Media in Politic

By Meisarah Marsa, S.Sos - Juli 23, 2013

Media in Politic 



A.    Latar Belakang
Pengendalian media yang terjadi pada era soeharto merupakan pemicu demokratisasi komunikasi yang signifikan. Pada zaman orde baru ini, media dijadikan sebagai alat pemerintahan untuk mempertahankan kekuasaan. Keberanian pers untuk memublikasikan masalah krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia membuka kesadaran masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah yang otoriter.
Runtuhnya Orde Baru yang juga merupakan runtuhnya ke otoriteran pemerintah, menjadi awal mula demokratiasi komunikasi bagi media. Hal ini dikarenakan bentuk Negara yang berubah menjadi demokrasi. Jika pada masa sebelumnya sebagian besar SIUUP dimiliki oleh kalangan tertentu yang dekat dengan kekuasaan politik, kini SIUUP bias dimiliki secara bebas.
Munculnya berbagai media massa baru pun telah meningkatkan daya saing bagi media massa itu sendiri. Hal ini memungkinkan media massa memiliki paradoks didalam dirinya. Perkembangan yang semakin liberal ini mampu menggeser fungsi media dari alat perjuangan menjadi sarana pengeruk keuntungan (bisnis) bagi para politisi. Hal ini dapat dilihat dari Kursi pemilik media dan pelaku politik yang tampak marak.
“Semakin banyak seseorang memiliki atau menguasai suatu perusahaan media, maka semakin baik citra nya di hadapan masyarakat”. Semboyan ini seperti sudah menjadi realita di Indonesia. Media seakan dikendalikan penuh oleh politisi. Oleh karena itu, penulis akan membahas tentang politik media yang terjadi di Indonesia yang berhubungan erat dengan demokrasi di Indonesia itu sendiri.

B.     Rumusan Masalah
        Dari latar belakang masalah diatas, maka pertanyaan yang menjadi acuan penulisan makalah ini yaitu:
1.      Apakah definisi media ?
2.      Bagaimana dengan perkembangan media yang merubah fungsi media itu sendiri ?
3.      Bagaimana relasi antara media, politik dan demokrasi ?

MEDIA

A.    Definisi Media
Definisi media menurut Bruce Sterling[1], yaitu :
         Media merupakan perpanjangan panca indera.
         Media adalah sebuah bentuk kesadaran.
         Media adalah kristalisasi pemikiran manusia yang terus bertahan melampaui waktu yang menciptakan gambaran individu.
         Media merupakan alat interaksi sosial.
         Media merupakan alat untuk menyampaikan perintah dan kontrol.
         Media merupakan sarana bagi masyarakat sipil dan pendapat publik.
         Media menjadi wahana perdebatan, pembuatan keputusan dan agitasi propaganda.
B.     Perkembangan Media
Pada masa Orde Baru, media massa tidak dapat bergerak secara bebas (terkekang). Hal ini dikarenakan pengendalian media oleh pemerintah yang memberi ancaman keras berupa pencabutan Surat Izin Umum Penerbitan Pers (SIUPP) terhadap kritikan pemerintah dan informasi yang bertentangan dengan program pemerintah oleh media. Media hanya diperbolehkan untuk menginformasikan sisi positif pemerintah dalam penerbitannya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa media massa  hanyalah boneka dan alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya.
Pada masa ini, para wartawan dilembagakan melalui organisasi tunggal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal serupa juga terjadi pada serikat penerbitan surat kabar dan majalah. Penunggalan demikian, memungkinkan adanya kontrol yang lebih langsung dan terarah kepada para wartawan dan pemilik penerbitan. Sehingga, tidak dapat memfungsikan dirinya sebagai refleksi dari apa yang terjadi di masyarakat. Kalaupun sebagai refleksi, itu merupakan refleksi dari penguasa bukan dari masyarakat.
Ketika media berseberangan dengan kontruksi pemerintahan Orde Baru, media diberi sanksi yang cukup berat. Pembredelan Majalah Tempo dan Tabloid Detik merupakan bukti nyata yang dianggap berseberangan dengan pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa pemerintahan Orde Baru mempraktekan propaganda, sensor, dan penekanan kepada media massa.
Pada akhir kekuasaan Orde Baru, media mulai menampakkan aksinya. Dikarenakan krisis ekonomi yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru, media massa memanfaatkan kondisi  tersebut dengan menyampaikan secara luas dan terbuka  tentang krisis ekonomi yang terjadi. Sehingga, kelemahan dan sisi negatif dalam pemerintahan tidak dapat disembunyikan lagi. Hal tersebut jelas mengancam kekuasaan pemerintahan Orde Baru. Sehingga, pemerintahan Orde Baru melemah dan mulai mendapat banyak kritikan dari masayarakat luas mulai dari aksi demo hingga aksi anarki. Hal ini berlangsung seiring dengan munculnya kesadaran masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah yang otoriter. Sehingga, dapat dikatakan media menjadi salah satu faktor pemicu semangat masayarakat.
Runtuhnya pemerintahan Orde Baru berpengaruh cukup besar terhadap pengaruh media dalam kehidupan politik, dari media yang terkekang kearah yang lebih bebas. Jika pada masa sebelumnya sebagian besar SIUUP dimiliki oleh kalangan tertentu yang dekat dengan kekuasaan politik, kini SIUUP bias dimiliki secara bebas. Sehingga, jumlah penerbitan mengalami peningkatan secara signifikan dari sebelumnya.

