BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada abad ke-20, isu yang berkembang di dunia
terkait dengan kolonialisasi dan perdebatan antar ideologi liberalis dan
komunis. Pasca perang dingin keadaan dunia mulai terbuka seiring munculnya
globalisasi. Namun, Globalisasi memberi dampak positif dan negatif bagi
dunia. Di lihat dri dampak positif yang
diberikan, maka negara-negara dapat menjalankan perdagangan lintas wilayah dan
batas. Sedangkan dari dampak negatif, globalisasi juga memberikan jalan bagi
kejahatan transnasional untuk berkembang.
Dengan peningkatan sistem globalisasi di akhir
dekade, membuat para pelaku mengembangkan hal-hal itu. Berangkat dari bisnis
ilegal di dalam negeri, mereka membawa bisnis ilegal tersebut ke negara lain.
Pada setiap tempat memiliki banyak sistem dalam melakukan bisnis ilegal
tersebut untuk menyulitkan keamanan untuk mengidentifikasi tindakan mereka dan
itu yang menjadikan ketidakamanannya manusia.
B.
Pertanyaan
Penelitian
1.
Apa yang
menyebabkan Transnational Organized Crime
(TOC) menjadi isu dalam dunia internasional?
2.
Bagaimana TOC
dapat berkembang di dunia ketiga?
3.
Upaya apa
yang diberikan untuk mencegah TOC yang terus berkembang?
C.
Tujuan
dan Manfaat Penelitian
1.
Untuk memberi
penjelasan bahwa TOC kini telah menjadi isu yang penting dalam Hubungan
Internasional.
2.
Untuk
memberikan gambaran tentang penyebaran TOC dan macam-macam yang terkait dengan
TOC.
3.
Untuk
menginformasikan bahwa isu TOC ini dapat mengancam keamanan manusia.
4.
Diharapkan
makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi Mahasiswa Ilmu Hubungan
Internasional.
D.
Kerangka Teori
Pada
permasalahan ini kami menggunakan teori konstruktivisme yang mana teori ini
menjelaskan tentang hubungan yang berkarakter atas dasar kepentingan normatif
suatu negara dalam melakukan hubungan internasional. Dan dalam teori ini pun
memberi pengertian tentang struktur material, peran identitas dalam bentuk aksi
politik dan hubungan mutual konstitutif antara agen dan struktur.[1]
dengan teori ini kami dapat melihat kepentingan suatu kejahatan dalam
melakukan tindakan ilegal terhadap negara.
Dalam
makalah ini pun kami memasukan konsep Human Security karena konsep ini
sangat berkaitan dengan masalah Transnational Organized Crimes. Dimana konsep
Human Security ini membahas tentang keamanan setiap manusia di dunia. Dengan
timbulnya masalah kejahatan transnasional ini sangat memberi pengaruh pada
keaman manusia baik dalam hal dalam negri maupun di luar. Dengan konsep ini
dapat menunjukan pada kita bahwa isu kejahatan transnasional sangat berpengaruh
pada dunia.
E.
Sistematika
Penulisan
1.
Pendahuluan
a.
Latar
Belakang
b.
Pertanyaan
Penelitian
c.
Tujuan
Penelitian
d.
Kerangka
Teori
e.
Sistematika
Penulisan
2.
Kerangka
Pemikiran
a.
Definisi Transnational Organized
Crimes (TOC)
b.
Macam-macam
TOC
1)
Drugs Trafficking
2)
Money Laundering
c.
Sebab Akibat
TOC
d.
Modus
Operandi TOC: Drugs Trafficking dan Money
Laundering
e.
Penyebaran
TOC di Dunia Ketiga
3.
Analisa:
Fenomena dan Studi Kasus TOC
a.
Fenomena TOC
b.
Upaya
Pemberantasan TOC di Negara Berkembang
c.
Penanggulangan
Narkotika Bagi Human Security
d.
Studi Kasus: Drugs Trafficking dan Human Security di Indonesia
4.
Penutup
a.
Kesimpulan
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
A.
Definisi
Transnational Organized Crime (TOC)
Transnasional Organized Crimes (TOC)
adalah salah satu kejahatan terorganisir dalam cangkupan internasional atau
melibatkan banyak negara.[2]
TOC ini sama halnya dengan sebuah organisasi internasional, namun TOC ini lebih
bertujuan melakukan hal-hal ilegal seperti terrorisme, perdagangan manusia, dan
lain sebagainya. TOC memiliki sistem khusus dalam menjalankan misi dan visi
mereka. Dalam menjalankan misi mereka dapat melakukan kekerasan dan dilakukan
dengan sistematis yang sudah ditentu.
TOC ini pun menjadi sulit di
selesaikan karena ini mencangkup banyak negara dan mereka saling berhubungan
tidak ada tindakan yang tidak diketahui, mereka menggunakan berbagai cara agar
sulit diketahui oleh negara, mereka terus berkembang di setiap negara. Mereka
membuat aliansi dan bekerjasama dalam melakukan kejahatan negara.[3]Ada
6 Karakteristik kejahatan transnasional berdasarkan pertemuan Internasional The World Ministerial Conference
on Organized Crime di Nepal pada tahun 1994, yaitu:
1.
Suatu
organisasi yang melakukan kejahatan (group
organization to commit crime)
2.
Memiliki
jaringan hirarkis atau hubunga personel yang memberikam kewenangan pemmpinnya
untuk mengendalikan kelompok tersebut (hierarcical
links or personal relationship which permit leader to control the group)
3.
Kekerasan,
intimidasi, dan korupsi digunakan untuk mendapatkan keuntungan atau mengontrol
daerah kekuasaan atau pasar (violence,
intimidation, and coruption used to earn profit or control teritories or
markets)
4.
Mencuci uang
hasil perdagangan gelap baik yang berasal dari kegiatan kriminal dan disusupkan
dalam kegiatan ekonomi yang sah (laundring
of illicit process both in furtherence of criminal activity and to infiltrate
in legitimacy economy)
5.
