Dialogue among Civilizations The International Conference in Vilnius, Lithuania, 23-26 April 2001

By Meisarah Marsa, S.Sos - Januari 26, 2015


            Pada tahun 2001 yang lalu, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) bersama Republik Lithuania dan Polandia melaksanakan sebuah agenda besar mengenai peradaban dan kebudayaan. Dalam rangka merealisasikan tujuan PBB untuk mencapai perdamaian, upaya peningkatan hubungan melalui pemahaman antar budaya dilaksanakan dalam bentuk sebuah dialog peradaban. Adanya dialog ini diharapkan dapat mengatasi kesalahpahaman, perselisihan dan menyelesaikan konflik. Selain itu, dialog peradaban juga diharapkan dapat menghadirkan peluang kerjasama di dalam perkembangan globalisasi saat ini.
           
            Adanya dialog ini menjadikan tahun 2001 sebagai United Nations Year of Dialogue among Civilizations. Agenda ini dihadiri oleh berbagai negara yang menyampaikan aspirasi dan pesan yang berbeda. Dalam tulisan ini, penulis memaparkan tiga pesan dari masing-masing kepala negara Perancis, Iran, dan Senegal.

A.    Jacques Chirac, President of the Republic of France

Sejarah mencatat berbagai peristiwa penting khususnya yang terjadi di Lithuania dan negara – negara Eropa bagian utara. Di mana Lithuania yang pernah menjadi korban imperialisme pada waktu itu belajar untuk memperbaiki keadaan dan berjuang melawan imperialisme. Berbagai usaha dilakukan, mulai dari membangun demokrasi dan supremasi hukum, hingga upaya untuk bergabung dengan Uni Eropa dan Franchoponie.

Chirac menaruh perhatian penting pada dialog peradaban yang kemudian menghasilkan kebebasan dan toleransi budaya. Ia memaparkan bahwa Perancis juga mengalami proses dinamika peradaban yang panjang. Perancis juga dibangun dari hasil kontribusi pemikiran dan pengetahuan orang-orang yang datang dari luar Perancis. Sejarah Perancis dan Lithuania bisa menjadi pelajaran berharga dalam konstribusi dialog peradaban.

Seiring dengan perkembangan globalisasi yang mengalami percepatan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dapat mengantarkan manusia menuju peradaban yang universal. Sehingganya, sebuah dialog dengan tujuan perdamaian yang menghubungkan masyarakat dunia sangat dibutuhkan.  

B.     Seyyed Mohammad Khatami, President of the Islamic Republic of Iran

Identitas merupakan hal yang tidak bisa dipandang sebelah mata dalam menuntaskan permasalahan peradaban. Dan harus ditangani melalui dialog peradaban dengan tuntutan perealisasian. Karena faktanya, perkembangan dunia modern saat ini memunculkan batasan-batasan yang tanpa disadari berdampak pada diskriminasi dan gap yang cukup besar. Gap tersebut kemudian menghasilkan imperialisme politik modern yang menantang eksistensi dan kebebasan identitas. Sehingganya, dalam dialog dibutuhkan pemahaman identitas yang lebih inklusif.

Berdasarkan realita, adanya hak istimewa dan  hak unprivileged yang dimiliki oleh aktor dapat menjadi hambatan tersendiri dalam dialog. Mereka yang merasa memiliki hak unprivileged akan memiliki rasa takut dalam berdialog dengan mereka yang memiliki hak istimewa. Karena mereka menganggap dialog tersebut akan berbahaya dan mengancam identitas mereka. Di sisi lain, mereka yang memiliki hak istimewa juga dapat menghindari dialog baik dengan alasan ketidak pedulian atau takut kehilangan hak mereka.

Khatami menekankan bahwa konsep keadilan tidak dapat dipisahkan dari isu dialog. Keadilan menjadi tujuan penting dari dialog. Karena dengan tujuan keadilan, dialog dapat memberikan manfaat bagi seluruh anggota yang terlibat dalam membangun masa depan peradaban.       

C.     Abdoulaye Wade, President of the Republic of Senegal

Berkaca pada keadaan Afrika saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Selama empat abad terakhir, Afrika telah mengalami berbagai tragedi mulai dari pengucilan (diskriminasi), perbudakan, deportasi dan eksploitasi tenaga kerja, dll. Terutama menjelang akhir abad kesembilan belas, di mana terjadi eksploitasian sumber daya alam dan sumber daya manusia, pelanggaran HAM dan keadilan. Hal tersebut disebabkan tidak lain karena permasalahan identitas.

Wade menilai langkah UNESCO untuk mengadakan dialog peradaban ini sebagai langkah penting menuju dunia yang lebih adil. Di mana sebelumnya, dunia internasional ‘diam’ terhadap fakta sejarah kelam Afrika. Wade menekankan pentingnya mengajarkan kaum muda untuk menanamkan rasa hormat terhadap budaya lain dan menyadarkan mereka bahwa kita semua berada pada komunitas yang sama. Kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan merupakan tanggung jawab bersama.

Untuk menegaskan kepeduliannya terhadap dialog peradaban ini, Senegal turut berkontribusi. Senegal bersikap terbuka terhadap dialog, konferensi, dan berbagai bentuk kegiatan lainnya yang mendukung perkembangan peradaban dan kebudayaan ke arah yang lebih baik. Beberapa di antaranya seperti adanya perjanjian budaya dengan sejumlah negara besar, menerbitkan sejumlah tulisan dari intelektual, menjadi tuan rumah pameran dan konferensi budaya, pengembangan seni lukis, musisi, penyanyi dan pembuat film yang di promosikan dan diakui di dunia, dan mengerahkan pasukan militer Sinegal kepada PBB dalam misi menjaga perdamaian dunia.

Sejarah memang menyimpan catatan kelam. Namun masa depan tidak harus mengikuti sejarah, ia dapat dirubah dengan menjaga hubungan saling percaya dan menjunjung tinggi keadilan. Hal tersebut dapat dicapai bersama untuk mewujudkan perdamaian. 


Dalam tulisan Dialog Among Civilizations, setiap pemimpin negara mendukung adanya dialog peradaban. Dengan menjadikan Lithuania sebagai bentuk pembelajaran sejarah. Karena Lithuania telah berhasil menjadi contoh pusat peradaban. Rancangan agenda UNESCO ini diharapkan mampu menjadi wahana pertemuan masyarakat yang berbeda bahasa, budaya dan pemikiran intelektual untuk bersatu dalam mewujudkan perdamaian global dan human development

  • Share:

You Might Also Like

0 comments