Dilema Antara Rating & Tontonan Berkualitas

By Meisarah Marsa, S.Sos - April 14, 2020

Tulisan ini adalah opini yang pernah saya angkat disalahsatu kanal berita online, namun dengan pembaca yang tidak begitu banyak, saya rasa informasi penting ini perlu saya bagikan langsung dari blog saya. Semoga bermanfaat.

Menonton TV menjadi favorit bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Data Badan Pusat Statistik pada tahun 2012 mencatat setidaknya 91,68% masyarakat Indonesia lebih sering menonton TV dari pada membaca atau mendengar radio - bps.go.id (20/8/14).

Kesukaan terhadap menonton TV biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, jenis siaran televisi, jumlah iklan, menarik atau tidaknya film atau sinetron yang ditayangkan, serta penyediaan berita yang update dan informatif. Dan tak jarang juga, keinginan menonton TV merupakan pelepas stress setelah lelah bekerja atau sekedar mencari hiburan dan tren masa kini. Sehingga tak jarang, banyak pertelevisian di Indonesia berupaya untuk meningkatkan jumlah penonton dengan menayangkan berbagai macam program atau siaran yang menarik.

Suasana studio TV One sebagai contoh kinerja dalam mengupayakan program yang menarik - Kumparan.com (14/8/17)
Melihat gambaran umum pertelevisian Indonesia 2017, masing – masing pertelevisian memiliki program unggulan yang menarik. Pada tahun 2017, TV One kuat sebagai TV berita disusul dengan Metro TV, RCTI masih unggul sebagai TV sinetron disusul oleh SCTV dan Trans TV, di samping itu MNCTV kuat sebagai TV kartun, sedangkan Trans7 unggul dalam olahraga dan variety show bersama dengan Net TV, Indosiar masih mengandalkan pencarian bakat dan variety show, sedangkan Global Tv menarik penonton dengan menayangkan ulang telenovela lawas setelah sebelumnya unggul dalam program pencarian bakat “The Voice Kids Indonesia” - duniatv.net (7/1/17).

Meskipun banyak pertelevisian di Indonesia yang berupaya untuk meningkatkan jumlah penonton dengan menayangkan berbagai macam program atau siaran yang menarik, namun terkadang program atau siaran yang ditayangkan lebih bersifat hiburan semata sehingga mengurangi sisi positifnya. Akibatnya, beberapa program televisi pernah mendapat teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) karena dinilai melanggar Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 ataupun Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) – kpi.go.id (17/6/17).

Pelanggaran yang dilakukan biasanya dikarenakan menampilkan kata-kata yang tidak pantas, muatan yang mengandung konten dewasa, dan perilaku tidak layak karena dapat memberikan pengaruh buruk bagi penonton yang berusia di bawah umur.

Ilustrasi - disanguan.com (29/10/15)
Akan tetapi, beberapa program televisi masih mengindahkan teguran dari KPI dengan dalih program tersebut memiliki jumlah penonton yang lebih banyak dari pada program lainnya. Atau dengan kata lain, program atau siaran tersebut memiliki rating yang tinggi. Tingginya rating suatu program tentunya akan dihargai mahal oleh industri. Miris tapi itulah faktanya.

Di sisi lain, terdapat program televisi yang memiliki kulitas konten yang bagus dan mendidik, namun memiliki rating yang rendah. Sehingga program seperti ini harus memiliki usaha lebih untuk menaikkan ratingnya.

Berbicara masalah rating, terdapat 2 (dua) lembaga resmi yang memiliki validitas dalam menilai suatu program televisi.
  1. AC Nielsen
    AC Nielsen merupakan perusahaan multinasional pemberi rating asal Amerika Serikat yang telah berkompeten dalam mengamati pasar termasuk tontonan konsumen di lebih dari 100 negara di dunia. Direktur Eksekutif Media Nielsen Hellen Katherina menjelaskan bahwa pengaruh rating dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah panjang pendeknya durasi program, performa program pesaing, jadwal tayang, siaran dengan momentum tertentu seperti acara sepak bola, Pilkada, debat Capres dan Cawapres, dan kualitas gambar – CNN Indonesia.com (23/9/17).
    Katherina juga menambahkan bahwa program sinetron lebih memiliki rating yang tinggi dibandingkan dengan variety show. Hal ini dikarenakan sinetron dapat mengikat penonton dengan durasi yang lebih lama dan jalan cerita yang berkesinambungan – CNN Indonesia.com (23/9/17). Sehingga tak jarang, beberapa stasiun televisi menghadirkan sinetron berepisode lebih panjang bahkan hingga ribuan. Dan hari ini, beberapa pertelevisian juga mengadopsi sinetron luar negeri seperti dari India, Turki, maupun Korea Selatan.
    Dalam kinerjanya, Nielsen lebih mengutamakan rating atau jumlah penonton. Di mana menurut Nielsen kuantitas penonton menjadi unggulan bagi suatu program televisi. Banyaknya penonton yang menonton suatu program televisi tentunya akan meningkatkan keuntungan pengiklanan. Sehingga tak jarang banyak industri yang membayar mahal pada pertelevisian tertentu dengan mengacu pada hasil penelitian rating oleh perusahaan Nielsen.
  2. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
    Berbeda dengan AC Nielsen yang meneliti berdasarkan kuantitas penonton, KPI justru lebih mengedepankan kualitas suatu program atau siaran televisi. Dalam kinerjanya, KPI lebih bertugas menangani perizinan, industri dan bisnis penyiaran serta memantau isi siaran, pengaduan masyarakat, advokasi dan literasi media – kpi.go.id (17/6/17).
    Meskipun tidak memberikan rating terhadap suatu program televisi, namun KPI memberikan anugerah dan apresiasi terhadap konten – konten yang berkualitas. KPI memiliki “Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi” yang menjadi tolak ukur penilaian suatu program televisi - kpi.go.id (17/6/17).
Ilustrasi - qerja.com (13/9/17)
Selain masalah rating, hal yang tidak kalah penting untuk diketahui adalah untuk menghidupkan suatu program, pertelevisian membutuhkan profit dari program – program yang mereka tayangkan. Dan profit itu didapatkan dari industri yang berani membayar mahal dan menaruh iklan pada pertelevisian yang dinilai sukses membangun suatu program. Sedangkan standar untuk kesuksesan tersebut sayangnya lebih mengacu pada jumlah rating yang ada. Atau dengan kata lain, kuantitas penonton lebih diutamakan.

Jika industri melirik tayangan yang berkuantitas dengan jumlah penonton yang tinggi, maka akan ada dua kemungkinan. Pertama, program tersebut memang berkualitas sehingga memiliki rating yang tinggi. Kedua, program tersebut memiliki kuantitas rating yang tinggi, namun mengesampingkan kualitas. Kesimpulannya, semuanya kembali kepada pilihan tontonan konsumen. Apakah anda akan memilih tayangan - tayangan yang berkuantitas atau justru memilih tayangan yang berkualitas?

  • Share:

You Might Also Like

0 comments