Bentuk Penerbitan Pers Pasca - Soeharto
Bentuk Penerbitam
Sebelum Reformasi
Setelah Reformasi
Majalah
100
380
Tabloid
91
692
Surat Kabar
90
323
Sumber : (Maridjan 2010: 292).


BAB III
RELASI MEDIA, POLITIK, DAN DEMOKRASI

A.    Politik Media
Pasca pemerintahan Orde Baru telah memungkinkan media massa tumbuh dan berkembang tanpa kontrol yang kuat dari pemerintah. Konsekuensi dari perkembangan tersebut, media harus mampu bersaing untuk memperebutkan hati publik. Hal ini memungkinkan media massa memiliki paradoks didalam dirinya. Perkembangan yang semakin liberal mampu menggeser fungsi media dari alat perjuangan menjadi sarana pengeruk keuntungan (bisnis).
Pada satu sisi, ,media harus merefleksikan suara masyarakat. Pada sisi lain, media tertuntut untuk memihak pada kelompok tertentu baik pemilik modal yang secara langsung mengendalikan dirinya, maupu pemilik modal yang mampu memasang iklan untuk keberlangsungannya. Media yang memiliki modal cukup besar cenderung memiliki potensi untuk bertahan dan berkembang di dalam persaingan yang ketat. Kini, telah menjadi alat propaganda para pengusaha dan pemilik modal.
Hal ini dapat dilihat dari Kursi pemilik media dan pelaku politik yang tampak marak. Seperti Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar, pemilik kelompok usaha Bakrie & Brothers ini adalah pemilik TVOne, ANTV, dan juga Vivanews.com. Kemudian ada Surya Paloh (Media Indonesia dan Metro TV), pendiri Partai Nasdem yang kini berkolaborasi dengan Hary Tanoesoedibyo, pemilik Media Nusantara Citra (MNC) yang menguasai RCTI, Global TV, Sindo TV, MNC TV, Koran Sindo, Trust, MNC Radio, serta sejumlah jaringan media lokal[2].
Selain itu, terdapat pula Kelompok Jawa Pos yang dikelola oleh Dahlan Iskan , pemilik Koran Jawa Pos, Rakyat Merdeka, dan jaringan di daerah-daerah dengan merek Radar, serta sejumlah stasiun TV lokal. Kelompok media ini didirikan dan dimiliki PT Grafiti Pers, yang juga pendiri Tempo, setelah diambil alih dari pemilik sebelumnya. Kelompok ini merupakan salah satu pendukung SBY pada pemilu sebelumnya[3].
Peran politik media massa di dalam negara demokratis dapat dilihat dari dua peristiwa, yaitu :
         Proses seleksi kepemimpinan politik di dalam pemilihan umum
Di dalam pemilu, media berperan memublikasikan berbagai isu termasuk program yang ditawarkan calon atau partai untuk mempromosikan calon atau partainya. Namun, media juga dapat mengkritik isu-isu tersebut. Sehingga, media massa bisa menguntungkan atau merugikan calon dan partai tertentu. Oleh karena itu, citra suatu calon atau partai pada penglihatan publik dapat dikendalikan oleh media.