Memperluas
jaringan operasinya keluar negeri (the
potential for expansion into any new activities and beyond national boerders)
6.
Bekerjasama
dengan kelompok kejahatan transnasional terorganisir lainnya (cooperation with other organized
transnational criminal group).[4]
B.
Macam-macam
Transnational Organized Crimes (TOC)
Dalam kejahatan transnasional terdapat banyak jenis dan macam yang memiliki
pemfokusam masing-masing kejahatan, seperti drugs
trafficking, money laudering, human trafficking, corruption, legal imigrant,
dan lain-lain. Penulis mengspesifikasi pembahasan mengeni TOC dengan fakus
kejahatan drugs trafficking dan money laundering.
1)
Drugs Trafficking
Narkoba, seperti yang
kita ketahui bersama merupakan bagian dari obat penenang yang disalahgunakan
pemakaiannya sehingga menyebabkan halusinasi tinggi, ketergantungan obat,
kerusakan mental, dan bahkan kematian. Di satu sisi, narkoba merupakan obat
yang digunakan dalam pembiusan (penenang) dalam kaidah kedokteran serta dosis
yang tepat. Namun, berita positif dari narkoba tersebut, disalahgunakan oleh
organisasi tertentu untuk dijadikan sebagai keuntungan sepihak.
Perdagangan
gelap narkoba (Drugs Trafficking)
merupakan salah satu contoh dari penyalahgunaan narkoba yang dimana sudah
memasuki kriteria dari kejahatan lintas batas yang dilakukan oleh organisasi
tertentu di penjuru dunia. Istilah Drugs trafficking menurut definisi dari United Nations Office Drugs and Crime
(UNODC) ialah penjualan narkoba secara gelap yang melibatkan budidaya,
manufaktur dan distributor yang tunduk
pada aturan hukum yang ilegal.[5]
Organisasi
kejahatan yang bersifat lintas batas ini misalnya Cocain Cartels yang bermarkas di Colombia dan Meksiko, Triads di Hongkong, Taiwan dan China, The Yakuza di Jepang, The Sicilian Cosa Nostra: La Cosa Nostra
di New York, dan kelompok mafia Rusia serta
beberapa lainnya dari Eropa Timur.[6]
Mereka membudidaya, manufaktur dan menjadi distributor narkoba untuk dipasok ke
berbagai belahan dunia secara ilegal.
Dalam jurnal dari
UNOCD, pembudidayaan cannabis (ganja)
pada tahun 2009 berada di kawasan Asia-Pasifik, seperti India, Indonesia,
Myanmar, Selandia Baru, dan Filipina yang dimana ganja tumbuh subur di wilayah
mereka. [7] Untuk produksi opium jenis
heroin terbaik terdapat di Laos, Myanmar, dan Thailand. Karena di tiga negera
tersebut, banyak terdapat bukit-bukit dengan rendahnya minyak yang terkandung
di dalamnya dan tidak adanya fasilitas irigasi. Sehingga, tanaman opium dapat
tumbuh subur di tiga negara tersebut.
Peredaran gelap
narkoba ini sangat menggangu keamanan manusia di seluruh dunia. Karena sifat
dari narkoba ini yang sangat merusak manusia, sehingga manusia tidak dapat lagi
berfikir logis dan rasional. PBB sebagai organisasi terbesar dunia yang
mencakup dari berbagai negara di seluruh kawasan sudah berupaya untuk menanggulangi
kejahatan transnasional ini. Dengan dibentuknya United Nations Office of Drugs and Crime (UNODC), negara di seluruh dunia
bergabung dalam konferensi ini dan meratifikasi perjanjian hukum.
2)
Money Laundering
Money laundering atau yang
biasa disebut dengan pencucian uang, menurut Badan Pembinaan Hukum Nasioanl
Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia adalah suatu upaya atau proses untuk merubah
harta tunai yang didapat dari hasil suatu kejahatan, dan dimanipulasi sehingga
seakan-akan harta tersebut merupakan harta legal.[8]
Kejahatan money loundring ini
diperoleh dari bisnis ilegal kejahatan organisasi transnasional, seperti
perdagangan narkoba, perdagangan manusia, imigran gelap, penyelundupan senjata,
dan lainnya.
Pencucian
uang juga terkait dengan sindikat jaringan terorisme, dimana uang tersebut
dapat digunakan untuk mendanai kelompok terorisme agar dapat menjalankan
aksinya untuk mengancam keamanan manusia dan perdamaian dunia. Dalam jurnal Asia Focus[9],
kasus pencucian uang banyak terjadi di kawasan Asia karena beberapa faktor,
yakni:
a.
Structural issue, karena banyak Negara
di Asia merupakan Negara berkembang, sehingga kondisi ekonomi dan politiknya
belum stabil, dan riskan terhadap kasus korupsi.
b.
Prevalence of Cash Transactions, yaitu
lalu lintas bisnis di Asia yang masih menggunakan transaksi tunai.
c.
Presence of Alternate Remittance Systems adalah sistem pengiriman uang alternatif di bank-bank kawasan yang
menyebabkan tidak adanya jejak kertas yang ditinggalkan.
d.
High Level of Criminal Activity, yaitu
banyaknya tingkat kejahatan baik itu nasional maupun transnasional sehingga
keuntungan dari kejahatan ilegal itu dijadikan sebagai proses pencucian uang.
e.
Social, Cultural and Legal Norms, karena
kondisi masyarakat di Asia yang sangat beragam dan masih tradisonal. Sehingga
hanya beberapa orang saja yang dapat menjalankan bisnis yang modern.
McDowell dan Novis menjelaskan bahwa pencucian uang
dapat memberikan efek terhadap sektor ekonomi, yaitu; merusak sektor swasta
yang sah, merusak integritas pasar keuangan, menyebabkan hilangnya kontrol
terhadap ekonomi politik, menyebabkan ketidakstabilan dan distorsi ekonomi,
hilangnya pendapatan, resiko tehadapa upaya peningkatan privatisasi, dan
menyebabkan resiko reputasi.[10]
C.
