Ideologi Dunia (Marxisme, Sosialisme, Komunisme, Anarkisme, Fasisme, Nasionalisme, dll)
By Meisarah Marsa, S.Sos - April 01, 2013
A. Marxisme,
Sosialisme, dan Komunisme
Baik
ideologi marxisme, sosialisme, maupun komunisme bermula dari revolusi industri.
Revolusi tersebut sangat mempengaruhi keadaan sosial khususnya kaum buruh. Hal
ini menimbulkan reaksi, khususnya dari para cendikiawan seperti Karl Marx
(1818-1883). Dalam pandangannya, Karl Marx ingin mengubah kekacauan sistem
ekonomi maupun sosial menjadi lebih baik. Namun, untuk mewujudkan hal itu
diperlukan cara radikal yang menurut Marx mampu untuk mengubah hal tersebut. Cara
yang dimaksud yaitu mencapai kemajuan dengan melakukan penentangan dan
perubahan secara keseluruhan dari kekacauan yang ada ke arah kemajuan. Cara
radikal tersebut bisa berupa revolusi, kudeta, dll. Pemikiran Marx inilah yang kemudian menjadi
sumber lahirnya ideologi marxisme yang nantinya berkembang menjadi sosialisme
dan komunisme.
Adanya ketidakseimbangan ekonomi antara kaum proletar dan borjuis yang mengakibatkan diskriminasi sosial menjadi subjek dari ideologi Marxisme sendiri. Oleh karenanya, ideologi ini lebih cenderung ke arah perbaikan ekonomi. Dalam pandangan Marx, kaum proletar akan bangkit sendiri. Hal ini dapat terjadi dikarenakan rasa tidak puas kaum proletar terhadap diskriminasi ekonomi yang akhirnya melahirkan pemberontakan. Para kaum proletar bersatu untuk mengambil hak mereka yang dikuasai oleh kaum borjuis. Dengan bersatunya kaum proletar maka hancurlah kekuasaan dan kesewenang-wenangan kaum borjuis. Sehingga dalam pandangannya, Marx berargumen bahwa kapitalisme pada puncak perkembangannya akan mati dan diganti oleh komunisme.
Karl Marx (1818-1883) |
Adanya ketidakseimbangan ekonomi antara kaum proletar dan borjuis yang mengakibatkan diskriminasi sosial menjadi subjek dari ideologi Marxisme sendiri. Oleh karenanya, ideologi ini lebih cenderung ke arah perbaikan ekonomi. Dalam pandangan Marx, kaum proletar akan bangkit sendiri. Hal ini dapat terjadi dikarenakan rasa tidak puas kaum proletar terhadap diskriminasi ekonomi yang akhirnya melahirkan pemberontakan. Para kaum proletar bersatu untuk mengambil hak mereka yang dikuasai oleh kaum borjuis. Dengan bersatunya kaum proletar maka hancurlah kekuasaan dan kesewenang-wenangan kaum borjuis. Sehingga dalam pandangannya, Marx berargumen bahwa kapitalisme pada puncak perkembangannya akan mati dan diganti oleh komunisme.
Seiring
dengan berjalannya waktu, paham dan pemikiran dari para tokoh yang terinspirasi
dengan ajaran Marx mulai mengambil kesimpulan yang berbeda. Seperti Lenin, yang
memandang tidak hanya kaum buruh yang berjasa dalam pengembangan revolusi tapi
juga kaum petani. Ia juga berargumen bahwa kaum proletar membutuhkan pemimpin
yang terdiri atas professional
revolutionaries berupa partai politik untuk dapat mewujudkan revolusi
mereka. Apabila revolusi gagal, maka masa imperialisme akan terus berlanjut
sehingga memperpanjang usia kapitalisme. Sebagai pemimpin revolusi 1917 dan
keberhasilannya dalam menguasai Uni Soviet, Lenin berhasil mewujudkan langkah
awal dari perkembangan pemikiran Marx.
Pada
perkembangan berikutnya, keberadaan Marxisme berkembang dalam bentuk sosialisme
yang bertujuan menciptakan masyarakat sosialis yang sama derjatnya dan
menghilangkan hak individu dan menggantinya dengan hak bersama. Namun berbeda
dengan marxisme, paham ini cenderung memilih perdamaian untuk mencapai suatu
perubahan daripada cara brutal dan radikal baik berupa pemberontakan,
kekerasan, maupun revolusi.