Perbandingan Jumlah Iklan Partai Politik, 2003-2004 dan 2008-2009
Partai Politik
Tahun

2003
2004
2008
2009
GOLKAR
165
4.787
3.881
16.293
DEMOKRAT
12
1.440
4.380
11.445
PDIP
111
4.821
2.019
7.801
PAN
1
1.006
1.777
4.504
PKS
-
-
808
4.192

Distribusi Iklan Partai Politik Berdasarkan Jenis Media Pada 2009
Televisi
Surat Kabar
Majalah
Partai
Jumlah
Jumlah
Jumlah
DEMOKRAT
6.531
4.480
44
GOLKAR
6.026
9.252
7
PDIP
1.764
5.513
7
PAN
1.437
4.127
-
PKS
1.702
2.518
1
Sumber : (Maridjan 2010: 296-297).
         Pasca Pemilu
Media massa berperan memublikasikan berbagai peristiwa yang terjadi dan berkembang selama masa pemerintahan. Media juga menyiarkan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Dalam hal ini, media dapat memberi dukungan, bersikap netral, atau melakukan kritikan.
Pelaku dalam politik media :
         Politisi : menggunakan komunitas massa untuk memobilisasi dukungan publik
         Jurnalis : membuat tulisan yang menarik perhatian banyak orang dan menekankan apa yang disebutnya dengan “suara yang independen dan signifikan dari para jurnalis”.
         Masyarakat : mengawasi politik dan menjaga politisi agar tetap akuntabel, dengan menggunakan basis usaha yang minimal.
Di dalam iklim demokrasi yang mengarah kepada sistem pasar, perhatian politisi kepada media  sebagai tempat untuk mempromosikan diri cukup besar. Di saat maupun menjelang pemilu misalnya, media massa banyak yang memperoleh keuntungan. Tidak sedikit para calon dan partai mengeluarkan belanja yang cukup besar untuk iklna politik. Bahkan untuk member pelayanan, media massa tidak sedikit telah menyediakan bagian-bagian khusus untuk para calon dan partai tertentu.
Secara politik, iklan dari para calon atau partai menjadi sebuah ajang pencitraan politik. Calon atau partai yang memiliki modal yang kuat akan cenderung memasang iklan lebih intensif di media massa. Sedangkan, calon atau partai yang tidak memiliki modal akan mengalami kesulitan untuk mempromosikan dirinya melalui media. Dalam hal ini, media massa dihadapkan pada situasi yang berbeda. Di satu sisi, media harus member akses dan kesempatan kepada semua pihak yang berkompetisi. Di sisi lain, media massa membutuhkan biaya yang besar untuk keberlangsungannya. Media akhirnya tidak lepas dari pemilik modal sehingga, akhirnya melakukan pemihakan kepada calon atau pertain yang memasang iklan.
Selain dipengaruhi oleh pemilik modal, untuk dapat bertahan dalam persaingan antar media yang ketat media juga harus dapat menarik simpati publik. Dal hal ini, media harus dapat menyiarkan dan memublikasikan berita yang menarik dan terbaru. Dilihat dari sudut pandang politik, media dapat menaikkan citra suatu calon atau partai begitujuga sebaliknya. Kasus PKS merupakan bukti nyata dalam hal ini. Adanya kasus PKS dinilai dapat menaikkan rating media tersebut. 

