKS,  para pendukung PKS dari non kader juga menjadi faktor menurunnya jumlah suara yang akan diperoleh PKS nantinya. Karena, para pendukung non kader akan sulit untuk mempercayai kembali PKS sebagai pilihan mereka. Para pemilih non kader khususnya dari NU dan Muhammadiyah yang dulunya memilih PKS sebagai pilihan alternatif dikarenakan perpecahan internal NU dan Muhamadiyah juga akan berpaling dari PKS.
Suara partai PKS akan bergeser akibat kekecewaan publik. Sehingga, suara partai akan lari ke partai lain, PKB misalnya. NU, sebagai pemilih non kader yang pernah mendukung PKS akibat perpecahan yang terjadi pada partai induknya (PKB), berpotensi akan berpaling dari PKS dan kembali merujuk pada PKB. Ditambah lagi,  jika PKB dapat memanfaatkan situasi dan kekecewaan para pendukung PKS dan mampu merangkul kembali warga NU maka PKB akan berpeluang untuk memperoleh peningkatan jumlah suara dari pemilu sebelumnya. Sehingga, PKB berpotensi untuk merebut suara yang mengambang pada pemilu 2014 nanti.
Jika dilihat dari segi wilayah pendukung, Jawa Timur dan Jawa Tengah merupakan basis pendukung PKB terkuat. Namun, kedua wilayah tersebut juga merupakan basis pendukung PKNU dan PPP. Ditambah lagi, sebagian besar para pendukung PKNU merupakan pemilik pesantren di Jawa Timur. Sehingga, PKB harus mampu bersaing dengan PKNU dan PPP pada pemilu mendatang. Namun, berdasarkan hasil rapat pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dilaksanakan pada Senin, 7 Januari 2013 lalu, PKNU termasuk salah satu partai yang gagal dalam uji verifikasi[29]. Hal tersebut berdampak pada kembalinya sebagian besar pengurus PKNU ke partai induknya (PKB). Jika PKB bisa memanfaatkan situasi maka PKB berpeluang untuk meraup dukungan di kedua wilayah tersebut.
Memang banyak yang tidak menyukai PKS, namun tidak sedikit juga yang mendukung. Karena pada kenyataannya, PKS menjadi bahan perbincangan publik  yang menghasilkan rating yang cukup tinggi dibandingkan dengan partai politik lainnya. Sehingga, PKS menjadi populer di mata publik.
Pertanyaannya, apakah kepopularitasan tersebut merupakan unsur kesengajaan atau tidak? Secara logika tentunya hal tersebut mungkin saja merupakan sebuah unsur kesengajaan yang dipicu dengan adanya kasus yang menimpa LHI dengan meneruskan kebijakannya menolak kenaikan BBM, ditambah lagi dengan ancaman PKS untuk keluar koalisi. Jika hal tersebut terus berlanjut, mau tak mau PKS akan menjadi partai yang disepelekan hingga pemilu 2014 nanti. Kecuali jika PKS mengambil tindakan untuk menyelesaikan kasus tersebut dan memperbaiki citranya di mata publik. Sehingga jika dibandingkan dengan PKS, PKB diprediksikan akan memperoleh lebih banyak jumlah suara pada pemilu 2014 nanti. Karena secara tidak langsung, masalah yang pernah merundung PKB telah terlupakan dari pikiran publik yang kini digantikan dengan masalah PKS yang masih hangat.


Daftar Pustaka
Buku :
Maridjan, Kacung. Sistem Politik Indonesia . Jakarta: Kencana, 2010.
Rabi'ah, Rumidan. Lebih Dekat Dengan Pemilu di Indonesia. Jakarta: Rajawali Cilik, 2009.
Rahmat, Imdadun. Ideologi Politik PKS. Yogyakarta: LKiS, 2008.
Soon, Kang Young. Antara Tradisi dan Konflik : Kepolitikan Nahdlatul Ulama. Jakarta: UI-Press, 2008.
UU Republik Indonesia No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu dan UU No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politi. Jakarta, 2008.

Internet :

http://www.pikiran-rakyat.com/node/143739 diakses pada 27 Mei 2013, pukul. 5.58 WIB.
http://www.dpp.pkb.or.id/node/1640 diakses pada 8 Juni 2013, pukul 11.45 WIB.
http://nasional.kompas.com/read/2013/04/07/17075015/twitter.com diakses pada 15 Juni 2013, pukul 7.11 WIB.
http://news.detik.com/read/2013/05/21/124846/2251697/10/ diakses pada 15 Juni 2013, pukul 9.21 WIB.
http://nasional.kompas.com/read/2013/05/11/21374343/twitter.com diakses pada 15 Juni 2013, pukul 9.30 WIB.










[1] Kacung, Marijan, Sistem Politik Indonesia, Kencana, Jakarta, 2010. Hlm. 309-310.
[2] Ibid.
[8] http://www.pikiran-rakyat.com/node/143739 diakses pada 27 Mei 2013, pukul. 5.58 WIB.
[21] Kang Young Soon, Antara Tradisi dan Konfli : Kepolitikan Nahdlatul Ulama, (UI-Press : Jakarta, 2008), hal. 300.
[22] http://www.dpp.pkb.or.id/node/1640 diakses pada 8 Juni 2013, pukul 11.45 WIB.
[24] UU Republik Indonesia No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilu dan UU No.2 Tahun 2008 Tentang Partai politik, Jakarta, 2008, hal. 7.
[26] http://nasional.kompas.com/read/2013/04/07/17075015/twitter.com diakses pada 15 Juni 2013, pukul 7.11 WIB.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments