PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam pengelolaan politik luar negeri
yang bebas aktif Pemerintah Indonesia menempatkan ASEAN sebagai pilar utama.
Menjelang abad ke-21, disepakati agar ASEAN mengembangkan suatu kawasan yang
terintegrasi dengan membentuk suatu komunitas negaranegara Asia Tenggara yang
terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling peduli, diikat bersama dalam
kemitraan yang dinamis di tahun 2020. Untuk merealisasikan harapan tersebut dituangkan
dalam Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997 dan diperkuat dengan mengesahkan
Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang menyetujui pembentukan
Komunitas ASEAN (ASEAN Community) yang terdiri dari tiga pilar utama, yaitu
Komunitas Keamanan ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya
ASEAN. Pencapaian Komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya “Cebu
Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015”
oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, 13 Januari 2007[1].
Komunitas ASEAN dibentuk untuk lebih
mempererat integrasi ASEAN dalam menghadapi perkembangan konstelasi politik
internasional. ASEAN menyadari sepenuhnya keperluan untuk menyesuaikan cara
pandang agar dapat lebih terbuka dalam menghadapi permasalahan-permasalahan
internal dan eksternal, meningkatkan solidaritas, kohesivitas dan efektivitas
kerja sama. ASEAN sudah tidak lagi hanya terfokus pada kerja sama ekonomi, namun
juga harus didukung dengan kerja sama lainnya di bidang politik keamanan dan
sosial budaya. Untuk itulah maka pembentukan Komunitas ASEAN 2015 dilandasi
oleh tiga pilar, yaitu ASEAN Political Security Community (APSC), ASEAN
Economic Community (AEC) dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC)[2].
Banyak tantangan yang harus dihadapi ASEAN seiring dengan perkembangan pesat terutama
di bidang sosial dan budaya. Karena itu ASEAN menyadari pentingnya upaya untuk
lebih melibatkan masyarakat sehingga tumbuh rasa memiliki yang kuat terhadap
ASEAN.
Secara khusus dalam roadmap ASEAN, pilar
ASCC berupaya mewujudkan to promote a
people-oriented ASEAN in which all sectors or society are encouraged to
participate in, and benefit from, the process of ASEAN integration and
community building, sehingga diharapkan terdapat peningkatan interaksi antar
rakyat negaranegara anggota ASEAN melalui berbagai kerja sama dalam bidang
sosial budaya, sehingga akan membawa ASEAN lebih dekat dengan masyarakatnya.
Dengan demikian, kemajuan ASEAN bukan lagi hanya didominasi oleh kalangan
‘pejabat pemerintah’ dan diplomat. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Sekretaris
Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan: “sejak awal telah disadari bahwa ASEAN tidak boleh
hanya melibatkan pemerintah jika ingin ASEAN sukses dan tumbuh menjadi perhimpunan
regional yang maju dan langgeng. ASEAN juga harus melibatkan kalangan bisnis,
swasta, media massa, lembaga nonpemerintah dan tentunya rakyat negara-negara anggota
ASEAN”[3].
Kerjasama di bidang sosial-budaya
menjadi salah satu titik tolak utama untuk meningkatkan integrasi ASEAN melalui
terciptanya a caring and sharing
community, yaitu sebuah masyarakat ASEAN yang saling peduli dan berbagi.
Kerjasama sosial-budaya mencakup kerjasama di bidang kepemudaan, perempuan,
kepegawaian, penerangan, kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan
teknologi, lingkungan hidup, penanggulangan bencana alam, kesehatan,
pembangunan sosial, pengentasan kemiskinan, dan ketenagakerjaan serta Yayasan
ASEAN.
B. Rumusan
Masalah
Dari pernyataan masalah di atas,
pertanyaan yang perlu dibahas adalah :
1. Apakah
yang dimaksud dengan ASCC? Bagaimana karakteristiknya?
2.
Bagaimanakah tantangan dan peluang ASCC
bagi Indonesia?
A.
Karakteristik
ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC)
ASEAN Socio-Cultural Community
(Komunitas Sosial Budaya ASEAN) merupakan salah satu pilar yang ingin dibangun
ASEAN dalam rangka mendukung terbentuknya Komunitas ASEAN pada tahun 2015,
seiring dengan dua pilar utama lainnya, yaitu pilar ASEAN Security Community
dan ASEAN Economic Community. Salah satu sasaran yang ingin dicapai melalui
pilar ASCC adalah memperkokoh rasa ke-kita-an (sense of we-ness atau we
feeling) dan solidaritas sesama warga ASEAN.
Dengan adanya rasa solidaritas yang
kuat, diharapkan masyarakat ASEAN dapat saling mendukung dalam mengatasi
masalah kemiskinan, kesetaraan dan pembangunan manusia; saling mendukung dalam
meminimalisir dampak sosial dari integrasi ekonomi dengan cara membangun suatu
dasar sumber daya manusia yang kompetitif; memperkuat penatalaksanaan lingkungan
hidup yang hijau, bersih lestari dan berkelanjutan; serta memperkokoh identitas
budaya menuju suatu Komunitas ASEAN, yang berbasis pada masyarakat (people
centered). Sehubungan dengan hal ini, dalam BAB 1, Pasal 1 Piagam ASEAN telah
tercantum mandat untuk berbagai kerjasama fungsional antara lain mengenai
enhance good governance and the rule of law, protection of the regions’s
environments, preservation of its cultural heritage, cooperation in education
dan science and technology dan drugs-free environment[4].
Sebagai salah satu upaya untuk
mewujudkan terbentuknya ASEAN Socio-Cultural Community (ASSC), ASEAN telah
menyusun suatu Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural
Community Blueprint) yang telah disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand, Februari
2009. Penyusunan rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN ini
dimaksudkan untuk memberikan pedoman (guidelines) bagi negara anggota ASEAN
dalam persiapan menyongsong terbentuknya Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui
pilar sosial budaya. Cetak biru diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam memperkuat
integrasi ASEAN yang berpusat pada masyarakat (people-centred) serta memperkokoh
kesadaran, solidaritas, kemitraan dan rasa kepemilikan masyarakat (We Feeling)
terhadap ASEAN. Rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN memuat enam
elemen utama (Core Element) & 348 Rencana Aksi (Action-lines)[5]. Struktur Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya
ASEAN adalah sebagai berikut:
I.
Pengantar (Introduction)
II.
Karakteristik dan Elemen-elemen
(Characteristic and Elements)
a. Pembangunan
Manusia (Human Development), terdiri dari 60 action lines
b. Perlindungan
dan Kesejahteraan Sosial (Social Welfare and Protection), terdiri dari 94
action lines
c. Hak-Hak
dan Keadilan Sosial (Social Justice and Rights), terdiri dari 28 action lines
d. Memastikan
Pembangunan yang Berkelanjutan (Ensuring Environmental Sustainability), terdiri
dari 98 action lines
e. Membangun
Identitas ASEAN (Building ASEAN Identity), terdiri dari 50 action lines
f. Mempersempit
Jurang Pembangunan (Narrowing the Development Gap), terdiri dari 8 action lines
III.
Pelaksanaan dan Review Cetak Biru ASCC
(Implementation and Review of the ASCC Blueprint)
a. Mekanisme
Pelaksanaan (Implementation Mechanism)
b. Mobilisasi
Sumber Daya (Resource Mobilisation)
c. Strategi
Komunikasi (Communication Strategy)
d. Mekanisme
Review (Review Mechanism)
Cetak Biru Komunitas Sosial
Budaya ASEAN diharapkan dapat segera diintegrasikan kedalam perencanaan
pembangunan di masing masing negara ASEAN dan diimplementasi di tingkat
nasional dan daerah. Kesuksesan implementasi ASCC Blueprint tentu
memerlukan dukungan kuat dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, mulai
dari Pemerintah, kalangan Masyarakat Madani maupun anggota masyarakat secara
luas.
ASCC mencerminkan agenda sosial
ASEAN yang difokuskan pada pengentasan kemiskinan dan pembangunan manusia. ASCC
juga berkaitan erat dengan AEC dan ASC. Ketidakadilan sosial dapat
mengancam pembangunan ekonomi dan pada gilirannya melemahkan rezim politik. Kegagalan untuk mengatasi
isu-isu sosial dapat menyebabkan dislokasi ekonomi dan politik. Di samping itu, ketidakstabilan ekonomi dapat memperburuk
kemiskinan, pengangguran, kelaparan, dan penyakit.
ASCC akan berkembang
seiring dengan perubahan besar yang terjadi di lanskap sosial ASEAN. Lanskap
sosial tersebut antara lain : (i) meningkatnya
konsumerisme dan perubahan gaya hidup yang dihasilkan dari pertumbuhan ekonomi
yang cepat; (Ii) peningkatan mobilitas fisik akibat kemajuan di bidang
infrastruktur; (Iii) transformasi peran keluarga dan struktur, dengan
implikasi pada perawatan anak-anak dan orang tua; (Iv) potensi
teknologi informasi untuk meningkatkan kecepatan dan kualitas pembelajaran dan
pengembangan keterampilan manusia, sehingga mempersempit kesenjangan
digital;(V) laju urbanisasi dan dampaknya terhadap pekerjaan dan penyediaan
layanan; (Vi) bergesernya
pasar tenaga kerja yang dihasilkan dari integrasi ekonomi; dan (vii) dibidang sumber daya alam dalam proses
memenuhi kebutuhan. Sehingganya, ASCC menetapkan plan of action yang
secara umum yaitu :
· Mempercepat tujuan pengurangan kemiskinan dalam kerangka
Millennium Development Goals (MDGs);
· Memfasilitasi akses terhadap pendidikan untuk meningkatkan SDM dalam potensi kerja, dan sebagai sarana
pemberdayaan dan pembelajaran;
· Mempromosikan kesejahteraan anak-anak dengan menjaga
hak-hak mereka, memastikan kelangsungan hidup mereka, dan melindungi mereka dari
penyalahgunaan, penelantaran dan kekerasan;
· Mempromosikan peningkatan standar dan akses pendidikan
melalui jaringan dan kerjasama kelembagaan, menggunakan badan-badan regional
yang ada;
· Mengaktifkan agenda
kepemudaan untuk memiliki masa depan yang lebih baik dengan
mengembangkan keterampilan kepemimpinan, kewirausahaan, dan potensi yang dimiliki;
· Mempromosikan partisipasi perempuan dalam proses
pembangunan dengan menghilangkan segala bentuk diskriminasi terhadap mereka;
· Mempromosikan sistem
pendukung berbasis masyarakat untuk melengkapi peran keluarga;
· Menambah dan mendukung upaya badan sektoral untuk mencegah
dan memerangi perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak, melalui
kebijakan dan langkah-langkah yang komprehensif;
· Memperkuat sistem kesejahteraan sosial melalui peningkatan
kapasitas nasional dalam menanggapi isu-isu sosial yang muncul;
· Mempromosikan kesehatan dan gizi, termasuk melalui advokasi
isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan dan gaya hidup sehat;
· Mencegah penyebaran
HIV / AIDS dan penyakit menular lainnya (termasuk SARS dan Avian influenza);
·
Memastikan akses terhadap obat-obatan yang
terjangkau dan berkualitas dengan membangun
kapasitas ASEAN dan daya saing dalam farmasi terutama terkait obat-obatan tradisional sebagai obat alternatif;
·
Memastikan ASEAN bebas
narkoba pada tahun 2015 melalui upaya pencegahan narkoba,
pengobatan dan pengendalian penyalahgunaan narkoba secara paralel dengan
menghilangkan perdagangan narkoba dan pasokan obat-obatan terlarang melalui
penegakan hukum
·
Mempromosikan budaya ilmu
pengetahuan dan teknologi serta
meningkatkan kerjasama dalam pemanfaatan ilmu
terapan yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan sosial;
·
Membentuk mekanisme
regional yang efisien dan berfungsi dengan baik untuk pencegahan dan
penanggulangan bencana yang sepenuhnya kompatibel dengan sistem manajemen bencana
global.
·
Membangun kapasitas
nasional untuk mengatasi masalah dan komitmen perjanjian lingkungan
multilateral melalui peningkatan kesadaran;
·
Secara efektif mengelola
lintas batas kabut sesuai dengan Perjanjian ASEAN mengenai Polusi Asap Lintas
Batas;
·
Mempromosikan pemanfaatan
berkelanjutan lingkungan pesisir dan laut ASEAN sebagai sumber pasokan makanan
dan warisan alam;
·
Melestariakn keanekaragaman hayati yang kaya di ASEAN dan pembagian yang
adil dan merata dari keuntungan dari sumber daya hayati;
·
Mempromosikan pengelolaan
berkelanjutan sumber daya hutan dan melestarikan ekosistem kritis melalui
pemberantasan praktek-praktek yang tidak berkelanjutan dan illegal,;
·
Mempromosikan
keberlanjutan sumber daya air untuk menjamin pasokan yang cukup dan kualitas
air untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan makanan masyarakat ASEAN;
·
Mempromosikan pendidikan
lingkungan dengan tujuan untuk mengembangkan warga ASEAN yang sadar lingkungan;
·
Mempromosikan teknologi
ramah lingkungan dalam kemitraan dengan sektor swasta;
·
Menambah dan mendukung
upaya Masyarakat Ekonomi ASEAN melalui sektor energi dalam mengembangkan bahan
bakar alternatif untuk mencegah kerusakan lingkungan dan kelangkaan sumber daya; dan
·
Mempromosikan praktek
pembangunan pertambangan yang ramah lingkungan dan tanggung jawab sosial dalam
pengelolaan berkelanjutan dan pemanfaatan optimal sumber daya mineral.
·
Melestarikan
dan mempromosikan warisan budaya ASEAN dan tradisi yang hidup, sebagai sarana
untuk lebih memahami hubungan antara budaya dan pengembangan ASEAN.
·
Membina dialog antara peradaban, budaya dan
agama sebagai alat untuk mendorong pemahaman yang lebih baik, membangun
kepercayaan diri, dan
·
Mempromosikan berdirinya ASEAN dalam komunitas
internasional
Menurut ASCC Blueprint, pembentukan
identitas ASEAN sebagai basis kepentingan regional yang terdiri dari
nilai-nilai, norma, sikap dan perilaku bersama yang mendasari ASEAN Community.
ASEAN akan mendukung nilai-nilai bersama dalam semangat keberagaman (Unity in
diversity) dalam masyarakatnya. Dalam pembentukan identitas ASEAN ini terdapat
empat agenda besar[6].
Keempat agenda besar tersebut adalah:
1. Promotion
of ASEAN awareness and a sense of community.
Promosi ini memiliki tujuan strategis
berupa memciptakan sense of belonging, mengkonsolidasikan penyatuan dalam
keberagaman serta saling pengertian yang mendalam tentang sejarah, budaya,
agama dan kewarganegaraan. Beberapa rencana aksi pentingnya adalah:
a. membentuk
Committee on Culture and Information (CoCI) untuk mempromosikan identitas ASEAN
b. membuat
program pertukaran media dan membangun jaringan personal antar anggota ASEAN
serta mitra dialognya
c. mendukung
pengembangan warisan budaya
d. pengembangan
toleransi atas perbedaan budaya, etnis dan agama
e. mengembangkan
media dialog untuk menjalin kerjasama termasuk dialog antar agama
f. memperkuat
kapabilitas nasional untuk melestarikan dan mengembangkan warisan budaya baik
audio maupun visual
g. melakukan
diseminasi tentang keragaman budaya dan tradisi terhadap para pemuda secara
berkala
h. pemanfaatan
media audio visual dalam pertukaran program-program budaya serta
i. upaya
memasukan nilai-nilai dan budaya ASEAN dalam kurikulum pendidikan
2. Preservation
and promotion of ASEAN cultural heritage.
Memiliki tujuan strategis berupa
mengupayakan konservasi dan pelestarian warisan budaya serta membangun
pengertian bahwa dalam kawasan ini terdapat sejarah yang unik yang memungkinkan
terjadinya berbagai persamaan maupun perbedaan yang harus dilestarikan bersama.
Rencana aksi yang penting dalam agenda ini adalah:
a. membangun lembaga nasional dan regional serta
menciptakan instrumen dan mekanisme untuk menjaga dan melestarikan budaya yang
ada di negara-negara anggota ASEAN
b. memajukan
pariwisata budaya dan membangun sektor-sektor pendukungnya,
c. membangun
kapasitas sumber daya manusia melalui seminar, workshop dan pelatihan,
d. mengembangkan
karya-karya tradisional dan melindungi cagar budaya termasuk etnis minoritasnya
e. menguatkan
kapabilitas nasional untuk menjaga, mengembangkan dan melestarikan warisan
budaya serta penggunaan teknologi serta media audio visual untuk mempromosikan
dan mengarsipkannya.
3. Promotion
of Cultural Creativity and Industry
Yang memiliki tujuan strategis sebagai
upaya memperkuat identitas ASEAN dan kebersamaan melalui kreasi budaya dan
pengembangan serta kerjasama industri budaya. Dalam hal ini langkah-langkah
atau rencana aksi dalam agenda ini antara lain:
a. Mengembangkan
industri budaya yang melibatkan usaha kecil dan menengah,
b. mendukung
pengembangan industri budaya melalui pertukaran ilmu pengetahuan, ahli dan praktisi
serta melibatkan para pemuda yang memiliki gagasan serta kemampuan seni yang
tinggi,
c. meningkatkan
pemasaran produk-produk industri budaya baik berupa barang maupun jasa sebagai
sektor ekonomi kreatif yang mendukung pertumbuhan ekonomi
4. Engagement
with the Community
Yang bertujuan memberikan kesan tentang
identitas ASEAN yang terbangun berbasis masyarakat (people centered) melalui
partisipasi semua sektor masyarakat. Rencana aksi untuk agenda ini meliputi :
a. pelibatan
LSM/NGO dan masyarakat sipil dalam proses membangun ASEAN Community,
b. mengembangkan
program relawan dari kalangan profesional muda untuk membantu masyarakat
pedesaan agar mampu segera beradaptasi terhadap proses pembentukan ASEAN
Community,
c. pengembangan
program untuk relawan-relawan muda dalam bidang kemanusiaan serta berbagi
informasi dan database yang diperlukan untuk mendukung program ini.
Sebagai Ketua ASEAN tahun 2011, Indonesia
telah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Pertemuan Ke-5 Dewan Komunitas Sosial
Budaya ASEAN (5th ASEAN Socio-Cultural Community/ASCC Council Meeting) pada
tanggal 28-30 April 2011 di Jakarta dan pertemuan Ke-8 Komite Pejabat Senior
untuk Komunitas Sosial Budaya ASEAN (8th Senior Officials Committee for the
ASCC/SOCA) yang dilaksanakan pada tanggal 25-27 April 2011. Kedua pertemuan
dimaksud dipimpin oleh Indonesia selaku ASCC Chair tahun 2011 dan dihadiri
seluruh Negara Anggota ASEAN dan Sekretariat ASEAN.
Tujuan dari ASCC akan dicapai dengan
menerapkan tindakan nyata dan produktif yang berpusat pada masyarakat.
Serangkaian kegiatan kerjasama tersebut telah dibangun oleh negara-negara ASEAN
berdasarkan asumsi dari ketiga pilar komunitas ASEAN yaitu saling tergantung,
saling terkait dan saling memiliki hubungan guna memastikan kelengkapan dan
kesatuan tujuan awal. “Melalui ASCC sendiri telah banyak perubahan yang dibuat
di banyak sektor. Seperti misalnya kesejahteraan wanita dan anak, mitigasi
kebencanaan, isu lingkungan, pendidikan, dan lain-lain,” ujar Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono, saat membuka “The Fifth
Meeting of ASEAN Socio-Cultural Community Council”, pada 29 April 2011, di
Hotel Borobudur, Jakarta.
Di bidang kebencanaan dan kemanusiaan, telah
dibentuk ASEAN Coordianting Centre for
Humanitarian Assistance on disaster Management (AHA Centre) yang telah
diresmikan pada Januari 2011 lalu. Sementara itu, di bidang pendidikan, telah
disepakati rencana kerja 5 tahun kedepan (2011-2015) yang terdiri dari empat
prioritas strategis yakni membangun kesadaran negara-negara ASEAN akan pentingnya
pendidikan, meningkatkan akses dan kualitas pendidikan dasar dan menengah serta
standar kinerja pendidikan, dan dukungan bagi sektor ASEAN lainnya dengan
meningkatkan minat dalam bidang pendidikan.
Sedangkan di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi sendiri, melalui pertemuan informal IAMMST (Informal ASEAN
Ministerial Meeing on Science and Technology) ke-6 diadopsilah kegiatan “Krabi
Initiative 2010” dengan tema “ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi untuk
ASEAN yang kompetitif, berkelanjutan dan inklusif. Kegiatan ini menempatkan
inovasi sama pentingnya dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi itu
sendiri. Untuk memulai pelaksanaan rencana kegiatan ini, kemungkinan kerja sama
dalam mempromosikan inovasi teknologi di kawasan ASEAN dilakukan dengan InWent
(organisasi non profit Jerman) saat ini sedang dieksplorasi. Selain itu, Jepang
juga memberikan dukungannya kepada negara-negara ASEAN dalam rangka membangun
iptek.
IAMMST
juga telah menugaskan Badan Penasehat ASEAN Science Fund (ABASF) untuk mengeksplorasi cara inovatif,
misalnya melalui pemberdayaan instrumen-instrumen unggul atau dengan menjalin kerjasama
melalui dialog dengan sektor swasta dan entitas lainnya. Hal ini dilakukan untuk mendukung
Rencana Aksi ASEAN di bidang iptek.
B.
Tantangan
ASCC Bagi Indonesia
Khusus
terkait dengan ASCC, sampai sejauh ini action plan tentang bagaimana penyatuan
ataupun pemaknaan dari ‘Building the ASEAN Identity’ belum ada. Untuk itu perlu
adanya semacam evaluasi terhadap action plan ASCC tersebut, yang selanjutnya
dapat disusun suatu upaya pembangunan terhadap penyatuan ataupun pemaknaan dari
‘Building the ASEAN Identity’ tersebut melalui upaya ASEAN sense of belonging.
ASCC memiliki 6 capaian, yaitu Human Development, Social Welfare and
Protection, Social Justice and Rights, Ensuring Environment Sustainability,
Building the ASEAN Identity and Narrowing the Development Gap. Tantangan-tantangan
berikut akan dijelaskan pada masing-masing karakter ASCC:
1. Human Development
Sumber : UNDP Human Development
Indicators
Berdasarkan
grafik tersebut dapat dilihat bahwa Human Development Index (HDI) Indonesia berada di angka 7% dan mengalami sedikit
peningktan hingga 2011 sebesar 0,28%. Dimana posisi Indonesia berada di bawah
Malaysia, Brunei, dan Singapur. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa
tantangan yang dihadapi Indonesia lebih berat jika dibanding dengan 3 negara di
atas HDInya. Indonesia memiliki populasi sebesar 237.641.326 jiwa dan dari jumlah tersebut yang
masih dalam kondisi miskin sebanyak
Sumber : UNDP Human Development
Indicators
3.001.893
jiwa dan pengangguran intelektual masih cukup tinggi. Padahal untuk dapat
meningkatkan HDInya, Indonesia harus mampu menangani permasalahan terkait
masalah di bidang kesehatan, pendidikan, dan pertumbuhan GDP.
2. Social Welfare and Protection
Sumber : NSO’s submitted data and
ASEAN Statistical Report on the MDG’s
Indonesia
masih memiliki banyak populasi yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional
($1.25). Pada tahun 2010 lalu, pemerintah berupaya mengatasi hal tersebut
sehingga, tingkat perkembangan masyarakat miskin semakin berkurang pada tahun
2010 menjadi 13,3% dari nilai tahun 2000 sebanyak 19,0%.
Sumber
: NSO’s submitted data
Sedangkan dari segi besaran budget pemerintah untuk
perlidungan kesehatan masyarakatnya, Indonesia masih sangat rendah. Negara
ASEAN lainnya seperti Filipina, Kamboja, Singapur, Brunei, dan Vietnam memiliki
anggaran pemerintah yang cukup besar di bidang kesehatan. Pemerintah Indonesia
seharusnya menyadari betapa pentingnya menjaga dan memberikan perlidungan
kesehatan kepada masyarakatnya.
3. Social Justice and Rights
Untuk
keadilan sosial dan hak masyarakat di Indonesia masih kurang ditangani. Bahkan
dalam pelaksanaan hukum di Indonesiapun masih terbilang tidak adil. Di mana
banyak masyarakat menilai bahwa hukum di Indonesia dapat dibeli. Penilaian
masyarakat tersebut tidak dapat dipungkiri mengingat tingginya tingkat korupsi
di Indonesia. Sehingga, pemerintah harus mampu mengatasi permasalah korupsi dan
menegakkan hukum dengan adil di Indonesia
4.
Ensuring
Environment Sustainability
Sumber
: World Bank DataBank Database and NSO’s submitted data
Dibandingkan dengan negara ASEAN
lainnya, emisi karbon Indonesia sangat tinggi. Hal ini tentunya sangat
berpengaruh terhadap lingkungan dan akan berdampak pada ASEAN. Sedangkan untuk
penanganannya, pemerintah Indonesia belum memiliki anggaran yang memadai.
Tingginya tingkat populasi berbanding lurus dengan tingginya tingkat polusi dan
emisi karbon.
Keadaan ini akan semakin
diperparah jika pemerintah Indonesia tidak segera melakukan penanganan terhadap
hutan di Indonesia. Karena hutan merupakan sarana yang mampu mereduksi gas
emisi karbon yang dihasilkan oleh manusia dan mengubahnya kembali menjadi
oksigen. Sehingga, hutan di Indonesia harus mendapat perlindungan yang memadai
agar bisa menjadi solusi atas permasalahan meningkatnya emisi karbon. Jika
tidak, maka Indonesia akan terancam dari segi polusi lingkungan misalnya, dan
secara tidak langsung Indonesia juga harus bertanggungjawab terhadap pencemaran
udara yang menyebar hingga ke negara tetangganya. Sepetihalnya kasus kebakaran
hutan Riau beberapa bulan lalu.
5.
Khusus capaian Building the ASEAN Identity sangat sulit diwujudkan, karena tidak
ada pengukuran yang jelas terhadap hal tersebut. ASEAN memiliki budaya, etnik
maupun ras yang kompleks dengan tingkat kesejahteraan yang berbeda.
C. Peluang ASCC bagi Indonesia
Dengan
melihat ASCC Blueprint dan serangkaian rencana aksinya maka kita bisa melihat
adanya sebuah peluang bagi perbaikan kualitas hubungan antar negara anggota ASEAN.
Hal ini juga disebabkan oleh mendesaknya upaya perbaikan hubungan antar manusia
(people to people contact) yang mengikuti arus globalisasi yang tak bisa
dihindari sebagai akibat kemajuan teknologi, informasi dan perdagangan bebas.
Dalam hubungan tersebut negara sudah tidak mungkin melakukan isolasi diri, oleh
karenanya seringkali terjadi akulturasi budaya maupun sebaliknya terjadi
perbenturan nilai-nilai budaya yang ada. Untuk menjaga identitas dan nilai
budaya tersebut perlu tindakan bijak ditingkat nasional serta komitmen di tingkat
regional untuk menjaga harmoni sosial.
Sejalan
dengan salah satu prioritas Politik Luar Negeri Indonesia yang menempatkan ASEAN
sebagai mitra kerjasama terpenting saat ini dan upaya Indonesia untuk
meningkatkan statusnya sebagai “regional power” maka peluang yang ditawarkan
dalam Blueprint ASCC sangatlah memungkinkan kita melakukan upaya maksimal untuk
meningkatkan kualitas diplomasi yang berbasis pada nilai-nilai yang ada dan
melibatkan semua lapisan masyarakat. Dengan kata lain Indonesia dapat melakukan
multitrack diplomacy.
Pentingnya
peran masyarakat dalam diplomasi saat ini bisa dipahami melihat kenyataan bahwa
dalam beberapa hal masyarakat tidak bisa sepenuhnya menggantungkan penyelesaian
masalah pada aktor-aktor pemerintah saja. Masalah perang beserta isu-isu
kemanusiaan yang menyertainya merupakan tanggungjawab masyarakat dari segala
lapisan maupun profesi. Kesadaran inilah yang memunculkan ide “citizen diplomacy”
atau diplomasi publik[7].Keterlibatan
publik diharapkan mampu membuka jalan bagi negosiasi yang dilakukan oleh pemerintah
terutama dalam memberikan wawasan sesuai dengan bidangnya sehingga diplomasi
menjadi tidak kaku atau fleksibel. Diplomasi publik yang melibatkan berbagai komponen
dalam masyarakat seringkali disebut sebagai diplomasi multijalur (multitrack
diplomacy)[8].
Upaya-upaya
peningkatan peran diplomasi Indonesia di kawasan regional dalam kerangka ASEAN
Socio-Cultural Comunnity harus lebih digalakkan guna mendukung kepentingan nasional
antara lain:
·
Meningkatkan pemahaman masyarakat
tentang manfaat hubungan serta kerjasama luar negeri dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat;
·
Meningkatkan kualitas dukungan
organisasi, sistem manajemen serta kualitas dan profesionalitas para
pelaku/diplomat Indonesia;
·
Perlu ditingkatkan koordinasi antara
Deplu dan instansi-instansi terkait dan kerjasama dengan berbagai komponen
masyarakat, khususnya Lembaga Swadaya Masyarakat;
·
Publik perlu diedukasi supaya menerima
realitas hubungan antar bangsa yang kompleks;
·
Meningkatkan kerjasama di bidang
sosial-budaya, termasuk dalam bidang pendidikan, kesehatan, perlindungan
lingkungan hidup dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba;
·
Meningkatkan interaksi antar masyakarat
(people-to-people) melalui berbagai bentuk kerjasama sosial dan budaya.
·
Penguatan diplomasi multi jalur yang
melibatkan sepuluh unsur (pemerintah, profesionalisme non pemerintah, warga
negara, komunitas ilmiah, aktivisme, agama, pendanaan, informasi dan cyber
diplomasi) untuk berdiplomasi dengan konsep diplomasi total dengan melibatkan
segenap komponen bangsa perlu terus diupayakan dalam rangka menciptakan daya
saing regional.
·
Penguatan dan promosi identitas nasional
lndonesia sebagai negara demokrasi di kawasan regional dan peningkatan peran
diplomasi Indonesia dalam melindungi sumber daya nasional melalui pembangunan
pangkalan data (data base) dengan menggunakan teknologi informasi.
·
Peningkatan perlindungan hukum terhadap
sumber kekayaan alam Indonesia beserta hasil ekspresi budaya nasional serta
meningkatkan perlindungan dan pelayanan kepada Warga Negara Indonesia di
kawasan Asia Tenggara.
·
Percepatan pembentukan dan pendayagunaan
ASEAN People Assembly dengan melibatkan aktor-aktor non-pemerintah di tingkat
nasional.
·
Meningkatkan pendidikan yang
berorientasi pada outward looking baik dalam pendidikan formal maupun
pendidikan informal.
·
Meningkatkan pemahaman masyarakat
tentang manfaat hubungan dan kerjasama luar negeri dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat serta perlunya edukasi publik supaya masyarakat dapat
memahami realitas hubungan antar bangsa yang kompleks.
·
Perlu ditingkatkan koordinasi antara
Deplu dan instansi-instansi terkait dan kerjasama dengan berbagai komponen
masyarakat.
Apabila
dikaitkan dengan akan diberlakukannya ASEAN Community di tahun 2015, lebih
khusus lagi bila mencermati ASCC dengan blueprint nya yang mencakup berbagai elemen
dan rencana aksi seperti telah disebutkan di atas, peluang untuk setiap negara
anggota ASEAN termasuk Indonesia untuk mengembangkan diplomasi multilateral
yang menggunakan multijalur dengan pendekatan yang berbasis pada nilai-nilai
dan budaya negaranya (seringkali disebut sebagai kearifan lokal) semakin besar
mengingat peran kebijakan pemerintah nasional yang didukung oleh kelembagaan
regional yaitu ASEAN dalam melakukan kerjasama fungsional multilateral.
Pengembangan nilai-nilai, norma dan budaya di masing-masing negara yang
diperkuat dengan upaya promosi dan pelestarian warisan budaya, ditambah dengan
upaya perlindungan dari institusi regional yang memiliki berbagai rencana aksi
untuk menciptakan iklim interaksi masyarakat yang sehat, saling menghargai dan pengertian.
PENUTUP
ASEAN
Community akan dilaksanakan tahun 2015 dengan tiga pilar yaitu ASEAN Economic
Community (AEC), ASEAN Security Community (ASC) dan ASEAN SocioCultural Community
(ASCC). Ketiga pilar tersebut saling berkaitan dan ASCC merupakan pilar
pendukung bagi kedua pilar lainnya mengingat ASEAN Community dilaksanakan atas dasar
interaksi seluruh masyarakat di negara anggota ASEAN (people centered) sehingga
masyarakat perlu disiapkan untuk menghadapi dan meminimalkan dampak integrasi
regional tersebut dengan menyiapkan sumber daya manusia yang kompetitif dalam
kerangka hubungan sosial yang harmonis.
ASCC
memiliki blueprint yang dijabarkan dalam serangkaian rencana aksi yang mencakup
kerjasama fungsional untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki rasa ke-kita-an dan
kepedulian serta menciptakan identitas yang berbasis pada keberagaman
nilai-nilai dan budaya masing-masing negara anggota. Untuk mewujudkannya
diperlukan upaya bersama dalam kerangka kerjasama melalui diplomasi
multilateral yang melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk membangun
bersama identitas ASEAN melalui pengembangan dan pelestarian nilai-nilai budaya
masing-masing negara yang sudah tentu diawali penguatan nilainilai budaya
tersebut secara domestik di negara masing-masing. Pendekatan soft power dalam multitrack
diplomacy dapat menjadi pilihan bagi Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya
dalam upaya pengembangan diplomasi berbasis nilai budaya lokal untuk membangun saling
pengertian dan interaksi masyarakat regional ASEAN yang harmonis dalam
mendukung ASEAN Community 2015.
ASEAN
Community dibentuk dengan tujuan untuk lebih mempererat integrasi ASEAN dalam
menghadapi perkembangan konstelasi internasional, baik dalam bidang ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan. Pada pilar ASCC
memuat tema inti (core element) yang terdiri dari Human Development, Social Welfare
and Protection, Social Justice and Right, Ensuring Environmental
Sustainability, Building ASEAN Identity, dan Narrowing the Development Gap.
Namun demikian secara empiris, untuk mewujudkan ASCC, khususnya pada capaian
core Building the ASEAN Identity dirasakan sulit diimplementasikan, karena
latar belakang negara-negara anggota ASEAN memiliki budaya, etnik maupun ras
yang kompleks dengan tingkat kesejahteraan yang berbeda. Tetapi rasa optimisme
harus selalu ada di masing-masing negara anggota ASEAN bahwa suatu saat ASCC
bisa terwujud.
DAFTAR
PUSTAKA
ASEAN Jangan Hanya
Libatkan Pemerintah, Kalangan Swasta dan Media Perlu Dilibatkan,
Kompas, 9 Agustus 2009.
ASEAN
Secretariat, ASEAN Charter. Jakarta: ASEAN Secretariat, 2008.
ASEAN
Secretariat. ASEAN Socio-Cultural
Community Blueprint. Jakarta: ASEAN Secretariat, 2009.
ASEAN.
ASEAN Community. Artikel diakses pada
17 November 2014 dari http://www.asean.org/asean/about-asean/overview
ASEAN.
Overview. Artikel diakses pada 17
November 2014 dari http://www.asean.org/asean/about-asean/overview
Barston,
R. P. Modern Diplomacy. London: Longman, 1989.
Djelantik,
Sukawarsini. Diplomasi Publik dan Peran
Epistemic Commmunity, Buletin Pejambon 6 (2005).
Fulton,
Barry. Reinventing Diplomacy in the
Information Age. Washington DC: CSIS, 1988.
http://komunikasi.unsoed.ac.id/sites/default/files/66.Tundjung-unsoed.pdf diakses pada 1 Desember 2014, pukul 13.17
WIB.
http://pacu.org.ph/wp2/wp-content/uploads/2013/06/PACU_DrWilfredoVillacorta-OPPORTUNITIES-AND-CHALLENGES.pdf diakses pada 28 November pukul 19.15 WIB.
http://ptv.ph/13-asean-corner/673-joint-ministerial-statement-of-the-12th-asean-socio-cultural-community-ascc-council diakses pada 27 November 2014, pukul 16.00
WIB.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/piagam_asean_asean_socio_cultural_community.pdf Diakses pada 1 Desember 2014, pukul 6.30
WIB.
http://ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/8558/pdf diakses pada 1 Desember 2014, pukul 08.15
WIB.
http://www.asean.org/news/item/the-asean-socio-cultural-community-ascc-plan-of-action diakses pada 29 November 2014, pukul 12.15
WIB.
http://www.asean.org/resources/item/mid-term-review-of-the-asean-socio-cultural-community-blueprint-2009-2015 diakses pada 30 November 2014, pukul 14.25
WIB.
http://www.bappenas.go.id/berita-dan-siaran-pers/empat-area-prioritas-kerjasama-asean-socio-cultural-community-tahun-2014/ diakses pada 2 Desember 07.00 WIB.
http://www.bps.go.id/download_file/Asean.pdf diakses pada 1 Desember 2014, pukul 20.15
WIB.
http://www.lemhannas.go.id/portal/images/stories/humas/jurnal/jurnal_internasional2.pdf diakses pada 28 November 2014, pukul 13.15
WIB.
http://www.merriam-webster.com/dictionary/commmunity,
diakses 18 November 2014.
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=7911 diakses pada 29 November 2014, pukul 16.39
WIB.
http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/46-september-2008/331-indonesiasemakinoutward-looking.html
diakses pada 17 November 2014.
Jurnal
Kajian Lemhannas RI. Peran Indonesia
Dalam Mewujudkan ASEAN Socio-Cultural Community
guna Mendukung Ketahanan Nasional. Artikel diakses pada 17 November 2014
dari http://www.lemhannas.go.id/portal/images/stories/humas/jurnal/jurnal_internasional2.pdf
Kementerian
Luar Negeri RI. Kerjasama Fungsional
ASEAN. Artikel diakses pada 17 November 2014 dari http://www.kemlu.go.id/Documents/Kerjasama%20Fungsional%20ASEAN.rtf
Linggarjati,
Tundjung. ASEAN Socio-Cultural Community:
Peluang Bagi Pengembangan Diplomasi Berbasis Kearifan Lokal dalam Seminar
Nasional “Menggagas PencitraanBerbasis Kearifan Lokal” yang diselenggarakan
oleh Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unsoed di Purwokerto, 26 September 2012.
Luhulima,
CPF. Masyarakat Asia Tenggara Menuju
Komunitas ASEAN 2015. Jakarta: P2P LIPI, 2008.
Nye
Jr., Joseph S. Soft Power: The Means to
Success in World Politics. New York: BBS Public Affairs, 2004.
Pramudianto,
Andreas. Diplomasi Lingkungan Teori dan
Fakta. Jakarta: UI-Press, 2008.
World
Economic Forum. The Global
Competitiveness Report 2011–2012. Geneva: World Economic Forum, 2012.
[1]
Kementerian Luar Negeri RI, “Kerjasama Fungsional ASEAN”, artikel
diakses pada 17 November 2014 dari
[2]
ASEAN, “ASEAN Community”, artikel diakses pada 17 November 2014 dari http://www.asean.org/asean/about-asean/overview
[3] “ASEAN Jangan Hanya Libatkan
Pemerintah, Kalangan Swasta dan Media Perlu Dilibatkan,” Kompas, 9
Agustus
2009.
[4] ASEAN Secretariat, ASEAN
Charter, (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2008), h. 3-5.
[5] ASEAN Secretariat, ASEAN
Socio-Cultural Community Blueprint, (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2009), h. 1.
[6] Tundjung Linggarjati, “ASEAN Socio-Cultural
Community: Peluang Bagi Pengembangan Diplomasi Berbasis
Kearifan
Lokal”, h. 907-909.
[7] Sukawarsini Djelantik,
“Diplomasi Publik dan Peran Epistemic Commmunity”, Buletin Pejambon 6 (2005):
h.
8-9.
[8] Andreas Pramudianto, Diplomasi
Lingkungan Teori dan Fakta (Jakarta: UI-Press, 2008), h. 203-204.
1 comments
please see also our video about the Socialization of ASEAN Socio Cultural Community (ASCC) at SMA Muhammadiyah 4 Jakarta.... just need 5 minutes to watch and 1 second to like our video hehehe
BalasHapusour video link: https://www.youtube.com/watch?v=7ql-QRnmnmU
thanks you