Transnational Organized Crime (TOC)

By Meisarah Marsa, S.Sos - Juni 28, 2014





BAB I

PENDAHULUAN



A.            Latar Belakang

Pada abad ke-20, isu yang berkembang di dunia terkait dengan kolonialisasi dan perdebatan antar ideologi liberalis dan komunis. Pasca perang dingin keadaan dunia mulai terbuka seiring munculnya globalisasi. Namun, Globalisasi memberi dampak positif dan negatif bagi dunia.  Di lihat dri dampak positif yang diberikan, maka negara-negara dapat menjalankan perdagangan lintas wilayah dan batas. Sedangkan dari dampak negatif, globalisasi juga memberikan jalan bagi kejahatan transnasional untuk berkembang.

Dengan peningkatan sistem globalisasi di akhir dekade, membuat para pelaku mengembangkan hal-hal itu. Berangkat dari bisnis ilegal di dalam negeri, mereka membawa bisnis ilegal tersebut ke negara lain. Pada setiap tempat memiliki banyak sistem dalam melakukan bisnis ilegal tersebut untuk menyulitkan keamanan untuk mengidentifikasi tindakan mereka dan itu yang menjadikan ketidakamanannya manusia.



B.             Pertanyaan Penelitian

1.             Apa yang menyebabkan Transnational Organized Crime (TOC) menjadi isu dalam dunia internasional?

2.             Bagaimana TOC dapat berkembang di dunia ketiga?

3.             Upaya apa yang diberikan untuk mencegah TOC yang terus berkembang?



C.             Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.             Untuk memberi penjelasan bahwa TOC kini telah menjadi isu yang penting dalam Hubungan Internasional.

2.             Untuk memberikan gambaran tentang penyebaran TOC dan macam-macam yang terkait dengan TOC.

3.             Untuk menginformasikan bahwa isu TOC ini dapat mengancam keamanan manusia.

4.             Diharapkan makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional.



D.            Kerangka Teori

Pada permasalahan ini kami menggunakan teori konstruktivisme yang mana teori ini menjelaskan tentang hubungan yang berkarakter atas dasar kepentingan normatif suatu negara dalam melakukan hubungan internasional. Dan dalam teori ini pun memberi pengertian tentang struktur material, peran identitas dalam bentuk aksi politik dan hubungan mutual konstitutif antara agen dan struktur.[1] dengan teori ini kami dapat melihat kepentingan suatu kejahatan dalam melakukan tindakan ilegal terhadap negara.

Dalam makalah ini pun kami memasukan konsep Human Security karena konsep ini sangat berkaitan dengan masalah Transnational Organized Crimes. Dimana konsep Human Security ini membahas tentang keamanan setiap manusia di dunia. Dengan timbulnya masalah kejahatan transnasional ini sangat memberi pengaruh pada keaman manusia baik dalam hal dalam negri maupun di luar. Dengan konsep ini dapat menunjukan pada kita bahwa isu kejahatan transnasional sangat berpengaruh pada dunia.



E.             Sistematika Penulisan

1.             Pendahuluan

a.             Latar Belakang

b.             Pertanyaan Penelitian

c.              Tujuan Penelitian

d.             Kerangka Teori

e.             Sistematika Penulisan

2.             Kerangka Pemikiran

a.             Definisi Transnational Organized Crimes (TOC)

b.             Macam-macam TOC

1)            Drugs Trafficking

2)            Money Laundering

c.              Sebab Akibat TOC

d.             Modus Operandi TOC: Drugs Trafficking dan Money Laundering

e.             Penyebaran TOC di Dunia Ketiga

3.             Analisa: Fenomena dan Studi Kasus TOC

a.             Fenomena TOC

b.             Upaya Pemberantasan TOC di Negara Berkembang

c.              Penanggulangan Narkotika Bagi Human Security

d.             Studi Kasus: Drugs Trafficking dan Human Security di Indonesia

4.             Penutup

a.             Kesimpulan





BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN



A.            Definisi Transnational Organized Crime (TOC)

Transnasional Organized Crimes (TOC) adalah salah satu kejahatan terorganisir dalam cangkupan internasional atau melibatkan banyak negara.[2] TOC ini sama halnya dengan sebuah organisasi internasional, namun TOC ini lebih bertujuan melakukan hal-hal ilegal seperti terrorisme, perdagangan manusia, dan lain sebagainya. TOC memiliki sistem khusus dalam menjalankan misi dan visi mereka. Dalam menjalankan misi mereka dapat melakukan kekerasan dan dilakukan dengan sistematis yang sudah ditentu.

TOC ini pun menjadi sulit di selesaikan karena ini mencangkup banyak negara dan mereka saling berhubungan tidak ada tindakan yang tidak diketahui, mereka menggunakan berbagai cara agar sulit diketahui oleh negara, mereka terus berkembang di setiap negara. Mereka membuat aliansi dan bekerjasama dalam melakukan kejahatan negara.[3]Ada 6 Karakteristik kejahatan transnasional berdasarkan pertemuan Internasional The World Ministerial Conference on Organized Crime di Nepal pada tahun 1994, yaitu:

1.             Suatu organisasi yang melakukan kejahatan (group organization to commit crime)

2.             Memiliki jaringan hirarkis atau hubunga personel yang memberikam kewenangan pemmpinnya untuk mengendalikan kelompok tersebut (hierarcical links or personal relationship which permit leader to control the group)

3.             Kekerasan, intimidasi, dan korupsi digunakan untuk mendapatkan keuntungan atau mengontrol daerah kekuasaan atau pasar (violence, intimidation, and coruption used to earn profit or control teritories or markets)

4.             Mencuci uang hasil perdagangan gelap baik yang berasal dari kegiatan kriminal dan disusupkan dalam kegiatan ekonomi yang sah (laundring of illicit process both in furtherence of criminal activity and to infiltrate in legitimacy economy)

5.             Memperluas jaringan operasinya keluar negeri (the potential for expansion into any new activities and beyond national boerders)

6.             Bekerjasama dengan kelompok kejahatan transnasional terorganisir lainnya (cooperation with other organized transnational criminal group).[4]



B.             Macam-macam Transnational Organized Crimes (TOC)

Dalam kejahatan transnasional terdapat banyak jenis dan macam yang memiliki pemfokusam masing-masing kejahatan, seperti drugs trafficking, money laudering, human trafficking, corruption, legal imigrant, dan lain-lain. Penulis mengspesifikasi pembahasan mengeni TOC dengan fakus kejahatan drugs trafficking dan money laundering.