Dalam
aspek sosial dan ekonomi, paham sosialis lebih jelas mengatur hal tersebut. Adil
dalam sosialis berarti membatasi bahkan menghapus hak individu terutama dalam
hal sarana produksi. Dengan mengganti hak milik atas sarana produksi menjadi
milik bersama, maka ketimpangan distribusi kekayaan yang tak terelakkan dari
lembaga pemilikan pribadi di bawah kapitalisme dapat ditiadakan.
Sebagai
pemimpin Uni Soviet, Stalin menonjolkan sikap otoriternya melebihi Lenin. Ia
juga mengganti undang-undang yang lebih mengarah ke masyarakat komunis. Dengan
demikian, transformasi ke arah masyarakat komunis terealisasikan secara resmi.
Dengan terwujudnya masyarakat komunis sebagaimana yang dicita-citakan oleh Marx
maka tidak ada lagi kelas sosial (classess
society), di mana manusia dibebaskan dari keterikatannya kepada hak milik
individu, tidak akan ada lagi eksploitasi, penindasan, serta paksaan dari
kesewenang-wenangan kaum borjuis. Hal ini sesuai dengan konsep yang menjadi
pemikiran Marx bahwa sesuatu yang lama akan digantikan oleh hal yang baru,
kekerasan akan diganti oleh kekerasan juga (force
is the midwife of every old society pregnant with a new one).
Perbedaan utama antara sosialisme dan
komunisme terletak pada sarana yang digunakan untuk mengubah kapitalis menjadi
sosialisme. Paham sosialis berkeyakinan perubahan kapitalisme dapat dilakukan
dengan cara damai dan demokratis. Paham ini juga mengutamakan perjuangan
perbaikan nasib buruh secara bertahap dalam hal keikutsertaan dalam pemerintah
yang belum seluruhnya menganut sistem sosialis. Sedangkan paham komunis
berkeyakinan bahwa perubahan atas sistem kapitalisme harus dicapai dengan
cara-cara revolusi, dan pemerintahan oleh diktator proletariat sangat
diperlukan pada masa transisi. Dalam masa transisi dengan bantuan negara di
bawah diktator proletariat, seluruh hak milik pribadi dihapuskan dan diambil
alih selanjutnya oleh negara. Paham sosialisme banyak diterapkan di negara-negara
Eropa Barat. Sedangkan paham komunis pernah diterapkan di bekas negara Uni
Soviet dan negara-negara Eropa Timur. Kini paham komunis masih diterapkan di
RRC (Republik Rakyat Cina), Vietnam, dan Korea Utara.
Runtuhnya
negara besar Uni Soviet yang menjadi induk komunisme tidak diikutsertai oleh negara-negara
lain yang juga menganut paham komunisme. Hal ini disebabkan karena sebenarnya
paham komunis di negara Uni Soviet berbeda dengan paham komunis di RRC maupun negara lain yang sama-sama
menganut komunis dalam penafsiran mereka terhadap ajaran Marxisme. Contohnya,
Revolusi Oktober di Uni Soviet dimotori oleh kelompok pelopor (vanguard gropu), sedangkan revolusi di
RRC dilakukan dengan cara gerilya bersama para petani.
Dengan
adanya perkembangan pemikiran para ahli dalam mengartikan komunisme, Khrushchev
mencerminkan komunisme sebagai suatu gaya hidup yang berdasarkan pada
nilai-nilai tertentu, diantaranya[1] :
- Gagasan monoisme yang menolak adanya golongan dalam masyarakat karena apabila ada golongan-golongan dalam suatu masyarakat maka dianggap sebagai perpecahan. Dalam hal ini, persatuan dipaksakan dengan keotoriteran dan oposisi ditindas.
- Kekerasan dipandang sebagai alat yang sah dan harus dipakai untuk mencapai komunisme. Keotoriteran harus digunakan baik terhadap musuh maupun pengikut komunisme sendiri.
- Negara merupakan alat untuk mencapai komunisme. Oleh karenanya semua aparatur negara dan alat kenegaraan diabadikan untuk mencapai komunisme. Sehingga, negara ikut andil baik di bidang politik, sosial, maupun budaya. Dengan adanya peran negara dalam berbagai aspek, maka kebebasan masyarakat dalam berinspirasi juga dikekang oleh negara. Hal tersebut dibuktikan dengan pembatasan pers di negara komunis. Yang mana pers di negara komunis hanya menampakkan sisi baik negara komunis.
Untuk
mewujudkan nilai-nilai tersebut diperlukan juga beberapa hal, yaitu:
- Sistem satu partai yang menjadi pelopor kaum buruh untuk membangun masyarakat komunis baik bersifat umum maupun kenegaraan.
- Secara formal, komunis tidak begitu mementingkan ajaran trias politika. Karena, wewenang yang sebenarnya dipegang oleh partai komunis.
- Adanya pemilihan umum yang bersifat rahasia dan tidak ada kemerdekaan politik di dalamnya. Selain itu, pencalonan didasarkan atas sistem calon tunggal untuk setiap kursi, setiap calon harus diteteapkan oleh partai komunis. Pemilihan umum bukan berarti penunjukkan kepengurusan yang baru, akan tetapi untuk memperlihatkan kepedulian dan keikutsertaan rakyat dalam mendukung pemerintahan komunis.
Namun,
karena kegagalan ekonomi, peran kekuatan oposisi, kompetisi dengan negara
barat, jangkauan wilayah yang cukup luas, koreksi pada ajaran Marxisme, adanya
krisis legitimasi, perkembangan revolusi, reaksi terhadap modernisasi, dan
beberapa hal lainnya yang menyebabkan perubahan-perubahan drastis dalam sistem
komunisme. Oleh karena banyaknya problematika yang tak terbendung, maka keruntuhan
ideologi besar ini tak dapat terelakkan.
B. Anarkisme
Selain paham
Marxisme, sosialisme, dan komunisme, anarkisme yang juga menjadikan ajaran Marx
sebagai titik tolak mempunyai pemahaman yang berbeda. Untuk mencipatakan sistem
yang terbebas dari ketimpangan ekonomi, perpecahan politik, dan diskriminasi sosial,
paham anarkisme menghapus aturan-aturan yang mengikat pengikutnya. Para
penganut anarkisme ingin menciptakan sistem yang bebas dari monopoli kekuasaan
dan menciptakan perdamaian dan kebebasan yang tidak terikat dengan peraturan
dan hukum yang dibuat oleh negara. Dapat dikatakan bahwa, anarkisme merupakan sistem
sosialis yang tidak ada keterikatan pemerintahan di dalamnya.
Ilustrasi anarkisme |
Dalam anarkisme
sendiri terdapat pandangan yang bebeda dalam mengartikan anarkisme, diantaranya:
1.
Anarkisme kolektif
Doktrin utamanya adalah
penghapusan semua hal yang ada hubungannya dengan negara dan hak milik pribadi
terhadap sarana produksi dan menolak hak milik kolektif oleh kelompok tertentu.
Dalam proses produksi, para buruh harus dibayar sesuai dengan kualitas dan
kuantitas kerja mereka dan sesuai dengan waktu, bukan berdasarkan keinginan
dari orang yang mempekerjakan mereka.
2.
Anarkisme komunis
Dalam paham anarkisme komunis,
semua individu bebas untuk mendapatkan hak milik atas sarana produksi sesuai
dengan kebutuhannya. Menurut paham ini, semua manusia baik individu maupun kelompok berhak untuk bekerjasama
dalam produksi dan berhak memenuhi kebutuhannya
berdasarkan keinginan mereka sendiri.
3.
Anarkis sindikalisme
Secara umum, prinsip yang
digunakan adalah solidaritas pekerja (Workers
Solidarity), aksi langsung (direct action), dan manajemen mandiri buruh (Workers self-management)[2].
4.
Anarkisme individualisme
Paham ini cenderung pada aspek
kebebasan individu. Paham ini sedikit banyak juga dipengaruhi oleh liberalisme,
sehingga selain anarkisme individualisme juga dikenal sabagai anarkisme
liberal.
Namun,
dikarenakan ajaran ini menekankan bahwa setiap manusia pada dasarnya baik
sehingga, suatu sistem kehidupan dapat terlaksana dengan baik tanpa harus ada
kekerasan, penindasan, dan otoriter. Oleh karenanya, keinginan tersebut tidak
dapat terwujud. Karena tidak ada manusia yang sempurna dan setiap sesuatu yang
positif pasti ada negatifnya dalam diri manusia.
C. Fasisme
Meskipun
fasisme tidak jauh berbeda dengan komunisme. Namun, ia tidak memiliki
pernyataan otoritatif seperti prinsip yang dimiliki komunisme. Apalagi, tidak
ada negara saat ini yang mengarah pada konspirasi dunia fasis. Selama rezim
nazi (1933-1945), Jerman adalah yang paling kuat dari negara-negara fasis. Dan
dunia fasisme sebagian besar diarahkan, dibiayai, dan dihasilkan oleh pola
pikir dan kekayaan Jerman. Sejak kekalahan fasis (Jerman, Italia, Jepang) di
Perang Dunia II, belum ada gambaran negara fasis yang lebih besar dari itu.