Sebab
Akibat Timbulnya Transnational Organized Crime (TOC)
Penyebab
utama dari kejahatan transnasional adalah globalisasi. Karena, globalisasi
merupakan terjadinya liberalisasi pasar dan penurunan kepentingan perbatasan
antar negara.[11]
Sehingga organisasi etnis maupun agama yang ada di satu negara dapat bebas membawa
barang penyelundupan ke negara lain demi keuntungan. Penyebab lain mengapa kejahatan
transnasional ini menjadi ancaman keamanan ialah karena adanya keinginan untuk
mendapatkan keuntungan sebesar-besaranya.[12]
Sehingga
organisasi yang berawal melakukan kejahatan di dalam negaranya memberanikan
diri untuk membawa bisnis mereka ke dunia internasional. Seperti contohnya
Kamboja, dengan menjadikan wanita sebagai ladang bisnis yang menjanjikan.
Dimulai dari kelompok dalam negeri yang menjual wanita Kamboja kepada wisatawan
asing yang datang, mereka mulai mencoba untuk menjualnya ke negara lain dengan ilegal.
Di negara kawasan Asia
lainnya, seperti China, Hongkong, Taiwan, Jepang, Filipina, juga turut
melakukan perdangan gelap. Baik itu manusianya (anak-anak dan wanita), narkoba,
senjata, dan lainnya. Ditambah dengan adanya fakta bahwa Asia mempunyai kawasan
Golden Triangle (Thailand, Laos dan
Myanmar) yang membudidayakan, memproduksi dan mendistribusikan heroin secara
ilegal. Keuntungan dari perdagangan gelap itu sudah dipastikan dijadikan
sebagai proses pencucian uang guna menutupi bisnis gelap mereka.
Dari
penyebab yang dipaparkan diatas, kejahatan transnasional diyakini akan mendapat
pengaruh pada kehidupan ekonomi, struktur sosial, administrasi publik,
peradilan dan politik masyarakat melalui kekuatan keuangan yang sangat besar.[13]
Menurut Badan Pembinaan Hukum Nasioanl Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia
akibat yang dapat ditimbulkan dari kejahatan transnasional ini adalah[14]:
1.
Merusak masyarakat sipil,
sistem politik, dan kedaulatan suatu Negara, melalui pembudayaan kekerasan dan
penyuapan, serta mengenalkan satu kanker korupsi ke struktur politik;
2.
Membahayakan mekanisme pasar,
termasuk aktivitas kebijakan pemerintah dan merusak keuntungan sistem ekonomi
dan perdagangan yang adil, bebas dan aman yang akan diterima oleh produsen
maupun konsumen. Bahkan dalam kasus yang ekstrim, semua sektor perdagangan yang
legal akan terbawa pada aktivitas ilegal, cenderung merongrong kedaulatan Negara-bangsa
dan membiasakan individu-individu untuk berbuat sesuatu yang diluar kerangka
hukum;
3.
Gangguan terhadap sistem
lingkungan melalui perusakan sistem pengamanan dan peraturan lingkungan;
4.
Medestabilisasi secara
strategis kepentingan bangsa dan menjatuhkan progress dari ekonomi transisi dan
ekonomi Negara berkembang dan dengan kata lain mengiterupsi kebijakan luar
negeri dan sistem internasional;
5.
Memberatkan masyarakat dengan
beban sosial dan ekonomi yang tinggi dari suatu akibat kejahatan transnasional
tersebut.
D.
Modus
Operandi Transnational Organized Crimes: Drugs
Trafficking dan Money Laundering
Modus operandi dalam Oxford dictionaries adalah a
particular way or methods of doing someithing.[15]
Maksudnya adalah setiap perbuatan baik itu kebaikan maupun kejahatan, pasti
terdapat metode dan cara untuk melakukannya. Hal itulah yang terjadi dalam TOC,
dimana kejahatan ini sudah terorganisir dengan baik. Beragam upaya yang
dilakukan dunia untuk menanggulangi kejahatan terorganisir ini, selaras dengan
beragamnya maodus operandi yang dilakukan oleh organisasi kejahatan ini.
Fakta dari kondisi lapangan di kawasan Asia
Tenggara, dimana setiap negara berada di satu daratan sehingga akses pasar
gelap melalui perbatasan dapat dilakukan dengan mudah. Sepertinya yang terjadi
di Vietnam, narkoba hasil produksi di kawasan Golden Triangle didistributorkan oleh organisasi transnasional
melewati perbatasan negara dan bekerjasama dengan pengedar lokal di tempat
tertentu.[16]
Mereka dapat dengan mudah memasok narkoba ke
negara dengan cara memalsukan paspor atau memberikan uang suap kepada aparat
setempat. Hal tersebut dikarenakan arus globalisasi, dimana setiap negara dapat
melintas batas dengan mudah. Selain modus operandi tersebut, perdagangan
narkoba tidak hanya dimasarkan melalui pasar gelap. Tetapi juga sudah mulai
masuk ke pasar online, dimana penjualan dan pembelian menggunakan jaringan
komunikasi online sebagai perantaranya. Khususnya media sosial yang berkembang
saat ini.[17]
Sedangkan untuk kejahatan berupa pencucian uang ada
banyak modus operandi yang dilakukan. Ada tiga tahap proses pencucian uang,
yaitu tahap penempatan (placement stage),
tahap penyebaran (layering stage),
dan tahap pengumpulan (intergation stage).
Bentuk kegiatan dari tahap-tahap tersebut adalah menempatkan dana pada bank,
menyelundupkan uang tunai ke luar negeri, membelikan barang bernilai tinggi
untuk pribadi, memindahkan uang tunai melalui jaringan kegiatan usaha yang sah
maupun shell company, dan lain-lain.[18]
E.
Penyebaran
TOC di Dunia Ketiga
Negara Dunia Ketiga adalah kumpulan negara yang memilih Non Blok pada saat
perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Banyak dari negara Dunia
Ketiga adalah negara yang tertinggal dalam hal pembangunan. Dengan kurang
majunya pembangunan di negara dunia ketiga, ini mempermudah bagi para kelompok
kejahatan transnasional untuk masuk dan menyebar dengan asumsi dapat memberikan
keuntungan bagi negara tersebut untuk meningkatkan sistem pembangunan di negara-negara
tersebut.