1)             Drugs Trafficking

Narkoba, seperti yang kita ketahui bersama merupakan bagian dari obat penenang yang disalahgunakan pemakaiannya sehingga menyebabkan halusinasi tinggi, ketergantungan obat, kerusakan mental, dan bahkan kematian. Di satu sisi, narkoba merupakan obat yang digunakan dalam pembiusan (penenang) dalam kaidah kedokteran serta dosis yang tepat. Namun, berita positif dari narkoba tersebut, disalahgunakan oleh organisasi tertentu untuk dijadikan sebagai keuntungan sepihak.

Perdagangan gelap narkoba (Drugs Trafficking) merupakan salah satu contoh dari penyalahgunaan narkoba yang dimana sudah memasuki kriteria dari kejahatan lintas batas yang dilakukan oleh organisasi tertentu di penjuru dunia. Istilah Drugs trafficking menurut definisi dari United Nations Office Drugs and Crime (UNODC) ialah penjualan narkoba secara gelap yang melibatkan budidaya, manufaktur dan distributor  yang tunduk pada aturan hukum yang ilegal.[5]

Organisasi kejahatan yang bersifat lintas batas ini misalnya Cocain Cartels yang bermarkas di Colombia dan Meksiko, Triads di Hongkong, Taiwan dan China, The Yakuza di Jepang, The Sicilian Cosa Nostra: La Cosa Nostra di New York, dan  kelompok mafia Rusia serta beberapa lainnya dari Eropa Timur.[6] Mereka membudidaya, manufaktur dan menjadi distributor narkoba untuk dipasok ke berbagai belahan dunia secara ilegal.

Dalam jurnal dari UNOCD, pembudidayaan cannabis (ganja) pada tahun 2009 berada di kawasan Asia-Pasifik, seperti India, Indonesia, Myanmar, Selandia Baru, dan Filipina yang dimana ganja tumbuh subur di wilayah mereka. [7] Untuk produksi opium jenis heroin terbaik terdapat di Laos, Myanmar, dan Thailand. Karena di tiga negera tersebut, banyak terdapat bukit-bukit dengan rendahnya minyak yang terkandung di dalamnya dan tidak adanya fasilitas irigasi. Sehingga, tanaman opium dapat tumbuh subur di tiga negara tersebut.

Peredaran gelap narkoba ini sangat menggangu keamanan manusia di seluruh dunia. Karena sifat dari narkoba ini yang sangat merusak manusia, sehingga manusia tidak dapat lagi berfikir logis dan rasional. PBB sebagai organisasi terbesar dunia yang mencakup dari berbagai negara di seluruh kawasan sudah berupaya untuk menanggulangi kejahatan transnasional ini. Dengan dibentuknya United Nations Office of Drugs and Crime (UNODC), negara di seluruh dunia bergabung dalam konferensi ini dan meratifikasi perjanjian hukum.

2)             Money Laundering

Money laundering atau yang biasa disebut dengan pencucian uang, menurut Badan Pembinaan Hukum Nasioanl Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia adalah suatu upaya atau proses untuk merubah harta tunai yang didapat dari hasil suatu kejahatan, dan dimanipulasi sehingga seakan-akan harta tersebut merupakan harta legal.[8] Kejahatan money loundring ini diperoleh dari bisnis ilegal kejahatan organisasi transnasional, seperti perdagangan narkoba, perdagangan manusia, imigran gelap, penyelundupan senjata, dan lainnya.

Pencucian uang juga terkait dengan sindikat jaringan terorisme, dimana uang tersebut dapat digunakan untuk mendanai kelompok terorisme agar dapat menjalankan aksinya untuk mengancam keamanan manusia dan perdamaian dunia. Dalam jurnal Asia Focus[9], kasus pencucian uang banyak terjadi di kawasan Asia karena beberapa faktor, yakni:

a.             Structural issue, karena banyak Negara di Asia merupakan Negara berkembang, sehingga kondisi ekonomi dan politiknya belum stabil, dan riskan terhadap kasus korupsi.

b.             Prevalence of Cash Transactions, yaitu lalu lintas bisnis di Asia yang masih menggunakan transaksi tunai.

c.              Presence of Alternate Remittance Systems adalah sistem pengiriman uang alternatif di bank-bank kawasan yang menyebabkan tidak adanya jejak kertas yang ditinggalkan.

d.             High Level of Criminal Activity, yaitu banyaknya tingkat kejahatan baik itu nasional maupun transnasional sehingga keuntungan dari kejahatan ilegal itu dijadikan sebagai proses pencucian uang.

e.             Social, Cultural and Legal Norms, karena kondisi masyarakat di Asia yang sangat beragam dan masih tradisonal. Sehingga hanya beberapa orang saja yang dapat menjalankan bisnis yang modern.

McDowell dan Novis menjelaskan bahwa pencucian uang dapat memberikan efek terhadap sektor ekonomi, yaitu; merusak sektor swasta yang sah, merusak integritas pasar keuangan, menyebabkan hilangnya kontrol terhadap ekonomi politik, menyebabkan ketidakstabilan dan distorsi ekonomi, hilangnya pendapatan, resiko tehadapa upaya peningkatan privatisasi, dan menyebabkan resiko reputasi.[10]



C.             Sebab Akibat Timbulnya Transnational Organized Crime (TOC)

Penyebab utama dari kejahatan transnasional adalah globalisasi. Karena, globalisasi merupakan terjadinya liberalisasi pasar dan penurunan kepentingan perbatasan antar negara.[11] Sehingga organisasi etnis maupun agama yang ada di satu negara dapat bebas membawa barang penyelundupan ke negara lain demi keuntungan. Penyebab lain mengapa kejahatan transnasional ini menjadi ancaman keamanan ialah karena adanya keinginan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besaranya.[12]

Sehingga organisasi yang berawal melakukan kejahatan di dalam negaranya memberanikan diri untuk membawa bisnis mereka ke dunia internasional. Seperti contohnya Kamboja, dengan menjadikan wanita sebagai ladang bisnis yang menjanjikan. Dimulai dari kelompok dalam negeri yang menjual wanita Kamboja kepada wisatawan asing yang datang, mereka mulai mencoba untuk menjualnya ke negara lain dengan ilegal.

Di negara kawasan Asia lainnya, seperti China, Hongkong, Taiwan, Jepang, Filipina, juga turut melakukan perdangan gelap. Baik itu manusianya (anak-anak dan wanita), narkoba, senjata, dan lainnya. Ditambah dengan adanya fakta bahwa Asia mempunyai kawasan Golden Triangle (Thailand, Laos dan Myanmar) yang membudidayakan, memproduksi dan mendistribusikan heroin secara ilegal. Keuntungan dari perdagangan gelap itu sudah dipastikan dijadikan sebagai proses pencucian uang guna menutupi bisnis gelap mereka.

Dari penyebab yang dipaparkan diatas, kejahatan transnasional diyakini akan mendapat pengaruh pada kehidupan ekonomi, struktur sosial, administrasi publik, peradilan dan politik masyarakat melalui kekuatan  keuangan yang sangat besar.[13] Menurut Badan Pembinaan Hukum Nasioanl Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia akibat yang dapat ditimbulkan dari kejahatan transnasional ini adalah[14]:

1.             Merusak masyarakat sipil, sistem politik, dan kedaulatan suatu Negara, melalui pembudayaan kekerasan dan penyuapan, serta mengenalkan satu kanker korupsi ke struktur politik;

2.             Membahayakan mekanisme pasar, termasuk aktivitas kebijakan pemerintah dan merusak keuntungan sistem ekonomi dan perdagangan yang adil, bebas dan aman yang akan diterima oleh produsen maupun konsumen. Bahkan dalam kasus yang ekstrim, semua sektor perdagangan yang legal akan terbawa pada aktivitas ilegal, cenderung merongrong kedaulatan Negara-bangsa dan membiasakan individu-individu untuk berbuat sesuatu yang diluar kerangka hukum;

3.             Gangguan terhadap sistem lingkungan melalui perusakan sistem pengamanan dan peraturan lingkungan;

4.             Medestabilisasi secara strategis kepentingan bangsa dan menjatuhkan progress dari ekonomi transisi dan ekonomi Negara berkembang dan dengan kata lain mengiterupsi kebijakan luar negeri dan sistem internasional;

5.             Memberatkan masyarakat dengan beban sosial dan ekonomi yang tinggi dari suatu akibat kejahatan transnasional tersebut.



D.            Modus Operandi Transnational Organized Crimes: Drugs Trafficking dan Money Laundering

Modus operandi dalam Oxford dictionaries adalah a particular way or methods of doing someithing.[15] Maksudnya adalah setiap perbuatan baik itu kebaikan maupun kejahatan, pasti terdapat metode dan cara untuk melakukannya. Hal itulah yang terjadi dalam TOC, dimana kejahatan ini sudah terorganisir dengan baik. Beragam upaya yang dilakukan dunia untuk menanggulangi kejahatan terorganisir ini, selaras dengan beragamnya maodus operandi yang dilakukan oleh organisasi kejahatan ini.

Fakta dari kondisi lapangan di kawasan Asia Tenggara, dimana setiap negara berada di satu daratan sehingga akses pasar gelap melalui perbatasan dapat dilakukan dengan mudah. Sepertinya yang terjadi di Vietnam, narkoba hasil produksi di kawasan Golden Triangle didistributorkan oleh organisasi transnasional melewati perbatasan negara dan bekerjasama dengan pengedar lokal di tempat tertentu.[16]

Mereka dapat dengan mudah memasok narkoba ke negara dengan cara memalsukan paspor atau memberikan uang suap kepada aparat setempat. Hal tersebut dikarenakan arus globalisasi, dimana setiap negara dapat melintas batas dengan mudah. Selain modus operandi tersebut, perdagangan narkoba tidak hanya dimasarkan melalui pasar gelap. Tetapi juga sudah mulai masuk ke pasar online, dimana penjualan dan pembelian menggunakan jaringan komunikasi online sebagai perantaranya. Khususnya media sosial yang berkembang saat ini.[17]

Sedangkan untuk kejahatan berupa pencucian uang ada banyak modus operandi yang dilakukan. Ada tiga tahap proses pencucian uang, yaitu tahap penempatan (placement stage), tahap penyebaran (layering stage), dan tahap pengumpulan (intergation stage). Bentuk kegiatan dari tahap-tahap tersebut adalah menempatkan dana pada bank, menyelundupkan uang tunai ke luar negeri, membelikan barang bernilai tinggi untuk pribadi, memindahkan uang tunai melalui jaringan kegiatan usaha yang sah maupun shell company, dan lain-lain.[18]



 

E.             Penyebaran TOC di Dunia Ketiga

Negara Dunia Ketiga adalah kumpulan negara yang memilih Non Blok pada saat perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Banyak dari negara Dunia Ketiga adalah negara yang tertinggal dalam hal pembangunan. Dengan kurang majunya pembangunan di negara dunia ketiga, ini mempermudah bagi para kelompok kejahatan transnasional untuk masuk dan menyebar dengan asumsi dapat memberikan keuntungan bagi negara tersebut untuk meningkatkan sistem pembangunan di negara-negara tersebut.

Pada kawasan Asia Tenggara terdapat negara yang dikenal terdapat kejahatan transnasional terbesar yaitu “Golden Triangle” atau “Segitiga Emas” yaitu Thailand, Laos dan Myanmar. Dengan ini menunjukan bahwa dengan masuk dalam negara-negara ini mempermudah bagi mereka dalam melakukan perdagangan bebas dan pencucian dana yang besar. Selain itu dalam kawasan ini mereka dapat memproduksi barang dengan menggunakan lahan tersebut untuk  narkoba dan obat terlarang lainnya.





BAB III

ANALISA: FENOMENA DAN STUDI KASUS TOC



A.            Fenomena TOC

Pada masa Perang Dunia II, isu keamanan yang menjadi pusat perhatian dan konsentrasi internasional hanyalah berputar pada isu keamanan militer dan penyebaran ideologi dua negara adidaya. Kedua isu ini dianggap sebagai isu krusial yang mengancam keselamatan negara dan warga negaranya. Sementara di lain pihak, isu-isu kejahatan atau kriminal, hanya dianggap sebagai isu minoritas yang dinilai tidak akan membahayakan negara.

Transnational crimes atau kejahatan transnasional pada dasarnya meliputi dua aspek utama yakni:[19]

1.             Bahwa tindakan yang di lakukan oleh pelaku tersebut melanggar aturan – aturan yang ada hukum yang berlaku

2.             Kejahatan transnasional adalah lingkup aksi atau tindakan tersebut telah melewati batas – batas negara atau lintas negara.

Fenomena TOC kemudian berkembang sejak berakhirnya Perang Dunia II. TOC semakin berkembang dan telah diidentifikasi sebagai ancaman keamanan baru. Konsep lama tentang keamanan yang statis telah dilengkapi dengan konsep keamanan manusia (human security) yang menaruh perhatian pada keamanan sampai pada tingkat individu. Ancaman TOC sesungguhnya merupakan lokus yang menghubungkan konsepsi lama keamanan yang berorientasi pada state survival dan pemahaman baru keamanan manusia yang menaruh perhatian sampai pada kesejahteraan individu.[20]

Berkembangnya kelompok-kelompok kejahatan teroganisir tersebut menjadi berkarakter transnasional terutama didorong oleh kemajuan pesat teknologi, semakin eratnya perdagangan internasional, dan juga situasi geopolitik setelah Perang Dunia.[21]

Sebelum Perang Dunia usai, fenomena kejahatan terorganisir masih dianggap sebagai fenomena domestik, yang hanya digadapi oleh beberapa negara saja. Perubahan situasi geopolitik setelah Perang Dunia, menjadikan TOC sebagai salah satu ancaman baru bagi keamanan negara. Teknologi yang berkembang pesat menyebabkan juga akses dalam dunia internasional menjadi tidak terbatas. Globalisasi tentu membawa pengaruh dalam hal perkembangan ini.

Gaya hidup barat yang disalurkan melalui media-media hasil ciptaan teknologi seperti televisi, internet, dan media lainnya, mendorong orang untuk memperolehnya melalui cara termudah, yakni melakukan kejahatan, melalui kelompok-kelompok terorganisir tertentu yang mencari keuntungan. Di lain pihak, ekonomi negara-negara di dunia yang terkait satu sama lain, dengan mudahnya memberikan keleluasaan bagi para sindikat atau kelompok kejahatan terorganisir dalam melakukan aksinya.

Berbagai bentuk kejahatan yang kemudian dikategorikan sebagai Transnational Organized Crime (TOC) antara lain: Penyelundupan migran (migrant smuggling), Pencucian uang (money laundering), Perdagangan manusia (human trafficking), Memproduksi dan memperjualbelikan senjata api secara ilegal (licit production and trafficking in fire arm), Kejahatan yang berkenaan dengan perbankan (bank related crimes), Perdagangan narkotika dan psikotropika serta obat terlarang lainnya (drugs trafficking), dan pelacuran serta pronografi (prostitution and phornography).[22] 

Walaupun bentuk kejahatan transnasional terorganisir telah ada sejak lama, berkembangnya fenomena kejahatan transnasional teorganisir ini menjadi fenomena yang kemudian banyak diperbincangkan. TOC berubah dari sekedar fenomena domestik belaka hingga menjadi fenomena internasional yang dianggap sebagai sebuah ancaman.



B.             Upaya ASEAN dalam menangani TOC:

Upaya ASEAN dalam memerangi kejahatan transnasional dimulai pada Declaration  of  ASEAN  Concord  pada  24  Februari  1976  oleh  negara-negara anggota  yang  menyerukan  adanya  kerjasama  intensif  untuk  mencegah  dan menghapuskan  penyalahgunaan  narkotika  dan  perdagangan  obat  bius.  Pada perkembangannya, kerjasama permasalahan kejahatan transnasional pertama kali diangkat pada pertemuan Menteri Dalam Negeri ASEAN di Manila tahun 1997 yang mengeluarkan ASEAN Declaration on Transnational Crimes.

Dengan  semakin  meluasnya  kejahatan  transnasional,  pada  pertemuan ASEAN  Summit  ke-6  pada  Dember  1998  di  Hanoi,  Vietnam,  para  kepala negara ASEAN mengesahkan Hanoi Plan of Action (HPA) guna merealisasikan visi ASEAN 2020 yang telah disahkan sebelumnya yang diantaranya menuntut penguatan kemampuan regional untuk memberantas kejahatan transnasional.

Pada pertemuan ASEAN tahun 2002, perjanjian ASEAN Plan of Action to  Combat  Transnational  Crimes  (ASEAN-PACTC)  menyebutkan  bahwa perdagangan orang merupakan salah satu dari 8 jenis kejahatan lintas negara selain pemberantasan terorisme, perdagangan obat terlarang, pencucian uang, bajak laut, kejahatan internet dan kejahatan ekonomi internasional.[23] Sejumlah badan ASEAN telah dilibatkan dalam memberantas kejahatan transnasional, antara lain:[24]

1.             ASEAN  Ministerial  Meeting  on  Transnational  Crime  (AMMTC),  yang menegaskan upaya ASEAN memberantas kejahatan transnasional melalui kerjasama regional dan internasional yang lebih luas. Pertemuan tersebut merupakan  pertemuan  para  Menteri  yang  menangani  kejahatan  lintas negara yang bertemu setiap dua tahun. AMMTC adalah badan pengambil keputusan  tertinggi  dalam  kerjasama  ASEAN  memberantas  kejahatan transnasional.

2.             ASEAN  Finance  Ministers  Meeting  (AFMM),  yaitu  kerjasama  para  pimpinan kepolisian ASEAN yang memperkuat kerjasama ASEAN dalam kegiatan  bea  cukai  dan  AFTA  serta  memperkokoh  kerjasama  dalam memberantas perdagangan narkotika, penyelundupan, dan pengawasan bea cukai. ASEAN Chiefs of National Police (ASEANAPOL), yang menangani aspek-aspek preventif, penegakan hukum dan operasional dari kerjasama pemberantasan kejahatan transnasional.

3.             ASEAN  Senior  Officials  on  Drugs  Matters  (ASOD),  yang  mempunyai  rencana aksi pada permasalahan obat bius dan narkotika.

4.             Dalam masalah illegal fishing, ASEAN meningkatkan kerjasama regional maupun internasional dalam aspek kelautan dan perikanan baik di RMFO (Regional Fisheries Management Organization)[25] beberapa anggota di dunia, kerjasama maritime untuk sebagian besar wilayah yang berdekatan dengan wilayah negara lain, dan kerja  sama  Regional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices including Combating IUU Fishing in the Region.[26]

5.             ASEAN  telah  melakukan berbagai  upaya  bersama  untuk  merespon  persoalan  penyalahgunaan  dan peredaran gelap narkoba sejak organisasi regional ini baru berdiri dan masih terdiri dari lima negara. Melalui Deklarasi ASEAN Concord yang disampaikan di Bali pada Februari 1976, ASEAN menghimbau negara-negara anggotanya untuk  mengupayakan the  intensification  of  cooperation  among  member  states  as well as with the relevant international bodies in the prevention and eradication of the abuse of narcotics and the illegal trafficking of drugs.[27] Himbauan ini ditindak lanjuti dengan ASEAN Declaratoin of Principles to Combat the Abuses of Narcotic Drugs diadopsi di Manila pada 26 Juni 1976.[28]

6.             Setelah ASEAN mengalami perluasan, upaya-upaya regional untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba pun terus berkembang, misalnya dengan pengadopsian the ASEAN Plan of Action on Drug Abuse and Control pada bulan Oktober 1994.[29]

7.             ASEAN Ministerial Meeting ke-31 pada Juli 1998,  ASEAN  mempertegas  pentingnya  upaya  bersama  dalam  memerangi penyalahgunaan  dan  peredaran  gelap  narkoba  dengan  mengadopsi the  Joint Declaration  for  a  Drug-Free  ASEAN  by  2020.  Deklarasi  tersebut menegaskan komitmen  negara-negara  anggota  ASEAN  untuk  menghapuskan  produksi, pengolahan, perdagangan, dan konsumsi narkoba sebelum 2020. Dan pada Juli 2000, para menteri luar negeri ASEAN sepakat untuk mempercepat pencapaian target tersebut menjadi tahun 2015.[30]

Adapun pertemuan terakhir kerjasama ASEAN adalah pertemuan tingkat Menteri  negara-negara  ASEAN  ke  8  yang  berlangsung  pada  9-13  Oktober 2011  yang  membahas  masalah  kejahatan  lintas  negara.  Pertemuan  tersebut menghasilkan  beberapa  pernyataan  seperti  berkomitmen  untuk  mengambil langkah-langkah  yang  dianggap  perlu  dalam  penanganan  kejahatan  antar negara  dalam  menjaga  kedamaian,  keamanan  dan  stabilitas  regional. 

Lalu menindaklanjuti pernyataan bersama pimpinan ASEAN dalam meningkatkan kerja sama melawan perdagangan orang di Asia Tenggara khususnya dengan mempercepat ASEAN Convention on Trafficking in Person (ACTIP). Kerjasama ini juga melibatkan negara-negara yang selama ini telah bekerjasama dengan  ASEAN  yaitu  Cina,  Jepang,  dan  Korea  Selatan.[31]



C.             Penanggulangan Narkotika bagi Human Security

Tahun 1992 PBB telah mencanangkan suatu gerakan ”Kampanye hidup sehat dan produktif serta menjauhi perbuatan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan zat adiktif lainnya”. Semua negara anggota PBB diminta untuk terlibat secara nyata dengan memotovasi orang-orang muda agar merencanakan hari depannya untuk tujuan hidup yang produktif dan bukan terjebak pada perilaku penggunaan yang salah obat-obatan berbahaya.

Langkah-langkah penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika secara regional maupun internasional telah dilakukan yang dikoordinir oleh badan-badan PBB dengan dukungan dana yang cukup besar untuk memperkecil kegiatan-kegiatan produksi gelap narkotika, psikotropika, dan zat adiktif, kegiatan kultivasi narkotika tertentu untuk memutus mata rantai peredaran gelap dari daerah produsen ke konsumen serta upaya-upaya yang diarahkan untuk penanganan terhadap korban penyalahgunaan.

Upaya pencegahan dilakukan secara integral dan dinamis antara unsur-unsur aparat dan potensi masyarakat, merupakan upaya yang terus menerus dan berkesinambungan, untuk merubah sikap perilaku, cara berfikir dari kelompok masyarakat yang sudah mempunyai kecenderungan menyalahgunakan serta melakukan tindak pidana perdagangan gelap narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.

Upaya pencegahan yang dimaksudkan adalah untuk menciptakan kesadaran kewaspadaan dan daya tangkal terhadap bahaya-bahaya dan memiliki kemampuan untuk menolak zat-zat berbahaya tersebut. Sehinggga dapat menentukan rencana masa depannya dengan hidup sehat, produktif, kreatif dan bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya. Kebijaksanaan internasional dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika tetap mengacu pada piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional yang ada.

Berikut upaya penanggulangan narkotika bagi human security: [32]

1.             Secara konsepsional, penanggulangan penyalahgunaan narkoba umumnya dibagi dalam tiga instrumen:

a.             Suply reduction: yakni mempersempit ruang gerak produksi dan peredaran narkoba. Kendala yang dihadapi saat ini adalah kolusi antara Bandar dan aparat. Selain itu, muncul fenomena kitchen lab, industri rumahan yang yang dikelola secara industri garmen, yang mengakibatkan kontrol menjadi lebih sulit.

b.             Deman reduction: mengurangi pasar (pengguna) narkoba, yang ditempuh melalui program rehabilitasi para pengguna. Intinya mengacu pada hukum pasar: kalau permintaan kurang pada akhirnya akan mengurangi suplai. Pemerintah dan beberapa lembaga swasta (LSM) telah melakukan advokasi dan pendampingan untuk memaksimalkan pusat-pusat rehabilitasi pengguna narkoba.

c.              Harm reduction: mengurangi dampak buruk dari penyalahgunaan narkoba, yang khusus difokuskan terhadap pengguna pecandu. Biasanya, terapi yang ditempuh adalah Terapi Metadon, suatu jenis narkoba dengan tingkat ketagihan rendah (interval 24 jam), bandingkan dengan tingkat ketagihan jenis sabu (setiap 7 jam). Asumsinya, dengan Terapi Metadon, pengguna bisa lebih produktif, karena interval sakau (kesakitan akibat ketagihan) menjadi lebih panjang.

2.             Menindak dan memberantas penyalahgunaan narkoba melalui jalur hukum, yang dilakukan oleh para penegak hukum atau aparat keamanan yang dibantu oleh masyarakat.



 

D.            Studi Kasus Drugs Trafficking dan Human Security di Indonesia

Di indonesia, kasus drugs trafficking belum memiliki data yang secara pasti mengenai jumlah kasusnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa drugs trafficking telah muncul sebagai kejahatan yang baru memulai perkembangan teknologi yang sangat pesat. Drugs trafficking telah merugikan bukan saja pada generasi muda tetapi juga merugikan dan mengancam keamanan negara indonesia.

   Kasus yang terjadi di indonesia seperti yang di lakukan Raka Widiyarma yang melakukuan tindakan penyalahgunaan teknologi informasi sebagai sarana dalam proses terjadinya drugs trafficking. Raka di tangkap polisi pada Selasa, 6 Maret 2013 di kawasan bintaro setelah menerima paket berisi lima butir ekstasi yang di pesan secara online dari malaysia. Raka ditaham pada hari Jumat, 9 Maret 2012 di Mapolres Bandar Udara Soekarno-Hatta.

Dilihat dari kasus drugs trafficking melalui sistem penyelenggara elektronik yang teradi di indonesia, terlihat jelas bahwa hukum di indonesia belum memadai dalam penegakan hukum bagi pelaku yang mengedarkan narkotika di dunia maya yang berada di luar negeri, pengaturan yang ada hanya dapat menjerat pengguna narkotika itupun dengan menggunakan undang – undang Nomor 35 tahun 2009 yang mengatur tentang narkotika.[33]

Dalam kasus drugs trafficking melalui sistem penyelenggara elektronik, penyelenggara sistem elektronik dapat diminta pertanggungjawaban pidana. Karena berkedudukan sebagai pengedar yang berperan dalam pembuatan sistem penyelenggara elektronik yang sengaja dibuat untuk menawarkan narkotika secara online. Atau dapat juga di tarik sebagai turut serta karena penyelenggaraan sistem elektronik dan dianggap bekerja sama dengan menyediakan sistem penyelenggara elektronik yang dapat digunakan drugs trafficking adalah narkotika.

Upaya yang sebaiknya dilakukan ialah dibuatnya peraturan secara khasus mengenai drugs trafficking melalui sistem penyelenggaraan elektronik dalam ketentuan pidana Undang – Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Dalam pengaturannya, perlu diperhatikan tindakan yang di lakukan oleh pelaku drugs trafficking  melalui sistem penyelenggara elektronik. Sehingga kedepannya pengaturan di indonesia dapat memadai untuk penegakkan hukum terhadap drugs trafficking melalui sistem penyelenggara elektronik.

Adanya drugs trafficking yang didapat dengan mudah oleh masyarakat Indonesia, menyebabkan adanya ancaman Human Security (keamanan manusia). Ancaman tersebut berupa dampak negatif yang ditumbulkan dari narkotika, seperti halusinasi, keadaan tidak sadar, HIV/AIDS, dan kematian. Di Indonesia rancana aksi human security yang dicakup oleh kerasama regional ini adalah sebagai berikut:

1.             Pro aktif meningkatkan kesadaran publik tentang bahaya obat – obatan terlarang seperti narkotika

2.             Memperkuat kepastian hukum dengan aringan pengawasan dan meningkatkan kerjasana penegakan hukum

3.             Membangun konsensus dan berbagai pengalaman praktik baik pengurangan atas obat – obatan terlarang dan menghancurkan suplai obat – obatan terlarang tersebut dengan mendorong program pembangunan alternatif dan partisipasi masyarakat dalam pemusnahan tanaman obat terlarang.





BAB IV

PENUTUPAN

A.            Kesimpulan

Dalam penjelasan dan studi kasus sebelumnya dapat di simpulkan bahwa terjadinya kejahatan trnasnasional dikarenakan peningkatan globalisasi. Karena, globalisasi merupakan terjadinya liberalisasi pasar dan penurunan kepentingan perbatasan antar negara. Sehingga organisasi etnis maupun agama yang ada di satu negara dapat bebas membawa barang penyelundupan ke negara lain demi keuntungan. Dan penyebab lain yang menjadikah hal menjadi ancaman keamanan ialah karena adanya keinginan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besaranya.

Banyak kebijakan dan keputusan yang telah dibuat untuk mencegah masalah ini terus berkembang dan mengganggu keamanan manusia, seperti halnya United Nation atau PBB, ASEAN, UNICEF, dan sejenisnya. Setiap negara memiliki pola atau cara masing-masing yang sesuai dengan sistem yang mereka gunakan seperti di kawasan Asia Tenggara mereka lebih memilih untuk menciptakan kawasan yang damai dan mempererat hubungan bilateral mereka dan banyak lainnya.











DAFTAR PUSTAKA



Buku:

Burchill,  Scott, Theories of International Relations, Third Edition.

Hasyi, Muzadi, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum, Bandung: Rafika Aditama, 2004.



Syaltout, Mahmud, Laporan Akhir Kopendium Hukum Tentang Kerjasama Internasional di Bidang Penegakkan Hukum Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasioanl Kementrian Hukum dan HAM, 2012.



Vermonte, Philips Jusario, Transnational Organized Crime: Isu dan Permasalahannya, dalam Analisis CSIS Isu-isu Non Tradisional: Bentuk Baru Ancaman Keamanan, Jakarta: CSIS, 2002.



Jurnal dan Report:



AIPA, Country Report of Vietnam: Drugs crime and drug abuse situation in Vietnam 2007, 5th Meeting of AIPA, 2008



Desai, Susan, “Implementation of Anti-Money Laundering Standards in Asia” Asia Focus: Federal Reserve Bank of San Fransisco, November 2012.



Emmers, Ralf, “International Regime Building in Southeast Asia: ASEAN Cooperation against the Illicit Trafficking and Abuse of Drugs,IDSS Working Paper, Singapore, 2006.



Finckenauer, James O. dan Ko-lin Chin, “Asian Transnational Organized Crime and Its Impact on the United States,” National Institute of Justice, Januari 2007.



Nugraha, I Wayan Yasa, “The Impact of Corruption and Money Laundering on Foreign Direct Investment in ASEAN”, Jurnal Ekonomi Kuantitaif Terapan 6 No. 2, Agustus 2013.



United Nations, World Drug Report 2013, Vienna: United Nations Press, 2013.



UNOCD, “Statistic on Drug Trafficking Trend in East, South-East, and South Asia, Oceania and Worldwide,” UNOCD Honlap 34/2, November 2010.



Utama, Muhammad Fuat Widyaiswara, MENGENALI PROSES PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DARI HASIL TINDAK PIDANA, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP.



Williams, Sue dan Carlos Milani, “The Globalization of Drug Trade,” Sources 111, April 1999.



Pankratz, Thomas dan Hanns Matiasek, “Understanding Transnational Crime. A Contructivist Approach Towards a Growing Phenomenon,” SIAK Journal-Journal for Political Science and Practice 2 (2012).



Artikel On-line:

Aseanerspublications.blogspot.com, Upaya ASEAN Dalam Menanggulangi Kejahatan Transnational di Kawasan Asia Tenggara, 03 April 2006, [artikel on-line], tersedia di http://aseanerspublications.blogspot.com/2006/04/upaya-asean-dalam-menggulangi.html?m=1; Internet; di unduh pada 22 Maret 2014.



“Cooperation on Drugs and Narcotics, Overview, [artikel on-line] terdapat padahttp://www.asean.org/5682; Internet, diunduh pada 22 maret 2013.



 

“Declaration of ASEAN Concord, [artikel on-line] terdapat pada http://www.asean.org/5049.htm; Internet, diunduh pada  22 maret 2013.



en.mikipedia.org, Transnational Organized Crimes, [artikel on-line], tersedia di http://en.m.wikipedia.org/wiki/Transnational_organized_crime; Internet; diunduh pada 22 Maret 2014.




Karsono, Penyalahgunaan Narkoba vs Keamanan Nasioanal, 27 Februari 2012, [artikel on-line]; terdapat pada http://granat.or.id/stories/penyalahgunaan-narkoba-vs-keamanan-nasional-indonesia; Internet, diunduh pada 22 Maret 2014.

m.whitehouse.gov, Strategy to Combat Transnational Orginized Crime: Definition, 22 Maret 2014, [artikel on-line], http://m.whitehouse.gov/administration/eop/nsc/transnational-crime/definition; Internet; diunduh pada 22 Maret 2014.



Oxford Dictionaries on-line; terdapat di http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/modus-operandi; Internet, diunduh pada 25 Maret 2014.



United Nations Office Drugs and Crime, Drugs Trafficking, [artikel on-line]; terdapat pada https://www.unodc.org/unodc/en/drug-trafficking/index.html; Internet, diunduh pada 22 Maret 2014.



 





[1] Burchill,  Scott, Theories of International Relations, Third Edition, pg 188.
[2] en.mikipedia.org, Transnational Organized Crimes, [artikel on-line], tersedia di http://en.m.wikipedia.org/wiki/Transnational_organized_crime; Internet; diunduh pada 22 Maret 2014.
[3] m.whitehouse.gov, Strategy to Combat Transnational Orginized Crime: Definition, 22 Maret 2014, [artikel on-line], http://m.whitehouse.gov/administration/eop/nsc/transnational-crime/definition; Internet; diunduh pada 22 Maret 2014.

[4] Aseanerspublications.blogspot.com, Upaya ASEAN Dalam Menanggulangi Kejahatan Transnational di Kawasan Asia Tenggara, 03 April 2006, [artikel on-line], tersedia di http://aseanerspublications.blogspot.com/2006/04/upaya-asean-dalam-menggulangi.html?m=1; Internet; di unduh pada 22 Maret 2014.
[5] United Nations Office Drugs and Crime, Drugs Trafficking, [artikel on-line]; terdapat pada https://www.unodc.org/unodc/en/drug-trafficking/index.html; Internet, diunduh pada 22 Maret 2014.
[6] Sue Williams dan Carlos Milani, “The Globalization of Drug Trade,” Sources 111 (April 1999): 4.
[7] UNOCD, “Statistic on Drug Trafficking Trend in East, South-East, and South Asia, Oceania and Worldwide,” UNOCD Honlap 34/2 (November 2010): 5.
[8] Mahmud Syaltout, Laporan Akhir Kopendium Hukum Tentang Kerjasama Internasional di Bidang Penegakkan Hukum (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasioanl Kementrian Hukum dan HAM, 2012), 69.
[9] Susan Desai, “Implementation of Anti-Money Laundering Standards in Asia” Asia Focus: Federal Reserve Bank of San Fransisco (November 2012): 1.
[10] I Wayan Yasa Nugraha, “The Impact of Corruption and Money Laundering on Foreign Direct Investment in ASEAN”, Jurnal Ekonomi Kuantitaif Terapan 6 No. 2 (Agustus 2013): 108.
[11] Mahmud Syaltout, Laporan Akhir Kopendium Hukum Tentang Kerjasama Internasional di Bidang Penegakkan Hukum, 20.
[12] James O. Finckenauer dan Ko-lin Chin, “Asian Transnational Organized Crime and Its Impact on the United States,” National Institute of Justice (Januari 2007): 5.
[13] Thomas Pankratz dan Hanns Matiasek, “Understanding Transnational Crime. A Contructivist Approach Towards a Growing Phenomenon,” SIAK Journal-Journal for Political Science and Practice 2 (2012): 43.
[14] Mahmud Syaltout, Laporan Akhir Kopendium Hukum Tentang Kerjasama Internasional di Bidang Penegakkan Hukum¸14.
[15] Oxford Dictionaries on-line; terdapat di http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/modus-operandi; Internet, diunduh pada 25 Maret 2014.
[16] AIPA, Country Report of Vietnam: Drugs crime and drug abuse situation in Vietnam 2007, 5th Meeting of AIPA, 2008
[17] AIPA, Country Report of Vietnam: Drugs crime and drug abuse situation in Vietnam 2007
[18] Muhammad Fuat Widyaiswara Utama, MENGENALI PROSES PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DARI HASIL TINDAK PIDANA, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP, 10

[19] Muzadi Hasyi, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum, Bandung: Rafika Aditama, 2004, 52.
[20] Philips Jusario Vermonte, Transnational Organized Crime: Isu dan Permasalahannya, dalam Analisis CSIS Isu-isu Non Tradisional: Bentuk Baru Ancaman Keamanan, Jakarta: CSIS, 2002, 44.
[21] Philips Jusario Vermonte, Transnational Organized Crime: Isu dan Permasalahannya, dalam Analisis CSIS Isu-isu Non Tradisional: Bentuk Baru Ancaman Keamanan hal. 45
[22] Philips Jusario Vermonte, Transnational Organized Crime: Isu dan Permasalahannya, dalam Analisis CSIS Isu-isu Non Tradisional: Bentuk Baru Ancaman Keamanan
[23] “ASEAN Selayang Pandang,” Departemen Luar Negeri Republik Indonesia. (2007) 37.
[24] Hidriyah Sita, “Upaya Pemerintah dan kerjasama ASEAN dalam pemberantasan perdagangan Orang di Indonesia”, buku lintas tim, 19-21
[25] Marry Anne Palma, Martin Tsamenyi dan William Edeson, Promoting Suistanable Fisheries, Martinus Nijhoff  Publishers, 2010, hal.201-209.
[26] APEC  Fisheries  Working  Group, Assessment  of  Impact  of  Illegal,  Unreported  and  Unregulated  (IUU) Fishing in the Asia-Pacific, Asia-Pacific Economic Cooperation Secretariat, 2008, hal. 53.
[27] “Declaration of ASEAN Concord,” [artikel on-line] terdapat pada http://www.asean.org/5049.htm; Internet, diunduh pada  22 maret 2013.
[28] “Cooperation on Drugs and Narcotics, Overview,” [artikel on-line] terdapat padahttp://www.asean.org/5682; Internet, diunduh pada 22 maret 2013.
[29] Ralf Emmers, “International Regime Building in Southeast Asia: ASEAN Cooperation against the Illicit Trafficking and Abuse of Drugs”, IDSS Working Paper, Singapore, (2006): 10.
[30] “Cooperation on Drugs and Narcotics, Overview”
[31] “Cooperation on Drugs and Narcotics, Overview,” 21
[32] Bambang Karsono, Penyalahgunaan Narkoba vs Keamanan Nasioanal, 27 Februari 2012, [artikel on-line]; terdapat pada http://granat.or.id/stories/penyalahgunaan-narkoba-vs-keamanan-nasional-indonesia; Internet, diunduh pada 22 Maret 2014.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments