George W. Bush, Barack Obama and the future of US global leadership By James.M.Lindsay
By Meisarah Marsa, S.Sos - Januari 26, 2015
Pasca War on Terror,
terjadi sebuah dilema di mana AS merasa optimis terhadap kekuatan power dan
hegemoninya sehingga menjadikan AS bergerak secara ofensif. Namun di sisi lain,
terdapat kecaman dari negara lain terhadap AS, ditambah lagi adanya invasi AS
ke Irak dan Afganistan tanpa mempertimbangkan batasan dari kekuatan AS sendiri.
Hal inilah yang menyebabkan kemunduran terhadap AS sendiri. Obama kemudian
merespon hal ini setelah melihat kekecewaan publik, sehingga kemudian Obama
menolak prinsip-prinsip Bush.
Terapat 5 asumsi terkait global War on
Terror, yaitu :
1.
Adanya dominasi
global Amerika
terutama dalam dominasi militer yang menjadikan AS merasa optimis
untuk melakukan invasi
2.
Keengganan
Washington dalam menanggapi
masalah teroris telah memicu Al-qaeda untuk beraksi .
3.
Doktrin Perang
Dingin bahwa detterence dan
containment tidak
akan bekerja terhadap
teroris.
4.
Teroris tidak
akan beroperasi tanpa adanya dukungan dari negara
5.
Aliansi dan
organisasi multilateral dapat membantu US dalam memerangi terorisme.
Terdapat perbedaan antara Obama dan Bush dalam menyikapi
hal ini. Namun dari semua perbedaan itu, terdapat 2 kesamaan dari keduanya
yaitu : sama-sama merasa bahwa AS memiliki peran penting sebagai global
superpower terhadap dunia internasional sebagaimana realisasi PBB yang
merupakan badan yang turut menjaga keamanan dan perdamaian di dunia. Keduanya juga memiliki kekurangan
masing-masing, di mana Obama pernah gagal dalam transformasi kebijakan luar
negeri AS. Obama menghabiskan 6 bulan pertamanya untuk menghadapi krisis
finansial dan kekacauan perekonomian AS. Sedangkan Bush terlalu mengandalkan
militer sehingga menimbulkan ketidakseimbangan keuangan perekonomian ditambah
lagi adanya pandangan buruk dari negara lain.
Kebijakan Bush didominasi oleh faktor-faktor hard politic, di mana dalam kebijakannya
War on Terror, Bush menganggap penting hal tersebut tanpa memperdulikan
kepentingan-kepentingan lain. Bush hanya berfokus pada masalah teroris dan
keamanan dunia. Berbeda dengan Bush, Obama justru lebih bersifat soft politic. Selain itu, Obama juga
menyadari bahwa ada aktor-aktor lain selain negara yang juga memiliki peran
dalam hubungan internasional. Dunia internasional dipandang lebih kompleks,
tidak hanya permasalahan keamanan saja tapi juga ada permasalahan ekonomi,
sosial, dll. Sehingga, dalam menerapkan kebijakannya, AS tidak dapat memaksa
setiap aktor dengan hard power. Dalam
hal ini, Obama mencoba untuk menerapkan soft
power agar kebijakan AS dapat diterima dengan baik oleh setiap aktor
terkait.
Dalam tulisannyam Lindsey menilai Bush telah gagal
menerapkan kebijakan luar negerinya. Hal ini diukur dari kepemimpinannya yang
buruk dan respon negara-negara atau aktor-aktor lain terhadap AS. Berbeda
dengan Obama yang menurut Lindsey mampu memperbaiki kebijakan luar negeri AS bahkan
ia dinilai dapat mewakilkan Franklin Roosevelt, Harry Truman dan John Kennedy
dalam hubungan diplomatik
American
Power: Crisis or Renewal?
By John Dumbrell
Artikel ini akan membahas lebih lanjut tentang
menurunnya peran AS dengan mengkaji legalitas dan kinerja pemerintahan George W
Bush. Yang mana hal ini tentunya akan mempengaruhi dua tahun pertama masa
pemerintahan Barack Obama. Selanjutnya juga dijelaskan bagaimana respon dan
kebijakan Obama dalam menyikapi hal ini.
Pada tahun 1945, AS merasa terancam dengan keberadaan Uni Soviet, krisis
investasi dsb. Di akhir perang dingin, kemunduran AS digambarkan dengan
kekalahan pada perang Vietnam. Namun hal ini tidak berlangsung lama. Sejak
pecahnya Uni Soviet yang menandakan berakhirnya perang dingin menjadikan isu declinism menghilang. Begitulah
pandangan old declinism. Sedangkan, new declinism berusaha menepis prediksi
skeptis oleh old declinism. New
menyatakan bahwa AS akan tetap menjadi kekuatan hegemonik yang mampu bertahan
lama namun tidak menafikan adanya evaluasi negatif dari kebijakan ‘War on
Terror’ yang dicanangkan oleh George W Bush. Sejak terbentuknya unipolar di
tahun 1991, AS melancarkan agenda-agendanya terutama terkait demokrasi. Kebijakan
tersebut terus dikembangkan hingga tahun 2000an. Kemudian ketika peristiwa 9/11
yang terjadi tahun 2001 membawa pengaruh yang signifikan. Sehingga, pada tahun
2002 diterapkan national security
strategy yang terdiri dari 3 aspek yaitu freedom, democracy, and free entreprise. Alih-alih mendapat tanggapan
positif, survey membuktikan bahwa mayoritas publik di mana 35 dari 42 negara
memiliki sikap yang kurang baik terhadap AS.
Peninggalan Bush untuk Obama hanyalah di bidang kekuatan global. Di mana
sebelumnya, Bush menghabiskan uang sebesar 45,3% untuk budget militer. Bush
tidak mendukung adanya kebijakan untuk ‘rebalancing againts US’. Pasca War on
Terror, telah bermunculan koalisi anti US yang dipimpin oleh China di East
Asia, India dan Rusia di Eurasia. Selain itu, Bush juga mewariskan keseimbangan
kekuatan ekonomi global, perkembangan angkatan laut China, dan militer AS yang
menunjukkan tanda-tanda ketegangan.
Untuk meningkatkan bargaining
positionnya, AS butuh less
consumptionist, more savings- and export-oriented Economy. Dalam hal ini,
Obama menekan budget anggaran militer. Mengeluarkan pangkalan militer dari Iraq
dan Afganistan. Keterlibatan kebijakan pragmatis dengan berbagai negara
termasuk China dan dunia Islam, meningkatkan kerjasama dengan institusi
internasional. Meskipun saat ini, AS belum dikatakan mencapai kerajasama yang
sukses, namun kontribusi utama pada masa Obama ini adalah mampu mengarahkan
dunia internasional kepada kebebsan dan perdamaian. Meskipun demikian, Obama
lebih baik tidak mengikuti kebijakan mantan presiden Clinton. Dan Obama harus
menolak unilateral dan tidak melupakan komitmen, pembaharuan dan kebutuhan
dalam negeri AS.
Dari kedua artikel di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan George W Bush
lebih bersifat hard politic sedangkan
Barack Obama bersifat soft politic.
Tidak dipungkiri jika keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Namun dari segi kebijakan luar negeri, Obama lebih mampu untuk
memajukan kebijakan luar negeri AS daripada Bush. Di mana Obama melihat dunia
internasional yang kompleks sehingga mengharuskan AS sebagai negara adidaya
untuk berfokus secara multi dimensi, termasuk pada masalah agama.
0 comments