Hobbes (politik klasik)

By Meisarah Marsa, S.Sos - April 01, 2013


Thomas Hobbes (1588-1679)


       Hobbes mempunyai pemikiran yang menarik tentang pembentukan teori awal hubungan internasional. Dalam sejarah hidupnya, Hobbes pernah menempuh jenjang pendidikan di Magdalen Hall, Oxford pada usia 14 tahun. Ia lebih menyukai pelajaran tentang penemuan tanah-tanah baru, peta-peta bumi, geometri (termasuk filsafat, politik, matematika, optic dll beberapa tahun kemudian) daripada fisika dan logika Aristoteles. Ia pernah menjadi pengajar keluarga kerajaan, juga pernah bekerjasama dengan Francis Bacon dan tertarik dengan pemikiran Eukleides. Beberapa bukunya yaitu Elemen-Elemen Hukum, De Cive, Leviathan dll telah memberi konstribusi yang besar di bidang politik.

       Ia membagi aspek pembentuk kedaulatan kedalam tiga aspek: power (kekuasaan), peace (perdamaian), dan science (ilmu pengetahuan). Yang dimaksud kekuasaan disini adalah  kekuatan yang digunakan untuk memengaruhi orang lain, sehingga sistem masyarakat menjadi stabil dan akhirnya menciptakan perdamaian. Sesuai dengan pemikiran dasar Hobbes mengenai sifat dasar manusia (Homo homini lupus), bahwa setiap mausia adalah serigala, sehingga dibutuhkan sebuah peraturan yang dapat menekan sifat dasar tersebut agar menjadi baik. Dalam pengembangan ilmu pengetahuan, Hobbes memberikan perhatian yang sangat intensif, karena ilmu pengetahuanlah yang akan membawa manusia ke dalam kesejahteraan yang stabil. Jadi, secara garis besar Hobbes menganggap power adalah jalan untuk menstabilkan sistem masyarakat dan ilmu pengetahuan adalah penguat sistem masyarakat itu sendiri sehingga terciptalah perdamaian. Itulah mengapa pemikirannya masih ditanggapi hingga saat ini. 

     Hobbes juga berpandangan secara empiris dan materialis. Dalam setiap pemikirannya menyatakan bahwa pengalaman adalah inti dari pengetahuan termasuk filsafat. Menurut Hobbes, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang merupakan hasil dari peristiwa yang terjadi baik dapat dicerna dengan rasio atau tidak sebagaimana ilmu alam. Segala sesuatu mempunyai sebab akibat. Ia meyakini bahwa yang benar adalah yang nyata (dapat dirasakan oleh panca indra). Sebagai seorang filsafat politik, ia menyatakan bahwa substansi yang tidak dapat diraba oleh panca indera bukanlah objek filsafat. Hobbes memperkenalkan konsep “state of nature, right of nature, law of nature, and social contract”. Untuk itu, filsafat dibatasi oleh indera (control alam). 

      Ia menganggap bidang filsafat berupa: geometri (benda-benda dalam ruang), politik (institusi social), fisika (hubungan timbal balik), dan etika (perasaan manusia). Ia juga beranggapan bahwa factor penggerak manusia adalah nafsu atau selera, seperti nafsu untuk mempertahankan diri (rasa takut mati), dengan anggapan inilah Hobbes memandang suatu sistem negara. 

       Menurutnya, negara menguasai seluruh masyarakat dengan kekuasaan yang mutlak, negara juga berhak memerintah rakyatnya, dan memberi hukuman bagi para penentang bahkan hukuman mati sekalipun. Menurut Hobbes,  hanya dengan cara inilah kedamaian suatu negara akan tercipta. Oleh sebab itu, rakyat tidak berani menentang negara, karena adanya perasaan takut dihukum/mati apabila melanggar. Namun, untuk mengatasi kesewenangan ini, kekuasaan dibatasi dengans rasa tanggung jawab oleh pemimpin itu sendiri dan adanya nafsu dari masyarakat untuk menggulingkan kekuasaan pemerintah yang sewenang-wenang seperti kudeta dan revolusi. Sehingga, baik penguasa maupun masyarakat merasa dikontrol oleh nafsu untuk mempertahankan diri. 

       Hobbes menyatakan lebih baik pemerintahan yang tiran daripada pemerintahan yang anarki. Ia menyangkal pemikiran teokratis. Ia berpandangan bahwa kekuasaan bukan lagi bersumber dari tuhan, tetapi bersumber dari masyarakat. Kita hidup dalam masyarakat pasar. Perilaku kita, nilai-nilai kita, sebagian besar berbentuk langsung atau tidak langsungs dengan persyaratan pasar. Inilah nilai-nilai masyarakat borjuis yang dipandang oleh Hobbes dalam teori kekuasaannya. Komunis, Fasis dan kaum borjuis ingin memiliki kedaulatan mutlak (absolut) untuk menggantikan kekuasaan oleh kelas bawah, dengan rasa organisasi, kelompok atau masyarakat. Disebabkan karena hanya ada satu kekuasaan yang berdaulat, maka persaingan politik tak dapat dielakkan, hal inilah yang memicu perang dingin. Tidak hanya kekuasaan, tapi Hobbes juga memperhatikan masalah ini serta dampak yang ditimbulkannya. Di sinilah ilmu pengetahuan berperan penting untuk mencegah hal ini agar terciptanya perdamaian. 

       Menurut saya, teori ini masih relevan hingga tak jarang menjadi pembicaraan para pakar politik karena ini merupakan teori dasar pembentuk hubungan internasional, namun dari sisi lain teori ini memiliki kelemahan karena sistem ini dikhususkan terhadap kaum borjuis. Sekarang ini seiring dengan masyarakat yang semakin berkembang, maka teori ini pun juga telah dimodifikasi sesuai dengan perkembangan masyarakat. 

  • Share:

You Might Also Like

0 comments