Pada kawasan Asia Tenggara terdapat negara yang dikenal terdapat kejahatan
transnasional terbesar yaitu “Golden Triangle” atau “Segitiga Emas”
yaitu Thailand, Laos dan Myanmar. Dengan ini menunjukan bahwa dengan masuk
dalam negara-negara ini mempermudah bagi mereka dalam melakukan perdagangan
bebas dan pencucian dana yang besar. Selain itu dalam kawasan ini mereka dapat
memproduksi barang dengan menggunakan lahan tersebut untuk narkoba dan obat terlarang lainnya.
BAB III
ANALISA: FENOMENA DAN STUDI
KASUS TOC
A.
Fenomena TOC
Pada masa Perang Dunia II, isu
keamanan yang menjadi pusat perhatian dan konsentrasi internasional hanyalah
berputar pada isu keamanan militer dan penyebaran ideologi dua negara adidaya.
Kedua isu ini dianggap sebagai isu krusial yang mengancam keselamatan negara
dan warga negaranya. Sementara di lain pihak, isu-isu kejahatan atau kriminal,
hanya dianggap sebagai isu minoritas yang dinilai tidak akan membahayakan negara.
Transnational crimes atau kejahatan
transnasional pada dasarnya meliputi dua aspek utama yakni:[19]
1.
Bahwa
tindakan yang di lakukan oleh pelaku tersebut melanggar aturan – aturan yang
ada hukum yang berlaku
2.
Kejahatan
transnasional adalah lingkup aksi atau tindakan tersebut telah melewati batas –
batas negara atau lintas negara.
Fenomena TOC kemudian berkembang sejak
berakhirnya Perang Dunia II. TOC semakin berkembang dan telah diidentifikasi
sebagai ancaman keamanan baru. Konsep lama tentang keamanan yang statis telah
dilengkapi dengan konsep keamanan manusia (human
security) yang menaruh perhatian pada keamanan sampai pada tingkat
individu. Ancaman TOC sesungguhnya merupakan lokus yang menghubungkan konsepsi
lama keamanan yang berorientasi pada state
survival dan pemahaman baru keamanan manusia yang menaruh perhatian sampai
pada kesejahteraan individu.[20]
Berkembangnya kelompok-kelompok
kejahatan teroganisir tersebut menjadi berkarakter transnasional terutama
didorong oleh kemajuan pesat teknologi, semakin eratnya perdagangan
internasional, dan juga situasi geopolitik setelah Perang Dunia.[21]
Sebelum Perang Dunia usai, fenomena
kejahatan terorganisir masih dianggap sebagai fenomena domestik, yang hanya
digadapi oleh beberapa negara saja. Perubahan situasi geopolitik setelah Perang
Dunia, menjadikan TOC sebagai salah satu ancaman baru bagi keamanan negara.
Teknologi yang berkembang pesat menyebabkan juga akses dalam dunia
internasional menjadi tidak terbatas. Globalisasi tentu membawa pengaruh dalam
hal perkembangan ini.
Gaya hidup barat yang disalurkan
melalui media-media hasil ciptaan teknologi seperti televisi, internet, dan
media lainnya, mendorong orang untuk memperolehnya melalui cara termudah, yakni
melakukan kejahatan, melalui kelompok-kelompok terorganisir tertentu yang
mencari keuntungan. Di lain pihak, ekonomi negara-negara di dunia yang terkait
satu sama lain, dengan mudahnya memberikan keleluasaan bagi para sindikat atau
kelompok kejahatan terorganisir dalam melakukan aksinya.
Berbagai bentuk kejahatan yang
kemudian dikategorikan sebagai Transnational Organized Crime (TOC) antara lain:
Penyelundupan migran (migrant smuggling),
Pencucian uang (money laundering),
Perdagangan manusia (human trafficking),
Memproduksi dan memperjualbelikan senjata api secara ilegal (licit production and trafficking in fire arm),
Kejahatan yang berkenaan dengan perbankan (bank
related crimes), Perdagangan narkotika dan psikotropika serta obat
terlarang lainnya (drugs trafficking),
dan pelacuran serta pronografi (prostitution
and phornography).[22]
Walaupun
bentuk kejahatan transnasional terorganisir telah ada sejak lama, berkembangnya
fenomena kejahatan transnasional teorganisir ini menjadi fenomena yang kemudian
banyak diperbincangkan. TOC berubah dari sekedar fenomena domestik belaka
hingga menjadi fenomena internasional yang dianggap sebagai sebuah ancaman.
B.
Upaya ASEAN dalam menangani TOC:
Upaya ASEAN dalam memerangi kejahatan transnasional
dimulai pada Declaration of ASEAN
Concord pada 24
Februari 1976 oleh negara-negara
anggota yang menyerukan
adanya kerjasama intensif
untuk mencegah dan menghapuskan penyalahgunaan narkotika
dan perdagangan obat
bius. Pada perkembangannya,
kerjasama permasalahan kejahatan transnasional pertama kali diangkat pada pertemuan
Menteri Dalam Negeri ASEAN di Manila tahun 1997 yang mengeluarkan ASEAN
Declaration on Transnational Crimes.
Dengan
semakin meluasnya kejahatan
transnasional, pada pertemuan ASEAN Summit
ke-6 pada Dember
1998 di Hanoi,
Vietnam, para kepala negara ASEAN mengesahkan Hanoi Plan
of Action (HPA) guna merealisasikan visi ASEAN 2020 yang telah disahkan sebelumnya
yang diantaranya menuntut penguatan kemampuan regional untuk memberantas
kejahatan transnasional.
Pada pertemuan ASEAN tahun 2002, perjanjian ASEAN Plan
of Action to Combat Transnational
Crimes (ASEAN-PACTC) menyebutkan
bahwa perdagangan orang merupakan salah satu dari 8 jenis kejahatan
lintas negara selain pemberantasan terorisme, perdagangan obat terlarang,
pencucian uang, bajak laut, kejahatan internet dan kejahatan ekonomi
internasional.[23]
Sejumlah badan ASEAN telah dilibatkan dalam memberantas kejahatan
transnasional, antara lain:[24]
1.
ASEAN Ministerial Meeting
on Transnational Crime
(AMMTC), yang menegaskan upaya
ASEAN memberantas kejahatan transnasional melalui kerjasama regional dan
internasional yang lebih luas. Pertemuan tersebut merupakan pertemuan
para Menteri yang
menangani kejahatan lintas negara yang bertemu setiap dua tahun.
AMMTC adalah badan pengambil keputusan
tertinggi dalam kerjasama
ASEAN memberantas kejahatan transnasional.
2.
ASEAN Finance
Ministers Meeting (AFMM),
yaitu kerjasama para
pimpinan kepolisian ASEAN yang memperkuat kerjasama ASEAN dalam
kegiatan bea cukai
dan AFTA serta
memperkokoh kerjasama dalam memberantas perdagangan narkotika,
penyelundupan, dan pengawasan bea cukai. ASEAN Chiefs of National Police
(ASEANAPOL), yang menangani aspek-aspek preventif, penegakan hukum dan
operasional dari kerjasama pemberantasan kejahatan transnasional.
3.
ASEAN Senior
Officials on Drugs
Matters (ASOD), yang
mempunyai rencana aksi pada permasalahan
obat bius dan narkotika.
4.
Dalam masalah illegal fishing,
ASEAN meningkatkan kerjasama regional maupun internasional dalam aspek kelautan
dan perikanan baik di RMFO (Regional Fisheries Management Organization)[25]
beberapa anggota di dunia, kerjasama maritime untuk sebagian besar wilayah yang
berdekatan dengan wilayah negara
lain, dan kerja sama Regional
Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices including
Combating IUU Fishing in the Region.[26]
5.
ASEAN telah
melakukan berbagai upaya bersama
untuk merespon persoalan
penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba sejak organisasi regional ini baru berdiri dan masih terdiri dari
lima negara. Melalui Deklarasi ASEAN Concord yang disampaikan di Bali pada
Februari 1976, ASEAN menghimbau negara-negara anggotanya untuk mengupayakan the intensification of
cooperation among member
states as well as with the
relevant international bodies in the prevention and eradication of the abuse of
narcotics and the illegal trafficking of drugs.[27]
Himbauan ini ditindak lanjuti dengan ASEAN Declaratoin of Principles to
Combat the Abuses of Narcotic Drugs diadopsi di Manila pada 26 Juni 1976.[28]
6.
Setelah ASEAN mengalami
perluasan, upaya-upaya regional untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba pun
terus berkembang, misalnya dengan pengadopsian the ASEAN Plan of Action on
Drug Abuse and Control pada bulan Oktober 1994.[29]
7.
ASEAN Ministerial Meeting ke-31
pada Juli 1998, ASEAN mempertegas
pentingnya upaya bersama
dalam memerangi
penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba dengan
mengadopsi the Joint Declaration for
a Drug-Free ASEAN
by 2020. Deklarasi
tersebut menegaskan komitmen negara-negara anggota
ASEAN untuk menghapuskan
produksi, pengolahan, perdagangan, dan konsumsi narkoba sebelum 2020.
Dan pada Juli 2000, para menteri luar negeri ASEAN sepakat untuk mempercepat
pencapaian target tersebut menjadi tahun 2015.[30]
Adapun pertemuan terakhir kerjasama ASEAN adalah
pertemuan tingkat Menteri negara-negara ASEAN
ke 8 yang
berlangsung pada 9-13
Oktober 2011 yang membahas
masalah kejahatan lintas
negara. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa
pernyataan seperti berkomitmen
untuk mengambil
langkah-langkah yang dianggap
perlu dalam penanganan
kejahatan antar negara dalam
menjaga kedamaian, keamanan
dan stabilitas regional.
Lalu menindaklanjuti pernyataan
bersama pimpinan ASEAN dalam meningkatkan kerja sama melawan perdagangan orang
di Asia Tenggara khususnya dengan mempercepat ASEAN Convention on Trafficking in Person (ACTIP). Kerjasama ini juga
melibatkan negara-negara yang selama ini telah bekerjasama dengan ASEAN
yaitu Cina, Jepang,
dan Korea Selatan.[31]
C.
Penanggulangan Narkotika bagi Human Security
Tahun
1992 PBB telah mencanangkan suatu gerakan ”Kampanye hidup sehat dan produktif
serta menjauhi perbuatan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan zat
adiktif lainnya”. Semua negara anggota PBB diminta untuk terlibat secara nyata
dengan memotovasi orang-orang muda agar merencanakan hari depannya untuk tujuan
hidup yang produktif dan bukan terjebak pada perilaku penggunaan yang salah
obat-obatan berbahaya.
Langkah-langkah
penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika secara
regional maupun internasional telah dilakukan yang dikoordinir oleh badan-badan
PBB dengan dukungan dana yang cukup besar untuk memperkecil kegiatan-kegiatan
produksi gelap narkotika, psikotropika, dan zat adiktif, kegiatan kultivasi
narkotika tertentu untuk memutus mata rantai peredaran gelap dari daerah
produsen ke konsumen serta upaya-upaya yang diarahkan untuk penanganan terhadap
korban penyalahgunaan.
Upaya
pencegahan dilakukan secara integral dan dinamis antara unsur-unsur aparat dan
potensi masyarakat, merupakan upaya yang terus menerus dan berkesinambungan,
untuk merubah sikap perilaku, cara berfikir dari kelompok masyarakat yang sudah
mempunyai kecenderungan menyalahgunakan serta melakukan tindak pidana
perdagangan gelap narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
Upaya pencegahan yang dimaksudkan adalah untuk menciptakan
kesadaran kewaspadaan dan daya tangkal terhadap bahaya-bahaya dan memiliki
kemampuan untuk menolak zat-zat berbahaya tersebut.
Sehinggga
dapat menentukan rencana masa depannya dengan hidup sehat, produktif, kreatif
dan bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya. Kebijaksanaan internasional
dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika tetap mengacu
pada piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional yang ada.
Berikut upaya penanggulangan narkotika bagi human
security: [32]
1.
Secara konsepsional, penanggulangan penyalahgunaan narkoba
umumnya dibagi dalam tiga instrumen:
a.
Suply reduction: yakni mempersempit ruang gerak produksi dan peredaran
narkoba. Kendala yang dihadapi saat ini adalah kolusi antara Bandar dan aparat.
Selain itu, muncul fenomena kitchen lab, industri rumahan yang yang
dikelola secara industri garmen, yang mengakibatkan kontrol menjadi lebih
sulit.
b.
Deman reduction: mengurangi pasar (pengguna) narkoba, yang ditempuh melalui
program rehabilitasi para pengguna. Intinya mengacu pada hukum pasar: kalau
permintaan kurang pada akhirnya akan mengurangi suplai. Pemerintah dan beberapa
lembaga swasta (LSM) telah melakukan advokasi dan pendampingan untuk
memaksimalkan pusat-pusat rehabilitasi pengguna narkoba.
c.
Harm reduction: mengurangi dampak buruk dari penyalahgunaan narkoba, yang
khusus difokuskan terhadap pengguna pecandu. Biasanya, terapi yang ditempuh
adalah Terapi Metadon, suatu jenis narkoba dengan tingkat
ketagihan rendah (interval 24 jam), bandingkan dengan tingkat ketagihan jenis
sabu (setiap 7 jam). Asumsinya, dengan Terapi Metadon, pengguna bisa lebih
produktif, karena interval sakau (kesakitan akibat ketagihan) menjadi lebih
panjang.
2.
Menindak dan memberantas
penyalahgunaan narkoba melalui jalur hukum, yang dilakukan oleh para penegak
hukum atau aparat keamanan yang dibantu oleh masyarakat.
D.
Studi
Kasus Drugs Trafficking dan Human Security di Indonesia
Di indonesia, kasus drugs trafficking belum memiliki data
yang secara pasti mengenai jumlah kasusnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa drugs trafficking telah muncul sebagai
kejahatan yang baru memulai perkembangan teknologi yang sangat pesat. Drugs trafficking telah merugikan bukan
saja pada generasi muda tetapi juga merugikan dan mengancam keamanan negara
indonesia.
Kasus
yang terjadi di indonesia seperti yang di lakukan Raka Widiyarma yang
melakukuan tindakan penyalahgunaan teknologi informasi sebagai sarana dalam
proses terjadinya drugs trafficking.
Raka di tangkap polisi pada Selasa, 6 Maret 2013 di kawasan bintaro setelah
menerima paket berisi lima butir ekstasi yang di pesan secara online dari
malaysia. Raka ditaham pada hari Jumat, 9 Maret 2012 di Mapolres Bandar Udara
Soekarno-Hatta.
Dilihat dari kasus drugs trafficking melalui sistem
penyelenggara elektronik yang teradi di indonesia, terlihat jelas bahwa hukum
di indonesia belum memadai dalam penegakan hukum bagi pelaku yang mengedarkan
narkotika di dunia maya yang berada di luar negeri, pengaturan yang ada hanya
dapat menjerat pengguna narkotika itupun dengan menggunakan undang – undang
Nomor 35 tahun 2009 yang mengatur tentang narkotika.[33]
Dalam kasus drugs trafficking melalui sistem penyelenggara elektronik,
penyelenggara sistem elektronik dapat diminta pertanggungjawaban pidana. Karena
berkedudukan sebagai pengedar yang berperan dalam pembuatan sistem
penyelenggara elektronik yang sengaja dibuat untuk menawarkan narkotika secara
online. Atau dapat juga di tarik sebagai turut serta karena penyelenggaraan
sistem elektronik dan dianggap bekerja sama dengan menyediakan sistem penyelenggara
elektronik yang dapat digunakan drugs
trafficking adalah narkotika.
Upaya
yang sebaiknya dilakukan ialah dibuatnya peraturan secara khasus mengenai drugs trafficking melalui sistem
penyelenggaraan elektronik dalam ketentuan pidana Undang – Undang Nomor 11
tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Dalam pengaturannya,
perlu diperhatikan tindakan yang di lakukan oleh pelaku drugs trafficking melalui sistem
penyelenggara elektronik. Sehingga kedepannya pengaturan di indonesia dapat
memadai untuk penegakkan hukum terhadap drugs trafficking melalui sistem penyelenggara
elektronik.
Adanya drugs trafficking yang didapat
dengan mudah oleh masyarakat Indonesia, menyebabkan adanya ancaman Human Security (keamanan manusia).
Ancaman tersebut berupa dampak negatif yang ditumbulkan dari narkotika, seperti
halusinasi, keadaan tidak sadar, HIV/AIDS, dan kematian. Di Indonesia rancana
aksi human security yang dicakup oleh
kerasama regional ini adalah sebagai berikut:
1.
Pro aktif
meningkatkan kesadaran publik tentang bahaya obat – obatan terlarang seperti
narkotika
2.
Memperkuat
kepastian hukum dengan aringan pengawasan dan meningkatkan kerjasana penegakan
hukum
3.
Membangun
konsensus dan berbagai pengalaman praktik baik pengurangan atas obat – obatan
terlarang dan menghancurkan suplai obat – obatan terlarang tersebut dengan
mendorong program pembangunan alternatif dan partisipasi masyarakat dalam
pemusnahan tanaman obat terlarang.
BAB IV
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Dalam penjelasan dan studi kasus sebelumnya
dapat di simpulkan bahwa terjadinya kejahatan trnasnasional dikarenakan
peningkatan globalisasi. Karena, globalisasi merupakan terjadinya liberalisasi
pasar dan penurunan kepentingan perbatasan antar negara. Sehingga organisasi
etnis maupun agama yang ada di satu negara dapat bebas membawa barang
penyelundupan ke negara lain demi keuntungan. Dan penyebab lain yang menjadikah
hal menjadi ancaman keamanan ialah karena adanya keinginan untuk mendapatkan
keuntungan sebesar-besaranya.
Banyak kebijakan dan keputusan yang telah
dibuat untuk mencegah masalah ini terus berkembang dan mengganggu keamanan
manusia, seperti halnya United Nation atau PBB, ASEAN, UNICEF, dan
sejenisnya. Setiap negara memiliki pola atau cara masing-masing yang sesuai
dengan sistem yang mereka gunakan seperti di kawasan Asia Tenggara mereka lebih
memilih untuk menciptakan kawasan yang damai dan mempererat hubungan bilateral
mereka dan banyak lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Burchill, Scott, Theories
of International Relations, Third Edition.
Hasyi, Muzadi, Kejahatan
Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum, Bandung: Rafika Aditama, 2004.
Syaltout, Mahmud, Laporan Akhir
Kopendium Hukum Tentang Kerjasama Internasional di Bidang Penegakkan Hukum Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasioanl Kementrian Hukum dan HAM,
2012.
Vermonte, Philips
Jusario, Transnational Organized Crime: Isu dan Permasalahannya, dalam Analisis CSIS Isu-isu Non
Tradisional: Bentuk Baru Ancaman Keamanan, Jakarta: CSIS, 2002.
Jurnal dan Report:
AIPA, Country Report of Vietnam: Drugs
crime and drug abuse situation in
Vietnam 2007, 5th Meeting of
AIPA, 2008
Desai, Susan, “Implementation of Anti-Money Laundering
Standards in Asia” Asia Focus: Federal
Reserve Bank of San Fransisco, November 2012.
Emmers, Ralf, “International Regime Building in Southeast Asia:
ASEAN Cooperation against the Illicit Trafficking and Abuse of Drugs,” IDSS Working
Paper, Singapore, 2006.
Finckenauer, James O. dan Ko-lin Chin, “Asian Transnational
Organized Crime and Its Impact on the United States,” National Institute of Justice, Januari
2007.
Nugraha, I Wayan Yasa, “The Impact of Corruption and Money
Laundering on Foreign Direct Investment in ASEAN”, Jurnal Ekonomi Kuantitaif Terapan 6 No. 2, Agustus 2013.
United Nations, World Drug Report 2013, Vienna: United
Nations Press, 2013.
UNOCD, “Statistic
on Drug Trafficking Trend in East, South-East, and South Asia, Oceania and
Worldwide,” UNOCD Honlap 34/2, November 2010.
Utama, Muhammad Fuat Widyaiswara, MENGENALI
PROSES PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DARI HASIL TINDAK PIDANA, Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP.
Williams, Sue dan Carlos Milani, “The Globalization of Drug
Trade,” Sources 111, April 1999.
Pankratz, Thomas dan Hanns Matiasek, “Understanding
Transnational Crime. A Contructivist Approach Towards a Growing Phenomenon,” SIAK Journal-Journal for Political Science
and Practice 2 (2012).
Artikel On-line:
Aseanerspublications.blogspot.com,
Upaya ASEAN Dalam Menanggulangi Kejahatan Transnational di Kawasan Asia
Tenggara, 03 April 2006, [artikel on-line], tersedia di http://aseanerspublications.blogspot.com/2006/04/upaya-asean-dalam-menggulangi.html?m=1; Internet; di unduh pada 22
Maret 2014.
“Cooperation on
Drugs and Narcotics, Overview,” [artikel on-line] terdapat padahttp://www.asean.org/5682; Internet, diunduh pada 22 maret 2013.
“Declaration of
ASEAN Concord,” [artikel on-line] terdapat pada http://www.asean.org/5049.htm; Internet, diunduh pada 22
maret 2013.
en.mikipedia.org,
Transnational Organized Crimes, [artikel on-line], tersedia di http://en.m.wikipedia.org/wiki/Transnational_organized_crime; Internet; diunduh pada 22 Maret
2014.
fh.unpad.ac.id, [artikel on-line]; terdapat pada http://fh.unpad.ac.id/repo/2013/07/aspek-hukum-pengedar-narkoba-drug-traffickers-melalui-sistem-penyelenggara-elektronik-ditinjau-dari-undang-undang-nomor-11-tahun-2008-tentang-informasi-dan-transaksi-elektronik-dan-undang-undang-nom-2/;
Internet, diunduh pada 23 Maret 2014
Karsono, Penyalahgunaan
Narkoba vs Keamanan Nasioanal, 27 Februari 2012, [artikel on-line]; terdapat
pada http://granat.or.id/stories/penyalahgunaan-narkoba-vs-keamanan-nasional-indonesia;
Internet, diunduh pada 22 Maret 2014.
m.whitehouse.gov,
Strategy to Combat Transnational Orginized Crime: Definition, 22 Maret
2014, [artikel on-line], http://m.whitehouse.gov/administration/eop/nsc/transnational-crime/definition; Internet; diunduh pada 22 Maret
2014.
Oxford Dictionaries on-line;
terdapat di http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/modus-operandi; Internet, diunduh pada 25 Maret
2014.
United Nations
Office Drugs and Crime, Drugs Trafficking,
[artikel on-line]; terdapat pada https://www.unodc.org/unodc/en/drug-trafficking/index.html;
Internet, diunduh pada 22 Maret 2014.
[1]
Burchill, Scott, Theories of International Relations, Third Edition, pg 188.
[2] en.mikipedia.org, Transnational
Organized Crimes, [artikel on-line], tersedia di http://en.m.wikipedia.org/wiki/Transnational_organized_crime; Internet;
diunduh pada 22 Maret 2014.
[3] m.whitehouse.gov, Strategy
to Combat Transnational Orginized Crime: Definition, 22 Maret 2014,
[artikel on-line], http://m.whitehouse.gov/administration/eop/nsc/transnational-crime/definition; Internet;
diunduh pada 22 Maret 2014.
[4] Aseanerspublications.blogspot.com,
Upaya ASEAN Dalam Menanggulangi Kejahatan Transnational di Kawasan Asia
Tenggara, 03 April 2006, [artikel on-line], tersedia di http://aseanerspublications.blogspot.com/2006/04/upaya-asean-dalam-menggulangi.html?m=1; Internet;
di unduh pada 22 Maret 2014.
[5] United Nations Office Drugs and
Crime, Drugs Trafficking, [artikel
on-line]; terdapat pada https://www.unodc.org/unodc/en/drug-trafficking/index.html; Internet, diunduh
pada 22 Maret 2014.
[6] Sue Williams dan Carlos Milani,
“The Globalization of Drug Trade,” Sources
111 (April 1999): 4.
[7] UNOCD, “Statistic on Drug
Trafficking Trend in East, South-East, and South Asia, Oceania and Worldwide,” UNOCD Honlap 34/2 (November 2010): 5.
[8] Mahmud Syaltout, Laporan Akhir Kopendium Hukum Tentang
Kerjasama Internasional di Bidang Penegakkan Hukum (Jakarta: Badan
Pembinaan Hukum Nasioanl Kementrian Hukum dan HAM, 2012), 69.
[9] Susan Desai, “Implementation of
Anti-Money Laundering Standards in Asia” Asia
Focus: Federal Reserve Bank of San Fransisco (November 2012): 1.
[10] I Wayan Yasa Nugraha, “The
Impact of Corruption and Money Laundering on Foreign Direct Investment in
ASEAN”, Jurnal Ekonomi Kuantitaif Terapan
6 No. 2 (Agustus 2013): 108.
[11] Mahmud Syaltout, Laporan Akhir Kopendium Hukum Tentang
Kerjasama Internasional di Bidang Penegakkan Hukum, 20.
[12] James O. Finckenauer dan Ko-lin
Chin, “Asian Transnational Organized Crime and Its Impact on the United
States,” National Institute of Justice
(Januari 2007): 5.
[13] Thomas Pankratz dan Hanns
Matiasek, “Understanding Transnational Crime. A Contructivist Approach Towards
a Growing Phenomenon,” SIAK
Journal-Journal for Political Science and Practice 2 (2012): 43.
[14] Mahmud Syaltout, Laporan Akhir Kopendium Hukum Tentang
Kerjasama Internasional di Bidang Penegakkan Hukum¸14.
[15] Oxford Dictionaries on-line;
terdapat di http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/modus-operandi; Internet,
diunduh pada 25 Maret 2014.
[16] AIPA, Country Report of Vietnam: Drugs crime and drug abuse situation in
Vietnam 2007, 5th Meeting of
AIPA, 2008
[17] AIPA, Country Report of Vietnam: Drugs
crime and drug abuse situation in Vietnam 2007
[18] Muhammad Fuat Widyaiswara Utama, MENGENALI PROSES PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING)
DARI HASIL TINDAK PIDANA, Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP, 10
[19]
Muzadi Hasyi, Kejahatan Terorisme Perspektif
Agama, HAM dan Hukum, Bandung: Rafika
Aditama, 2004, 52.
[20]
Philips Jusario Vermonte, Transnational
Organized Crime: Isu dan Permasalahannya, dalam Analisis CSIS Isu-isu Non Tradisional: Bentuk Baru Ancaman
Keamanan, Jakarta: CSIS, 2002, 44.
[21]
Philips Jusario Vermonte, Transnational
Organized Crime: Isu dan Permasalahannya, dalam Analisis CSIS Isu-isu Non Tradisional: Bentuk Baru Ancaman
Keamanan hal. 45
[22]
Philips Jusario Vermonte, Transnational
Organized Crime: Isu dan Permasalahannya, dalam Analisis CSIS Isu-isu Non Tradisional: Bentuk Baru Ancaman
Keamanan
[23] “ASEAN Selayang Pandang,” Departemen Luar Negeri
Republik Indonesia. (2007) 37.
[24] Hidriyah Sita, “Upaya Pemerintah
dan kerjasama ASEAN dalam pemberantasan perdagangan Orang di Indonesia”, buku
lintas tim, 19-21
[25] Marry Anne Palma, Martin
Tsamenyi dan William Edeson, Promoting
Suistanable Fisheries, Martinus Nijhoff Publishers, 2010, hal.201-209.
[26] APEC Fisheries
Working Group, Assessment of
Impact of Illegal,
Unreported and Unregulated
(IUU) Fishing in the Asia-Pacific, Asia-Pacific Economic Cooperation
Secretariat, 2008, hal. 53.
[27] “Declaration of ASEAN Concord,” [artikel
on-line] terdapat pada
http://www.asean.org/5049.htm; Internet,
diunduh pada 22 maret 2013.
[28] “Cooperation on Drugs and
Narcotics, Overview,” [artikel
on-line] terdapat
padahttp://www.asean.org/5682; Internet,
diunduh pada
22 maret 2013.
[29] Ralf Emmers, “International
Regime Building in Southeast Asia: ASEAN Cooperation against the Illicit
Trafficking and Abuse of Drugs”, IDSS
Working Paper, Singapore, (2006): 10.
[30] “Cooperation on Drugs and
Narcotics, Overview”
[31] “Cooperation on Drugs and Narcotics,
Overview,” 21
[32] Bambang Karsono, Penyalahgunaan
Narkoba vs Keamanan Nasioanal, 27 Februari 2012, [artikel on-line];
terdapat pada http://granat.or.id/stories/penyalahgunaan-narkoba-vs-keamanan-nasional-indonesia; Internet, diunduh pada 22 Maret 2014.
[33]fh.unpad.ac.id, [artikel on-line]; terdapat pada http://fh.unpad.ac.id/repo/2013/07/aspek-hukum-pengedar-narkoba-drug-traffickers-melalui-sistem-penyelenggara-elektronik-ditinjau-dari-undang-undang-nomor-11-tahun-2008-tentang-informasi-dan-transaksi-elektronik-dan-undang-undang-nom-2/; Internet, diunduh pada 23 Maret 2014