STRATEGI CHINA DALAM MERESPON DOMINASI AS TERHADAP TRANS-PACIFIC PARTNERSHIP (TPP)
By Meisarah Marsa, S.Sos - September 26, 2015
Trans-Pacific
Partnership (TPP) merupakan perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) yang
direalisasikan secara multilateral dengan tujuan liberalisasi ekonomi di
kawasan Asia Pasifik[1].
Perjanjian ini awalnya ditandatangani pada 3 Juni 2005 oleh empat negara yaitu
Brunei, Singapura, Chili, dan Selandia Baru[2].
Dan pada tahun 2008, TPP kemudian mendapat tambahan lima negara anggota yaitu Australia,
Malaysia, Peru, Amerika Serikat, dan Vietnam[3].
Hingga 2013 lalu, TPP diikuti oleh 12 negara dengan tambahan Mexico, Kanada dan
Jepang[4].
Keikutsertaan AS dalam TPP secara resmi direalisasikan
oleh administrasi Obama pada tahun 2009[5].
Di mana Presiden Obama menyatakan dukungan yang kuat untuk menciptakan blok
perdagangan baru di kawasan Asia Pasifik. Pemerintahan AS pun menyambut
antusias tersebut dengan menggalakkan kebijakan “pivot to Asia”[6].
Obama bahkan mempertegas kebijakan ekonomi di Asia dalam pidatonya pada Januari
2015 [7]:
“21st century
businesses, including small businesses, need to sell more American products
overseas. Today, our business export more than ever, and exporters tend to pay
their workers higher wages. But as we speak, China wants to wrote the rules for the world’s fastest growing
region. That would put our workers and businesses at a disadvantage. Why would
we let that happen? We should write those rules.
We should level the playing field. That’s why I’m asking both parties to give
me trade promotion authority to protect American workers, with strong new trade deals from Asia to Europe
that aren’t just free, but fair.”
Pidato tersebut sedikit banyak mencerminkan kebijakan AS
terhadap China terutama di kawasan Asia Pasifik. New trade deals dalam pidato Obama mengindikasikan TPP sebagai
salah satu perjanjian perdagangan multilateral baru AS di kawasan Asia Pasifik[8].
TPP dapat menjadi instrumen AS dalam upaya dominasi di kawasan Asia Pasifik
terutama dalam mencounter pengaruh China. Selain itu, sebagai negara hegemon AS
dapat memainkan peran dalam menetapkan aturan dan prinsip kerjasama TPP.
Sehingga sangat memungkinkan bagi AS untuk menjadi pemain utama dengan
memanfaatkan ketiadaan China dalam TPP.
Tujuan
Tema ini menarik untuk
dikaji dikarenakan dua hal. Pertama, AS
sebagai aktor hegemon mulai khawatir dengan pertumbuhan China dan mencoba untuk
mencounter pengaruh China di kawasan Asia Pasifik melalui upaya dominasi AS di
TPP. Kedua, China melihat upaya counterbalance oleh AS di kawasan Asia
Pasifik dan mulai merealisasikan strategi tandingan. Fokus pembahasan dalam
tulisan ini adalah :
•
Mengkalkulasikan
pengaruh dominasi AS di TPP
•
Mengevaluasi
strategi yang dilakukan oleh China sebagai upaya counterbalance atas
pengaruh AS di TPP
Pertanyaan penelitian
Pertanyaan penelitian atas permasalahan di atas adalah :
•
Bagaimana strategi
China dalam mempertahankan pertumbuhan
ekonominya di balik upaya dominasi AS melalui TPP?
Kerangka teori
Teori yang akan digunakan sebagai pisau analisa adalah
teori realisme dengan konsep analisa national
interest, balance of power, dan state as rational actor. Konsep analisa
dengan menggunakan teori realis sangat membantu dalam menjelaskan respon China
dan strategi China dalam mempertahankan pertumbuhan ekonominya di balik upaya
dominasi AS melalui TPP. Di mana realisme menurut Holsti, dapat menjelaskan
strategi umum politik luar negeri suatu negara yang dihubungkan dengan sifat
dari keadaan domestik dan kebutuhan ekonomi sehingga ancaman eksternal terhadap
nilai-nilai dan kepentingan suatu negara akan sangat menentukan orientasi
kebijakan luar negeri negara tersebut.[9]
Asumsi dasar realis lainnya adalah suatu negara akan
selalu berupaya untuk survive di dunia internasional yang tidak ingin diambil
keuntungannya dan selalu berupaya terus menerus untuk mendapatkan power. Dalam hal ini akan mengacu pada
negara-negara great power (China-AS).
Hubungan internasional dipahami oleh realis salah satunya adalah sebagai bentuk
persaingan antara negara-negara great
power untuk berupaya menancapkan pengaruh (upaya dominasi) terhadap dunia
internasional[10].
Untuk mendukung teori ini, digunkanlah konsep balance of power dalam menganalisa strategi China sebagai upaya counterbalance dominasi AS.
Schelling dalam tulisannya mengungkapkan bahwa sebagai
aktor yang rasional, negara akan berupaya menyediakan sarana strategis yang
diaplikasikan melalui upaya diplomasi dan kebijakan luar negeri sebagai
instrumen rasional.[11]
Strategi yang diupayakan oleh pemerintah China tentunya merupakan hasil
pertimbangan negara sebaga aktor rasional. Dengan mempertimbangkan cost dan benefit yang ada, pemerintah China dapat menyusun strategi yang
baik.
Tentunya strategi yang merupakan politik luar negeri
China tersebut dilandasi dengan kepentingan nasional China. Yang dalam tulisan
ini akan lebih didominasi oleh kepentingan ekonomi dan politik. Dengan analisa
menggunakan teori realis dan konsep national
interest, balance of power, dan state as rational actor akan sangat
membantu dalam menganalisa strategi
China dalam mempertahankan pertumbuhan
ekonominya di balik upaya dominasi AS melalui TPP.
Analisis strategi
China
dalam merespon dominasi AS
terhadap Trans-Pacific
Partnership (TPP)
A. Pengaruh dominasi AS terhadap TPP
Kebijakan AS pivot
to Asia telah membawa pengaruh yang signifikan di kawasan Asia Pasifik. Hal
ini ditnjukkan dengan keikutsertaan AS dalam Regional Trade Agreement (RTA) di kawasan Asia Pasifik yang dikenal
sebagai TPP. Sejak administrasi Obama menyatakan keikutsertaan AS dalam TPP,
maka sejak saat itu telah terjadi beberapa perubahan dalam TPP. Pertama, telah terjadi perubahan
terhadap aturan TPP. Berdasarkan laporan Congressional
Research Service (CRS) bahwa pada putaran negosiasi TPP ke-17 dan 18 yang
dilangsungkan pada bulan Mei dan Juli 2013, negosiator AS menginisiasi
perjanjian TPP secara lebih komprehensif dengan standar tinggi dalam
meliberalisasi perdagangan dan membangun suatu komitmen dengan aturan yang
menyerupai WTO[12].
Negosiasi TPP kemudian menghadirkan kontroversi atas aturan yang mencakup hak
kekayaan intelektual, koherensi regulasi, standar lingkungan, tenaga kerja, dan
perusahaan milik negara karena realisasi atas aturan tersebut akan berdampak
pada restrukturisasi ekonomi[13].
AS bahkan merahasiakan beberapa aturan TPP sebagaimana
yang disampaikan oleh Julian Assange, editor Wikileaks yang menyatakan bahwa
TPP telah mengembangkan pengadilan supranasional secara rahasia yang
memungkinkan perusahaan multinasional untuk menuntut negara[14].
Kontroversi ini semakin jelas setelah salah satu dokumen yang berisikan bab
mengenai ketentuan baru terhadap Investor
State Dispute Settlement (ISDS) bocor di media sosial[15].
Kedua, penambahan anggota baru
seperti Mexico, Kanada, dan Jepang dalam TPP. Hal ini juga menjadi sorotan
China dalam mempertimbangkan kerjasama TPP terutama dengan kehadiran Jepang
sebagai negara anggota TPP. Masuknya Jepang menjadi negara anggota TPP tidak
hanya sebatas keinginan Jepang untuk meningkatkan perekonomiannya. Secara
kronologis, Jepang masuk sebagai anggota TPP pada tahun 2013 setelah mendapat
undangan dari AS untuk bergabung dalam negosiasi TPP, dan pada tahun yang sama
Jepang sedang menghadapi konflik sengketa wilayah dengan China di Laut China
Timur[16].
Hal ini menunjukkan bahwa AS mencoba menarik masuk negara-negara sekutunya
seperti Jepang untuk memperkuat posisi AS dalam TPP.
Perubahan yang terjadi dalam TPP setelah keikutsertaan AS
pada 2009 secara jelas menggambarkan upaya dominasi AS dalam mempengaruhi pola
perekonomian di wilayah Asia Pasifik. Dengan melibatkan 11 negara anggota yang
beberapa di antaranya merupakan negara sekutu AS dan dengan rancangan aturan
perdagangan baru yang dapat menguntungkan AS. Di mana AS memiliki kepentingan
geopolitik dan ingin mengcounter kebangkitan China di Asia Timur dengan
mengurangi ketergantungan ekonomi negara – negara Asia Pasifik terhadap China[17].
B.
Respon China
trehadap pengaruh AS di TPP
Sebagai negara besar di kawasan Asia yang memiliki
kedekatan geografis dengan wilayah Pasifik menjadikan China sebagai trading partner yang seharusnya
mengambil bagian dalam TPP. Namun, hingga saat ini China masih belum memutuskan
untuk bergabung dengan TPP[18].
Berbagai spekulasi pun muncul seiring dengan kehadiran AS dalam perekonomian
Asia Pasifik. Para analis dari China menilai bahwa AS memiliki kepentingan
geopolitik dan ingin mengcounter kebangkitan China di Asia Timur dengan
mengurangi ketergantungan ekonomi negara – negara Asia Pasifik terhadap China.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Li Xiangyang, Direktur Institut Studi Asia
Pasifik bahwa TPP merupakan komponen penting dari strategi AS “Returning to Asia” yang meliputi
kebijakan ekonomi dan geopolitik yang dirancang untuk menyeimbangi kekuatan
China di Asia Pasifik[19].
Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa TPP merupakan
perjanjian perdagangan terbesar yang melibatkan 40% GDP dunia[20].
Perjanjian multilateral ini tentunya memiliki potensi keuntungan bagi negara
anggotanya. Bahkan para analis China juga tidak menutup mata dari potensi
ekonomi TPP. Berdasarkan data dari China’s
Economic Research of Beijing University mengkalkulasikan secara ekonomi
bahwa jika China melakukan kerjasama dengan TPP secara bilateral dapat
menghasilkan 330.000 lapangan pekerjaan setia tahunnya[21].
Namun, potensi yang dapat diperoleh China masih dipertimbangkan dengan berbagai
dampak negatif yang dapat ditimbulkan jika China bergabung dalam TPP.
Dampak negatif tersebut salah satunya yaitu dengan
berpindahnya fokus ekonomi negara-negara kawasan Asia Tenggara dan Pasifik dan
beralih ke AS sebagaimana yang disampaikan oleh Shen Minghui, seorang peneliti di Akademi Ilmu Sosial China
(CASS)[22].
Shen mencatat bahwa pelaksanaan TPP akan menarik negara-negara ASEAN dan sekutu
AS lainnya di Asia Timur untuk mengadopsi kebijakan ekonomi yang condong ke
arah AS. Hal ini tentunya akan menjauhkan China dari fokus negara-negara di
kawasan sehingga dapat menjadi ancaman strategis yang tidak dapat dipandang
sebelah mata. Dalam upaya China mengembangkan produksi low-end atau barang manufaktur, China secara tidak langsung akan
memiliki kompetisi dengan Vietnam dan Malaysia jika mengikuti TPP[23].
Namun, volume perdagangan keduanya lebih kecil daripada China. Sehingga,
kalaupun dampak negatif perdagangan terjadi maka tidak akan memiliki efek besar,
berbeda dengan China yang mungkin akan mendapat kerugian yang lebih besar[24].
Upaya AS dalam mendominasi TPP menuai respon dari China.
Menurut analisa realis, respon China akan dilandasai dengan beberapa faktor
antara lain : economic interest, balance of power, dan state as rational actor. Jika dilihat
berdasarkan economic interest sebagai
kepentingan nasional China yang paling signifikan terhadap TPP, maka gambaran
kerugian China yang lebih besar kerugiannya menjadi sangat relevan dalam hal
ini. Di mana AS mencoba mengurangi ketergantungan ekonomi negara – negara Asia Pasifik terhadap
China dengan mrekonstruksi
aturan TPP. Selain itu, konsep BoP (balance of power) menjadi dinamika
penting yang turut berkontribusi terhadap respon China. China sebagai kekuatan
baru yang mulai menyaingi AS mendapat tantangan geopolitik dari AS di kawasan
Asia Pasifik melalui TPP. Kehadiran AS dinilai sebagai ancaman yang akan
mempengaruhi geopolitik China dalam mengembangkan kekuatan hegemon di kawasan. Sehingga,
China berupaya untuk mengcounter upaya dominasi AS di Asia Pasifik.
Sebagai aktor yang rasional, China dengan sangat
hati-hati mempertimbangkan cost dan benefit terhadap TPP. Pada akhir Mei
2013 menjelang KTT APEC, Menteri Perdagangan China mengumumkan akan
mempertimbangkan partisipasi China dalam negosiasi TPP[25]. Melalui pernyataan tersebut secara tidak
langsung menyatakan bahwa China dengan sangat hati – hati mempertimbangkan
kebijakannya untuk bergabung dalam TPP. Matthew Goodman, Former White House Coordinator for
Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) dan the
East Asia Summit (EAS) menilai dengan cermat bahwa AS akan terbuka terhadap China dalam sistem
perdagangan regional TPP karena AS akan lebih menginginkan integrasi tersebut
daripada menghindari China[26].
Goodman mempertegas bahwa AS tidak akan mampu menghambat pertumbuhan China
namun AS dapat menyusun strategi untuk membatasi pergerakan China dalam jangka
panjang.
Kebijakan
China untuk mempertimbangkan lebih lanjut mengenai TPP merupakan kebijakan yang
sangat rasional. Sebagai negara dengan kekuatan ekonomi ke-2 di dunia, China
harus mengambil strategi yang menguntungkan yang tidak membatasi pertumbuhan
China. Karena tidak dapat dipungkiri, pertumbuhan China menjadi kekhawatiran
bagi AS sehingga AS mengupayakan agar China terintegrasi dalam sistem
perdagangan dengan aturan yang telah dirancang AS sebagai counterbalance terhadap China. Dan hingga sekrang, China masih belum
menyetujui untuk ikut serta dalam TPP[27].
C.
Strategi
China sebagai upaya counterbalance atas pengaruh AS di TPP
Konsep balance of
power yang menjadi salah satu konsep dalam realis sangat berpengaruh dalam
respon China terhadap TPP. Kekuatan AS yang telah mendominasi TPP dapat menjadi
ancaman yang dikhawatirkan akan menghasilkan kerugian bagi China. Oleh karena
itu, pemerintah China mencoba untuk mencari strategi yang menguntungkan bagi
China. Di mana strategi tersebut diupayakan dapat menyeimbangkan pengaruh
pertumbuhan ekonomi sekaligus
dominasi kekuatan AS di Asia Timur dan Pasifik[28].
Beberapa strategi yang dapat menguntungkan China antara lain :
1.
Mendorong pengambangan FTA
Free Trade Agreement atau yang juga dikenal
dengan FTA merupakan suatu bentuk perjanjian perdagangan bebas antar satu
negara dengan negara lain[29].
Kebijakan FTA mulai berkembang secara pesat dalam upaya mendorong liberalisasi
ekonomi. Pidato Li Wei, Presiden Pusat Penelitian Dewan Negara Pembangunan China pada Asian
Financial Forum telah menjadi suatu daya tarik dalam mengupayakan
keberpihakan kepada China[30].
Di mana dalam pidatonya tersebut, Li Wei menyatakan bahwa tetangga dekat lebih
baik dari kerabat jauh. Li secara tidak langsung memberikan jaminan bahwa
negara yang memiliki posisi geografis yang dekat akan lebih menguntungkan, di mana
negara dengan posisi dekat yang dimaksud adalah China. Melalui China sebagai negara
dengan perkembangan ekonomi yang hampir menyamai AS dan memiliki kedekatan
geografis dengan Asia menjadikan China sebagai jaminan penting dalam stabilitas
ekonomi dan pembangunan di Asia. Sehingga dengan kata lain, pernyataan dari Li
Wei seakan menyuarakan bahwa bekerjasama dengan negara yang dekat akan lebih menguntungkan
daripada bekerjasama dengan negara yang jauh (AS).
Pernyataan tersebut menjadi salah satu indikator yang
jelas dalam melihat upaya China yang aktif menggalakkan pembentukan FTA baru
dalam upaya menyeimbangkan
agenda TPP yang didorong oleh AS. Pada taun 2012, China telah menandatangani
FTA secara bilateral dengan beberapa negara di antaranya Hong Kong, Macau,
Taiwan, Pakistan, Chili, Selandia Baru, Singapura, Peru, dan Kosta Rika[31].
China juga melakukan penandatanganan FTA secara regional atau yang juga dikenal
dengan Regional Trade Agreement (RTA)
dengan ASEAN[32]. Dan pada tahun 2015, China kembali
menandatangani FTA dengan Australia[33].
Dari sekian banyak strategi FTA yang dikembangkan oleh
Cina, beberapa FTA yang dinilai potensial adalah The
China-Japan-Korea Free Trade Agreement, The China-Korea Free Trade Agreement, The China Australia Free Trade Agreement dan The Regional Comprehensive Economic Partnership. Ketiga FTA tersebut lebih potensial dalam upaya counter balance dominasi AS di kawasan
Asia Pasifik.
1.
The China-Japan-Korea Free Trade Agreement
The China-Japan-Korea Free Trade Agreement merupakan salah satu FTA yang
digagas oleh China. Sejak
dimulai pada 2012 lalu, kerjasama trilateral ini telah mengalami tujuh kali
tahap negosiasi[34]. Dalam setiap negosiasi, China dapat mengambil
kesempatan untuk menyesuaikan kesepakatan yang ada dengan kepentingan ekonomi
China. Ditambah lagi dengan keterikatan tiga negara utama di Asia Timur ini
dapat mengarah pada interdependensi. Dengan kata lain, China akan mendapatkan
keuntungan melalui interdepensi ini.
Meskipun latar belakang sejarah ketiganya masih sangat kental, namun
perubahan geopolitik dan kepentingan yang ada telah mempengaruhi hubungan
ketiganya. Sehingga dengan melihat perjalanan kerjasama trilateral ini maka
dapat disimpulkan bahwa ketiganya bersedia untuk mengesampingkan perbedaan politik
yang ada. FTA trilateral ini dapat menghasilkan insentif yang besar melalui
perbandingan comparative yang ada. Di mana China akan memiliki potensi dalam mengekspor
produk manufaktur sedangkan Jepang dan Korea memiliki potensi di bidang
teknologi.
Kerjasama trilateral ini diprediksi dapat membawa insentif besar. Di
mana tingkat PDB ketiganya mewakili 20% dari total PDB dunia[35].
Dan di bidang impor dan ekspor ketiganya mencapai 17,5% dari jumlah transaksi
perdagangan global[36].
Menurut laporan WTO, total perdagangan ketiganya mencapai US$ 103 milyar pada
tahun 2013[37]. Besarnya insentif yang diprediksikan maka akan
menjadikan hubungan ketiga negara tersebut menjadi lebih dekat. Kedekatan
inilah yang merupakan ambisi China dalam meyakinkan negara-negara kawasan untuk
memilih bekerjasama dengan China daripada AS.
Meskipun Jepang memutuskan untuk ikut TPP. Namun dalam hal ini, China
mencoba mengurangi dominasi AS terhadap Jepang dengan melibatkan Jepang dalam The China-Japan-Korea Free Trade Agreement. Di samping itu,
China dapat meningkatkan volume perdagangan intra-kawasan sekaligus memperluas
penggunaan renminbi[38]. Penguatan
renminbi dapat mengurangi ketergantungan China pada dolar AS. Sehingga,
peningkatan volume perdagangan dengan Korea dan Jepang dapat menjadi solusi
dalam upaya counterbalance dominasi AS
sekaligus mengurangi ketergantungan China pada dolar AS.
Upaya counterbalance TPP melalui
kerjasama trilateral ini setidaknya dapat menghasilkan insentif bagi China.
Sebelum dilakukan kerjasama trilateral, perdagangan China Jepang telah
menyumbang 9% dan perdagangan China Korea telah menyumbang 6% dari total
perdagangan [39].
Sehingga akan lebih menguintungkan jika China nantinya dapat menjamin
keberhasilan kerjasama trilateral ini.
2.
The China-Korea Free Trade Agreement
FTA ini mulai direalisasikan pada tahun 2012 dengan memulai tahap
negosiasi pertama di Seoul pada tahun 2013[40].
Setalah tiga tahun dalam tahap negosiasi maka pada 1 Juni 2015 lalu, perjanjian
perdagangan bilateral ini kemudian ditanda tangani[41].
Penandatanganan tersebut dilakukan oleh Menteri Perdagangan China Gao Hucheng dan Menteri
Perdagangan Korea Selatan Yoon Sang-Jick. Penandatanganan kerjasama bilateral ini
mendapat dukungan dari Presiden Xi Jinping dan Park Geun Hye.
Terjalinnya kerjasama perdagangan bebas antara Korea dan China dapat
dinilai sebagai salah satu strategi China dalam mengcounter pengaruh
dominasi AS di kawasan. Meskipun Korea Selatan tidak menjadi anggota TPP, namun
tentunya akan ada kemungkinan jika Korea Selatan berubah haluan ke TPP. Ditambah
lagi, hubungan Korea Selatan dan AS yang semakin terbangun melalui kerjasama
keamanan. Oleh karena itu, China harus mempercepat kerjasama perdagangan yang
memberikan keuntungan besar.
Kementerian Perdagangan Korea memperkirakan kerjasama The China-Korea Free Trade Agreement akan dapat meningkatkan perdagangan China
dan Korea menjadi lebih dari US$ 300 milyar tiap tahunnya[42]. Setelah
dilakukan penandatanganan pada Juni 2015 lalu, pelaksanaan perdagangan bebas
ini kemudian mulai diberlakukan pada akhir 2015 nanti.
Korea menjadi negara yang belum terpengaruh
pada TPP. Sehingga, untuk memanfaatkan situasi tersebut China perlu melakukan
pendekatan yang lebih komprehensif terutama dalam upaya peningkatan hubungan
China dan Korea melalui perjanjian perdagangan bebas ini. Sehingga, kemungkinan
Korea Selatan untuk ikut menjadi anggota TPP dapat dicegah. Karena di samping
dilakukan kerjasama perdagangan bebas secara bilateral, hubungan China dan
Korea juga direalisasikan dalam hubungan trilateral dan regional.
3.
The China Australia Free Trade Agreement
Setelah melalui upaya negosiasi yang panjang, China dan Australia
akhirnya menandatangani perjanjian perdagangan bebas. Penandatanganan tersebut
telah dilakukan pada 17 Juni 2015 lalu di Canberra oleh Menteri Australia untuk
Perdagangan dan Investasi Andrew Robb AO MP bersama Menteri Perdagangan China
Gao Hucheng[43].
Penandatanganan perjanjian perdagangan bebas ini disaksikan langsung
oleh Perdana Menteri Australia Tony Abbott[44].
Peristiwa ini tentunya dapat menjadi awal baru kedekatan hubungan Australia dan
China. Saat ini kedua negara sedang melalui tahap ratifikasi perjanjian
perdagangan.
Australia merupakan salah satu negara yang tergabung dalam TPP.
Australia juga merupakan anggota dari RCEP. Keikutsertaan Australia dalam RCEP
tentunya menjadi sebuah sisi positif di balik sisi negatif keikutertaan
Australia pada TPP. Untuk itu, China dapat memanfaatkan situasi tersebut untuk
menjalin kedekatan dengan Australia. Setidaknya, China dapat mengambil
keuntungan melalui kerjasama bilateral dengan Australia. China harus mampu
meyakinkan Australia melalui perjanjian perdagangan baik secara bilateral (FTA)
maupun secara regional (RCEP). Dengan demikian, Australia dapat
mempertimbangkan kerjasama dengan China daripada dengan AS di TPP.
Benefit yang dapat diperoleh China melalui perjanjian perdagangan bebas
dengan Australia salah satunya adalah menambah lapangan kerja bagi para pekerja
China. Berdasarkan pernyataan dari the Australian Fair Trade and Investment
Network bahwa Cina dapat membawa warga negaranya untuk bekerja di Australia[45].
Hal ini tentunya dapat memberikan dampak positif bagi China. Tentunya jika
China dapat merealisasikan perdagangan yang baik dengan Australia, Australia
akan tetap mempertahankan kelanjutan perdagangan dengan China meskipun di sisi
lain Australia juga melakukan perdagangan dengan AS dalam TPP.
4.
The Regional Comprehensive Economic
Partnership
The Regional Comprehensive Economic
Partnership merupakan salah satu strategi China sebagai upaya counterbalance atas dominasi AS. RCEP merupakan Regional Trade Agreement (RTA) yang menyerupai TPP. RCEP
merupakan RTA yang digagas oleh ASEAN pada tahun 2011[46].
Negara –negara ASEAN kemudian mengundang Negara ASEAN + untuk turut bergabung.
Pembentukan RTA baru ini tentunya menjadi angin segar bagi China setelah
meluasnya pengaruh AS di TPP.
Kemitraan dalam RCEP ditujukan untuk
mempromosikan integrasi
ekonomi regional yang lebih besar dan progresif serta menghilangkan hambatan
tarif dan non-tarif[47].
Hingga kini, anggota RCEP terdiri atas 16 negara yaitu 10 negara anggota ASEAN
(Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, Laos, Myanmar, Vietnam, Kamboja,
Singapura, dan Thailand) ditambah dengan 6 negara di luar ASEAN yaitu China,
Korea Selatan, Jepang, Australia, Selandia Baru, dan India[48].
Dalam proses negosiasi yang masih berlangsung, China berperan sebagai
negara kunci yang mengupayakan percepatan proses negosiasi. Dalam memberikan
dukungan terhadap RCEP, China melakukan pendekatan dengan mendukung ASEAN sentralitas
dan turut serta rmempromosikan RCEP[49].
Secara ekonomi, Cina mencoba untuk menyeimbangkan struktur ekonomi dan
perdagangan di pasar Asia Timur serta memperdalam hubungan ekonomi dengan
negara-negara ASEAN. Karena 4 negara ASEAN yaitu Brunei, Malaysia, Singapura,
dan Vietnam turut bergabung dalam TPP. Selain itu, baru-baru ini, Filipina juga
telah menyatakan sikap untuk ikut serta dalam TPP[50].
Di mana hampir setengah negara-negara ASEAN ikut serta dalam TPP. Hal ini
tentunya dikhawatirkan akan membawa dampak yang cukup signifikan terhadap
perekonomian China. Ditambah lagi hubungan beberapa negara ASEAN dengan China
tidak begitu baik dalam konflik Laut China Selatan. Faktor ini tentunya dapat
memotivasi negara-negara ASEAN untuk beralih ke TPP. Untuk itu, China perlu
menggalakkan promosi RCEP dan mempercepat proses negosiasi.
RCEP sejatinya lebih menguntungkan dibanding dengan TPP. Hal ini
dikarenakan beberapa aturan RCEP yang low level dan tidak seketat TPP[51],
sehingga tidak hanya menguntungkan negara besar tapi juga negara kecil dan
berkembang. Di sisi lain, RCEP belum memiliki sistem Investment State
Dispute Settlement (ISDS) yang digunakan oleh TPP[52].
Sistem ISDS yang kontroversial dinilai dapat merugikan ngara yang tidak
memiliki kontrol kuat terhadap pasar.
China tentunya akan mengupayakan perannya di RCEP. Para analis China
menilai bahwa RCEP dapat menjadi strategi counterbalance yang paling
relevan[53].
RCEP dinilai sebagai blok perdagangan yang mencoba menyaingi TPP. Di mana pada tahun 2015 ini perkembangan GDP
RCEP diprediksikan akan mengungguli TPP sebanyak 2%[54].
Perbandingan
tersebut memperlihatkan bahwa RCEP dapat membawa pengaruh positif di kawasan. Meskipun
masih dalam tahap negosiasi, China telah melihat potensi besar RCEP dalam
menyaingi TPP. Jika RCEP nantinya dapat berjalan dengan baik, maka ini tentunya
akan menjadi benefit bagi China meskipun AS dengan TPP juga turut mendominasi
kawasan.
Kesimpulan
Sebagai
negara besar di kawasan Asia yang memiliki kedekatan geografis dengan wilayah
Pasifik menjadikan China sebagai trading partner yang seharusnya mengambil
bagian dalam TPP. Namun, hingga saat ini China masih belum memutuskan untuk
bergabung dengan TPP melihat potensi dominasi AS yang dapat memberikan pengaruh
terhadap China terutama jika China mengikuti TPP.
AS
memiliki kepentingan geopolitik di kawasan Asia Pasifik yang dipertegas melalui
kebijakan AS “pivot to Asia”. Di mana AS juga ingin mencounter
kebangkitan China dengan mengurangi ketergantungan ekonomi negara – negara Asia
Pasifik terhadap China. Sehingga, sebagai negara yang rasional dan profit
seeking, China kemudian segera menyusun strategi yang dilakukan dengan
memperkuat pengaruh ekonominya di kawasan Asia Pasifik. Beberapa strategi yang
dapat potensial bagi China antara lain :
1.
The China-Japan-Korea Free Trade Agreement
2.
The China-Korea Free Trade Agreement
3.
The China Australia Free Trade Agreement
4.
The Regional Comprehensive Economic
Partnership
Empat strategi tersebut
dapat berpotensi bagi China dalam mengupayakan peningkatan pengaruh ekonominya
di kawasan Asia Pasifik. Di mana China dapat mengambil benefit dari FTA dan RTA
yang direalisasikan. China juga dapat mempertahankan ketergantungan ekonomi
negara-negara Asia Pasifik agar bergantung pada China dan bukan dengan AS. Di
sisi lain, upaya ini dapat dilakukan China sebagai counterbalance atas
dominasi AS di kawasan. Tentunya China dengan ekonomi yang hamper menyamai AS
memiliki kepentingan ekonomi dan geo strategis yang tidak kalah penting dari
AS. China bahkan juga turut mengupayakan hegemon di kawasan sebagai balance of
power atas dominasi AS di TPP.
DAFTAR
PUSTAKA
Wignaraja, Ganeshan. "Regional
Comprehensive Economic Partnership (RCEP) : An initial Assesment ." Asian
Development Bank Institute, 2014: 2-7.
http://edition.cnn.com/2015/01/20/politics/state-of-the-union-2015-transcript-full-text/
diakses pada 28 April, 2015 pukul 11.55 WIB.
TPP, What Is the Trans-Pacific Partnership
Agreement?. Electronic Frontier Foundation. n.d. https://www.eff.org/issues/tpp (accessed
April 28. Pkl. 14.05 WIB., 2015).
https://www.austrade.gov.au/Export/Free-Trade-Agreements/chafta
diakses pada 30 April 2015. pkl. 15.30 WIB.
http://www.smh.com.au/business/australiachina-free-trade-agreement-favours-chinese-investors-20150621-ghthjr.html
diakses pada 30 April 2015 . pkl. 13.40 WIB.
http://nationalinterest.org/blog/the-buzz/the-philippines-thailand-south-korea-taiwan-joining-tpp-13226
diakses pada 1 Juli 2015. pkl. 05.45 WIB.
Burkhart, Ryan. The US, China, and The Trans
Pacific Partnership. November 1, 2013.
http://www.diplomaticourier.com/news/regions/asia/1868-the-u-s-china-and-the-trans-pacific-partnership
(accessed April 28. Pkl. 13.15 WIB., 2015).
Dong Tso, Chen. "Trans-Pacific Partnership
and China-Japan-Korea FTA: Implication for Taiwan." National Taiwan
University, 2012: 2-9.
Fiorentino, Roberto V, Jo-Ann Crawford, and
Christelle Toqueboeuf. "The Lanscape of Regional Trade Agreements and WTO
Surveillance." 2006: 29.
Gross, Donald. The World Pos. September 8,
2013. http://www.huffingtonpost.com/donald-gross/trans-pacific-partnership-china_b_3562801.html
(accessed April 28. Pkl. 20.05 WIB., 2015).
Hong, Zhao. "China’s Evolving Views on the
TPP and the RCEP." ISEAS Perspective, 2014: 3-4.
"Investment Chapter, WikiLeaks." Secret
Trans-Pacific Partnership Agreement (TPP) . Maret 25, 2015.
https://wikileaks.org/tpp-investment/press.html (accessed April 29. Pkl. 16.15
WIB., 2015).
Jackson, Robert, and Georg Sorensen. Pengantar
Studi Hubungan Internasional. New York: Oxford University Press, 2009.
Johnson, Dave. Now We Know Why Huge TPP Trade
Deal Is Kept Secret from the Public, Nation of Change. Maret 28, 2015.
http://www.nationofchange.org/2015/03/28/now-we-know-why-huge-tpp-trade-deal-is-kept-secret-from-the-public/
(accessed April 29. pkl. 11.55 WIB, 2015).
Martina, Michael dan Robert Birse.
"Reuters." China hopes TPP trade talks are transparent; open to
joining. November 7, 2014.
http://www.reuters.com/article/2014/11/07/us-china-apec-trade-idUSKBN0IR0WN20141107
(accessed April 28. Pkl. 15.10 WIB., 2015).
Mu, Zonghe. "TPP’s impacts and China's
Strategies in Response." Stanford Center for International Development,
2014: 13.
theWorldPost. n.d.
http://www.huffingtonpost.com/donald-gross/trans-pacific-partnership-china_b_3562801.html
(accessed April 28. Pkl. 20.05 WIB., 2015).
Tiezzi, Shannon. "China-Japan-South Korea
Hold FTA Talks Despite Political Tension." The Diplomat. Maret 5,
2014.
http://thediplomat.com/2014/03/china-japan-south-korea-hold-fta-talks-despite-political-tension/
(accessed Juni 30, 2015).
—. "It’s Official: China, South Korea Sign
Free Trade Agreement." The Diplomat. Juni 2, 2015.
http://thediplomat.com/2015/06/its-official-china-south-korea-sign-free-trade-agreement/
(accessed Juni 30, 2015).
—. "The Diplomat." The State of the
Union: Obama’s Challenge to China. Januari 22, 2015.
http://thediplomat.com/2015/01/the-state-of-the-union-obamas-challenge-to-china/
(accessed April 29. Pkl. 11.25 WIB., 2015).
—. "The Diplomat." Will China Join
the Trans-Pacific Partnership? Oktober 10, 2014.
http://thediplomat.com/2014/10/will-china-join-the-trans-pacific-partnership/
(accessed April 28. Pkl. 17.51 WIB, 2015).
Yuan, Wen Jin. "The Trans-Pacific
Partnership and China Corresponding Strategies A Freeman Briefing Report
." A Freeman Briefing Report, 2012.
[1] Yuan,
Wen Jin. “The Trans-Pacific Partnership and China Corresponding Strategies.” A
Freeman Briefing Report, 2012: 1.
[6] Gross,
Donald. The World Post. 8 September 2013.
http://www.huffingtonpost.com/donald-gross/trans-pacific-partnership-china_b_3562801.html
diakses April 28, 2015. Pkl. 20.05 WIB.
[7] http://edition.cnn.com/2015/01/20/politics/state-of-the-union-2015-transcript-full-text/ diakses pada 28 April, 2015 pukul 11.55 WIB.
[8] Tiezzi,
Shannon. The State of the Union: Obama’s Challenge to China, The Diplomat.
22 Januari 2015.
http://thediplomat.com/2015/01/the-state-of-the-union-obamas-challenge-to-china/
,diakses April 29,
2015. Pkl. 11.25 WIB.
[10] Jackson, Robert, and Georg
Sorensen. Pengantar Studi Hubungan Internasional. New York: Oxford
University Press, 2009.hal. 89-105.
[11] Ibid.
[12] Burkhart,
Ryan. The US, China, and The Trans Pacific Partnership. 1 November 2013.
http://www.diplomaticourier.com/news/regions/asia/1868-the-u-s-china-and-the-trans-pacific-partnership
,diakses April 28,
2015. Pkl. 13.15 WIB.
[13] TPP,
What Is the Trans-Pacific Partnership Agreement?. Electronic
Frontier Foundation. https://www.eff.org/issues/tpp ,diakses April 28,
2015. Pkl. 14.05 WIB.
[14] Secret Trans-Pacific Partnership Agreement (TPP) - Investment Chapter,
WikiLeaks. 25 Maret 2015.
https://wikileaks.org/tpp-investment/press.html ,diakses April 29,
2015. Pkl. 16.15 WIB.
[15] Johnson,
Dave. Now We Know Why Huge TPP Trade Deal Is Kept Secret from the Public,
Nation of Change. 28 Maret 2015. http://www.nationofchange.org/2015/03/28/now-we-know-why-huge-tpp-trade-deal-is-kept-secret-from-the-public/
,diakses April 29,
2015. Pkl. 13.20 WIB.
[18] Tiezzi, Shannon. Will China
Join the Trans-Pacific Partnership?, The Diplomat. 10 Oktober 2014.
http://thediplomat.com/2014/10/will-china-join-the-trans-pacific-partnership/ ,diakses April 28,
2015. Pkl. 17.51 WIB.
[20] Martina,
Michael, dan Robert Birsel. China hopes TPP trade talks are transparent;
open to joining, Reuters. 7 November 2014.
http://www.reuters.com/article/2014/11/07/us-china-apec-trade-idUSKBN0IR0WN20141107
,diakses April 28,
2015. Pkl. 15.10 WIB.
[21] Mu,
Zonghe. “TPP’s impacts and China's Strategies in Response.” Stanford Center
for International Development, 2014: 13-15.
[25] According to the Ministry, China "will analyze
the pros and cons as well as the possibility of joining the TPP, based on
careful research and according to principles of equality and mutual benefit.
And we also hope to exchange information and materials with TPP members on the
negotiations." Dalam theWorldPost,http://www.huffingtonpost.com/donald-gross/trans-pacific-partnership-china_b_3562801.html
,diakses April 28, 2015. Pkl. 20.05 WIB.
[29] Fiorentino, Roberto V, Jo-Ann
Crawford, and Christelle Toqueboeuf. "The Lanscape of Regional Trade
Agreements and WTO Surveillance." 2006: 29. Hal. 2-4.
[32]Dong Tso, Chen. "Trans-Pacific Partnership
and China-Japan-Korea FTA: Implication for Taiwan." National Taiwan
University, 2012: 2-9.
[35] Tiezzi, Shannon. "China-Japan-South Korea Hold FTA Talks Despite
Political Tension." The Diplomat. Maret 5, 2014.
http://thediplomat.com/2014/03/china-japan-south-korea-hold-fta-talks-despite-political-tension/
(accessed Juni 30, 2015).
[36]
Ibid
[37] Ibid
[38]
Ibid
[39]
Ibid
[40] Tiezzi, Shannon. "It’s Official: China, South Korea Sign Free Trade
Agreement." The Diplomat. Juni 2, 2015.
http://thediplomat.com/2015/06/its-official-china-south-korea-sign-free-trade-agreement/
(accessed Juni 30, 2015).
[42] Ibid
[43] https://www.austrade.gov.au/Export/Free-Trade-Agreements/chafta
diakses pada 30 April 2015. pkl. 15.30 WIB.
[44]
Ibid
[45] http://www.smh.com.au/business/australiachina-free-trade-agreement-favours-chinese-investors-20150621-ghthjr.html
diakses pada 30 April 2015 . pkl. 13.40 WIB.
[46] Wignaraja, Ganeshan. "Regional
Comprehensive Economic Partnership (RCEP) : An initial Assesment ." Asian
Development Bank Institute, 2014: 2-7.
[47] Ibid
[48] Ibid
[49] Ibid
[50] http://nationalinterest.org/blog/the-buzz/the-philippines-thailand-south-korea-taiwan-joining-tpp-13226
diakses pada 1 Juli 2015. pkl. 05.45 WIB.
[51] ISEAS,
Opcit. Hal. 5-8.
[52] Ibid
[53] Ibid
[54]
Ibid.
0 comments