Unsur-unsur utama dari pandangan fasis:
ilustrasi fasisme |
- Ketidakpercayaan pada selain fasis dan hanya menganggap bahwa pemimpinlah yang benar.
- Penolakan terhadap kesetaraan dasar manusia
- Kode perilaku yang didasarkan pada kebohongan dan kekerasan
- Pemerintahan oleh elit
- Totaliterisme
- Rasialisme dan imperialism
- Oposisi terhadap hukum internasional dan ketertiban
Apabila diteliti lebih lanjut, fasisme lebih
menyerupai gaya politik daripada suatu ideologi. Gagasan ini juga merupakan
tipe nasionalisme dengan simbol kepemimpinan yang kuat, identitas kolektif
tunggal yang mampu untuk berperang dan mampu untuk memimpin bangsa. Hal ini
dapat dicapai dengan adanya seorang pemimpin yang kuat sebagai simbol kebesaran
negara yang didukung oleh massa rakyat. Dukungan massa yang fanatik tersebut
tercipta dari doktrin, slogan-slogan, dan simbol yang ditanamkan sang pemimpin besar.
D. Nasionalisme
Nasionalisme adalah suatu ideologi yang
meletakkan bangsa di pusat masalahnya dan berupaya meninggikan derajat bangsa.
Sasaran umum nasionalisme yaitu otonomi nasional, kesatuan nasional, dan
identitas nasional. Dapat disimpulakn bahwa nasionalisme merupakan suatu
gerakan ideologi untuk mencapai dan mempertahankan otonomi, kesatuan, dan
identitas bagi suatu populasi yang anggotanya bertekad untuk membentuk suatu
bangsa yang berpotensi[3].
Doktrin nasionalisme dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Dunia di bagi menjadi bangsa-bangsa, masing-masing dengan karakter, sejarah, dan takdir tersendiri
- Bangsa adalah satu-satunya sumber kekuasaan politik
- Kesetiaan kepada bangsa mengalahkan semua kesetiaan lain
- Agar menjadi bebas, setiap individu harus menjadi bagian dari suatu bangsa
- Setiap bangsa menuntut ekspresi diri dan otonom seutuhnya
- Perdamaian dan keadilan global menuntut adanya suatu dunia yang terdiri dari bangsa-bangsa otonom.
Pasca terjadinya Perang Dunia II, nasionalisme
mulai meredup. Hal ini disebabkan karena kebencian terhadap barbarisme Nazi,
besarnya biaya dan kemustahilan untuk mengobarkan perang total, kebutuhan yang
timbul untuk mempekerjakan ribuan etnik heterogen sebagai pegawai dan tentara,
pertumbuhan perusahaan transnasional raksasa, komunikasi massa, serta munculnya
blok-blok militer multilateral, semuanya telah melemahkan otonomi dan kekuatan negara
nasional.
Mulanya sejumlah nasionalisme menjadi sebab
akibat lahirnya dua perang dunia. Tapi, dari perang itulah memicu lahirnya
berbagai nasionalisem baru. Maka dapat dikatakan bahwa nasionalisme mempunyai
kapasitas untuk berkembang di setiap benua dan di bawah rezim apapun. Oleh
karena itu, selama masih ada bangsa dengan sejarah dan karakteristiknya, maka
selama itu pula nasionalisme tetap ada. Begitu juga dengan identitas nasional
yang akan menjadi salah satu landasan dasar bagi tatanan dunia
kontemporer.
Daftar Pustaka
Budiardjo,
Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2008.
Ebenstein. Today's Isms Communism, Fascism, Socialism, Capitalism.
USA: prentice-hall, 1965.
Smith, Anthony D. Nasionalisme Teori, Ideologi, Sejarah.
Jakarta: erlangga, 2003.
Surbakti, ramlan. Memahami Ilmu Politik. jakarta:
Grasindo, 1999.
7 comments
wah keren banget, unyu-unyu blognya. Bermanfaat lagi, bukan hanya lucu...Terima kasih ya Marsha atas ilmunya....
BalasHapusy mbak.. sama2 :) semoga bermanfaat yach
BalasHapussuka sekali dgn blognya...
BalasHapussering2 share yg begini....
Siap, terimakasih sudah membaca :)
Hapusbuku rekomendasi buat fasisme apa ya kak ?
BalasHapusmohon bantuan infonya
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTulisannya sangat menginspirasi untuk penulisan khutbah jumat bahaya laten komunis
BalasHapus