B.     Media dan Demokrasi
Media merupakan hal terpenting dalam perjalanan demokrasi karena dalam demokrasi terdapat unsur kebebasan berpendapat dan kebebasan pers yang merupakan bagian dari media. Adanya karakter yang berlawanan dari dinamika media pada era pasca Suharto yang memunculkan perubahan politik yang drastis telah membawa Suharto turun dan memberi jalan yang lebih demokratis dan liberalisasi media, sehingga memunculkan ruang publik dan civil society di Indonesia. Sebagai aktor dalam demokrasi, media bisa berfungsi untuk mengontrol kekuasaan agar tidak disalahgunakan oleh penguasa.
Terkait dengan demokrasi ini, masyarakat berhak menyampaikan aspirasi dan pendapat mereka melalui media. Selain itu, masyarakat juga berkewajiban untuk berpartisipasi dalam membantu, mendukung dan mensubsidi badan atau organisasi dan kegiatan operasional dari media. Hal ini dikarenakan masyarakat merupakan salah satu pelaku dalam politik media.









BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Mengingat posisi dan peran media begitu penting, keberadannya sering dikaitkan dengan demokratis tidaknya suatu negara. Hal tersebut terjadi karena keberadaan media massa pada dasarnya tidak lepas dari corak sistem politik. Sistem politik yang demokratis memungkinkan media massa untuk bergerak lebih bebas. Sedangkan, sistem poltik yang otoriter cenderung menjadikan media massa terkekang.
Media dapat berperan mendukung konsolidasi demokrasi dan hal ini merupakan otonomi politik media. Namun, perkembangan dunia yang semakin liberal ternyata mampu menggeser fungsi media massa dari alat perjuangan menjadi sarana bisnis. Saat ini, banyak politisi yang memiliki media massa. Tujuannya adalah sebagai strategi politik untuk menarik simpati publik dan politik pencitraan.
Pada satu sisi, ,media harus merefleksikan suara masyarakat. Pada sisi lain, media tertuntut untuk memihak pada kelompok tertentu baik pemilik modal yang secara langsung mengendalikan dirinya, maupu pemilik modal yang mampu memasang iklan untuk keberlangsungannya. Media yang memiliki modal cukup besar cenderung memiliki potensi untuk bertahan dan berkembang di dalam persaingan yang ketat. Kini, telah menjadi alat propaganda para pengusaha dan pemilik modal.
B.     Saran
            Meskipun dipengaruhi faktor ekonomi pasar media seharusnya dapat menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Setelah dapat bergerak bebas dan lebih demokratis, media menjadi hal yang diminati oleh para politisi untuk mempromosikan calon atau partainya dan pencitraan politik. Meski lebih demokratis, bukan berarti semua berita harus dipublikasikan. Berita yang layak publikasi harusnya memenuhi kriteria publikasi seperti berita yang terbaru dan berkualitas tanpa melebih-lebihkan. Sekarang ini, kebanyakan berita yang berasal dari media tidak berdasarkan pada faktanya bahkan dinilai melebih-lebihkan isu-isu yang tidak sebenarnya terjadi (isu-isu palsu).  Sehingga, untuk mendapatkan informasi yang akurat, masyarakat harus melihat suatu berita atau informasi melalui berbagai media. Karena setiap media mempunyai penilaian berdasarkan sudut pandang berbeda.




[1] Danny Schechter, Matinya Media: Perjuangan Menyelamatkan Demokrasi, (Yayasan Obor Indonesia: Jakarta, 2007), hal. 17.
[2] http://whatindonews.com/id/post/578 diakses pada 9 Juni 2013, pukul 21.30 WIB.
[3] Ibid.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments