Western Muslims and The Future of Islam

By Meisarah Marsa, S.Sos - Februari 22, 2015

Review           : Western Muslims and The Future of Islam : Part 9.  Interreligious      Dialogue and Part 10. The   Cultural Alternative
Author            : Tariq Ramadan


            Adanya pluralisme Barat membuat pengetahuan semakin berkembang. Dan perkembangan  pengetahuan ini mengubah pola pikir dan rasa ingin tahu yang tinggin terutama terhadap perkembangan adat istiadat dan keseharian masyarakat Barat. Penempatan proporsi agama dalam hal ini juga semakin dikaji. Bagaimanakah masyarakat yang religius dapat mengahadapi tantangan-tantangan realita kehidupan Barat yang tak jarang berseberangan dengan tuntutan agama? Serta bagaimana dialog yang baik antar agama? Hal inilah yang akan dijawab oleh Tariq dalam tulisannya.
            Dialog agama merupakan sarana yang sangat penting sebagai mediator dalam menyampaikan  informasi, meningkatkan toleransi dan pemahaman, menyelesaikan suatu permasalahan, dan peran penting lainnya. Di dunia Barat yang memiliki keragaman agama, bangsa, dan masyarakat mengharuskan kita untuk belajar bagaimana mengelola keadaan. Pembelajaran dalam mengelola keadaan tersebut salah satunya dapat dikembangkan melalui dialog agama.  Di mana dengan dilaog agama maka akan tercipta suatu keadaan saling mengenal dan memahami situasi. Sebagaimana firman Allah yang artinya “Wahai sekalian manusia, Kami telah menciptakan kamu sebagai seorang laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu  bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar kamu dapat saling mengenal satu sama lain”.
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa, meskipun berhadapan dengan Barat, masyarakat Islam seharusnya tidak menutup diri dan saling melakukan interaksi dan begitujuga sebaliknya. Pihak-pihak yang terlibat dalam dialog agama bertanggung jawab mengelola perbedaan dan menjalin hubungan yang baik sehingga mencegah terjadinya konflik.  
            Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam juga tidak hanya menyerukan untuk berdialog tapi juga menyerukan aksi atau mengambil sikap dalam upaya merealisasikan dialog tersebut. Dalam melakukan dialog agama, umat muslim harus menggunakan landasan dalil-dalil syar’i. Namun, terdapat salah satu ayat Al-Qur’an yang memicu kebencian umat agama lain terhada Islam. Ayat tersebut menyebutkan bahwa “Orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang terhadap Muslim hingga umat Muslim mengikuti agama mereka. Ayat tersebut memiliki banyak interpretasi berbeda tergantung dari pandangan pihak yang menginterpretasikannya. Jika ia Muslim, maka ia akan megaitkan hubungan tersebut dengan siapa musuh dan siapa aliansi. Di mana pada ayat lain dipertegas dengan pernyataan “serulah mereka kepada jalan Tuhanmu, dengan hikmah dan nasehat yang baik.
            Tariq mengemukakan 4 aturan dalam berdialog :
1.      Pihak yang berdialog harus menghormati dan melegitimasi keyakinan pihak terkait
2.      Menjadi pendengar yang baik terhadap apa yang mereka yakini
3.      Setiap pihak memiliki hak untuk bertanya
4.      Menerapkan praktek otokritik sesuai dengan argumen keyakinan masing-masing
Hal yang perlu digarisbawahi bahwa, Islam bukanlah sebuah budaya. Islam adalah sebuah agama. Prinsip utama Islam adalah tauhid atau mengesakan Tuhan. Kitab sucinya adalah Al-Qur’an yang lebih membahas pada tuntunan hidup. Dengan prinsip-prinsip inilah yang menjadi pembeda bahwa esensi Islam lebih sebagai agama bukan budaya.
Berbicara tentang Muslim Barat, perlu kita perhatikan perkembangan alur imigran. Di mana kebanyakan mereka yang imigran Timur Tengah yang membawa agama Islam. Mereka diantaranya berkembang menjadi muslim Pakistan di Inggris, Maroko atau Al-Jazair di Perancis, dan muslim Turki di Jerman, dan muslim imigran lainnya.
Dari segi budaya, terkadang para imigran muslim menutup diri dari budaya asli mereka sendiri. Atau banyak yang masuk islam namun lebih cenderung memilih budaya asli mereka. Kesalaha ini kemudian berkembang dan secara tidak langsung membedakan antara esensi Islam sebagai agama atau budaya.
Muslim imigran nantinya akan berbaur dengan budaya Perancis, Belgia, Inggris, Spanyol, Amerika, atau budaya Barat lainnya. Dan kemudian berkembang dan menetap dalam kehidupan yang harmoni dengan masyarakat Muslim Barat lainnya. Lebih luas lagi, proses ini akan melahirkan budaya Islam Eropa dan Amerika. Dengan menghormati prinsip-prinsip universal dan didukung oleh sejarah, tradisi, selera, dan gaya hidup berbagai negara-negara Barat. Selain itu, berbagai aliran seni seperti, mata pelajaran musik, lukisan, bioskop, seni dan sastra, fotografi juga berkembang di Barat. Hal ini dinilai para ulama ada yang menentang produk seni Barat. Bahkan melarang muslim untuk tidak mengikuti tresn seni Barat ini. Kombinasi yang kompleks ini akan melahirkan dinamika yang menarik namun juga penuh dengna tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh Muslim Barat.
Untuk dapat menghadapi tantangan tersebut, tidak jarang para pemuda Muslim Barat diberikan sebuah ‘larangan’ untuk hal-hal tertentu yang dianggap dapat merusak dan melunturkan nilai-nilai Islam. Karena tidak dapat dipungkiri, gaya hidup dan perilaku para pemuda Barat pada umumnya tidak sehat dan sibuk akan pesta dan acara-acara yang tidak menguntungkan.Untuk itu, mereka yang masih bersekolah ataupuan kuliah harus dibatasi dengan lingkungan rumah yang tenang, di mana terdapat mesjid, toko buku islam dan asosiasi-asosiasi tertentu.   
Sehingga dapat disimpulkan bahwa menjadi Muslim di Barat tidaklah mudah. Ia harus mampu menjaga nilai-nilai spiritualitasnya. Muslim Barat juga memiliki tanggung jawab yang lebih besar terutama dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada. Terutama dari mereka yang membenci Islam. Gaya hidup Barat merupakan ujian iman bagi Muslim di sana. Sehingga, tidak ada cara lain selain berupaya untuk  tetap bertahan dan menjauhi maksiat yang ada serta lebih mendekatkan diri kepadaNya.


  • Share:

You Might Also Like

0 comments