POLITIK LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA TERHADAP DENMARK PERIODE 2005-2015

By Meisarah Marsa, S.Sos - Juli 06, 2015

BAB I
1.1  Latar Belakang
Indonesia resmi menjadi negara merdeka pada 17 Agustus 1945. Dua hari setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia dibentuklah Kementerian Luar Negeri untuk menyebarluaskan dan mempromosikan kemerdekaan Indonesia kepada dunia internasional. Namun, sebuah tantangan yang masih harus dihadapi Indonesia meskipun telah memproklamasikan negaranya adalah tekanan dari Belanda. Di mana Belanda masih belum menerima kemerdekaan Indonesia. Sebagai sebuah negara yang sudah mengklaim kemerdekaannya, Indonesia memiliki penduduk dan wilayah yang membentang dari Sabang sampai Merauke dan memiliki pemerintahan yang berdaulat tentunya di pandang oleh Indonesia sebagai klaim yang pantas untuk sebuah negara yang merdeka. Namun, hal tersebut hanyalah sebatas pandangan secara de facto yang masih dirasa kurang[1]. Ditambah lagi dengan keterlibatan Belanda yang tambah menjadi-jadi pasca kemerdekaan Indonesia. Tentunya menjadi sebuah keharusan bagi Indonesia sebagai negara merdeka untuk segera mempromosikan kemerdekaannya secara de jure dengan mulai menggencarkan pembukaan perwakilan diplomatik Indonesia dengan negara lain dan sebaliknya.
Pembukaan perwakilan hubungan diplomatik mulai digencarkan sejak masa demokrasi parlementer. Di mana Indonesia dan beberapa negara lain kemudian mulai melakukan pembukaan hubungan diplomatik secara reciprocal[2]. Hubungan diplomatik tersebut juga mulai dikembangkan salah satunya dengan negara Denmark. Di mana pemerintahan Denmark mulai membuka hubungan diplomatiknya dengan Indonesia pada tahun 1950 di Jakarta dan sebaliknya, Indonesia juga mulai membukan hubungan diplomatik dengan Denmark pada tahun yang sama di Kopenhagen[3].
Dengan dibukanya hubungan diplomatik dengan Denmark, hubungan bilateral Indonesia dan Denmark mulai berkembang. Dalam makalah ini, penulis akan membatasi perkembangan tersebut dimulai sejak tahun 2005 hingga pada tahun 2015. Perkembangan tersebut dapat dilihat dengan terjalinnya kerjasama antara kedua negara baik di bidang politik, ekonomi, budaya, olahraga, energi, dan lingkungan. Lalu, apakah realisasi kerjasama multidimensi tersebut berjalan dengan baik? Dan bagaimana perkembangan hubungan politik luar negeri Indonesia terhadap Denmark selama 10 tahun terakhir?


BAB II
POLITIK LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA TERHADAP DENMARK PERIODE 2005-2015


A.    Kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Denmark di bidang politik

Dalam bidang politik, hubungan Indonesia dan Denmark dapat dilihat dalam dukungan Denmark terhadap program reformasi dan penyelesaian damai konflik internal Indonesia. Dalam masalah Aceh yang ingin memerdekakan diri dari Indonesia dengan membentuk Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang masih belum dapat diselesaikan hingga tahun 2005. Denmark, sebagai negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia turut memberikan dukungan kepada Indonesia terutama dalam proses perdamaian berdasarkan perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan GAM melalui MoU Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005[4]. Penandatanganan MoU tersebut juga tidak lepas dari dukungan Denmark, di mana pada waktu itu Denmark merupakan anggota Uni Eropa yang berperan aktif dalam Aceh Monitoring Mission (AMM)[5]. Dukungan Denmark tersebut tidak hanya terbatas dalam proses perdamaian antara pemerintah Indonesia dengan GAM, namun juga mendukung kebijakan pemerintah Indonesia yang memberlakukan wilayah otonomi khusus untuk Papua[6].
Pada tahun yang sama, Indonesia kembali menegaskan citranya sebagai negara muslim tersbesar di dunia. Pasalnya, sebuah polemik kebebasan demokrasi yang menuai kritik telah terjadi di Denmark. Di mana telah terjadi penerbitan 12 karikatur Nabi Muhammad di “Jylland-Posten”, sebuah koran harian yang terbit pada 30 September 2005[7]. Masalah ini kemudian berkembang dan mencapai puncaknya pada tahun 2006. Permasalahan ini bahkan dinilai oleh Menteri Luar Negeri Denmark, Per Stig Moller sebagai krisis terbesar yang pernah terjadi di Denmark pasca Perang Dunia II[8]
Masalah yang kemudian menjadi krisis internasional dan membawa entitas muslim menjadi masalah yang secara tidak langsung turut melibatkan Indonesia. Di mana Indonesia berperan sebagai negara yang memiliki mayoritas muslim terbesar di dunia. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia menegaskan bahwa kebebasan berekspresi harus dapat dipertanggungjawabkan[9]. Namun, pemerintah Denmark dalam masalah ini menunjukkan kekakuan yang ditunjukkan dengan tidak adanya intervensi pemerintah dalam kebebasan berekspresi pembuatan karikatur Muhammad yang secara jelas telah menghina entitas muslim termasuk muslim Indonesia[10].
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono bahkan memberikan pernyataan resmi didampingi oleh Menteri Luar Negeri Hassan Wirayuda dan Menteri Agama Maftuh Basyuni di kantor kepresidenan pada 3 Februari 2006[11]. Presiden SBY menyatakan bahwa Indonesia mengecam pembuatan karikatur Nabi Muhammad SAW oleh surat kabar Denmark tersebut[12]. Hal yang dinilai sebagai pelecehan agama merupakan permasalahan yang tidak dapat dipandang sebelah mata, Indonesia bahkan melakukan langkah bersama dengan Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan meminta kepada pemerintah Denmark untuk mengambil langkah korektif[13]. Tindakan pemerintah Indonesia dalam menegaskan kebebasan berekspresi yang perlu dipertanggungjawabkan tersebut memberikan efek positif bagi politik luar negeri Indonesia. Di mana Indonesia semakin menegaskan kembali citranya sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia.
Untungnya, masalah ini tidak memiliki dampak negatif terhadap hubungan diplomatik Indonesia dan Denmark. Hal ini salah satunya dikarenakan kekurangtegasan pemerintah Denmark dalam mengatasi masalah karikatur Nabi dibalas oleh pemerintah Denmark dengan memberikan berbagai dukungan politik bagi pemerintahan Indonesia terutama dalam menyelesaikan permasalahan internalnya.
Hubungan bilateral Denmark dan Indonesia dalam aspek politik lainnya ditunjukkan dengan kesediaan pemerintah Denmark untuk menampung pengungsi politik dari Aceh yang tercatat sebanyak 300 orang pada tahun 2010[14]. Pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kopenhagen telah memfasilitasi repatriasi 10 orang warga Aceh untuk kembali ke Indonesia pada tahun 2010[15]. Mereka dipulangkan setelah keadaan di Aceh dirasa aman dari konflik perpolitikan yang terjadi antara GAM dan pemerintah Indonesia.    
Hubungan bilateral RI – Denmark lainnya juga dapat dilihat pada agenda World Economic Forum di Davos, Swiss pada 26 hingga 29 Januari 2011 lalu[16]. Agenda tersebut turut dihadiri oleh Presiden RI dan Ibu negara. Dalam kunjungan ke Swiss tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan pertemuan bilateral dengan berbagai negara-negara Eropa salah satunya adalah pertemuan dengan Perdana Menteri Denmark. Pertemuan tersebut kemudian dilanjutkan dengan kunjungan Permanent State Secretary oleh Kementerian Luar Negeri Denmark, Ambassador Claus Grube ke Indonesia pada tanggal 2 Februari 2011[17]. Di mana pada kunjungan tersebut, Menteri Luar Negeri Denmark mengundang Menteri Luar Negeri RI untuk melakukan kunjungan ke Denmark untuk melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Konsultasi Bilateral RI – Denmark.
Politik luar negeri RI terhadap Denmark kemudian dilanjutkan kembali pada 9 Maret 2012. Di mana Duta Besar RI untuk Denmark dan Republik Lithuania, Prof. Dr. Bomer Pasaribu menyerahkan surat-surat kepercayaan Presiden RI kepada Ratu Denmark, Margrethe II di Istana Christianborg, Kopenhagen[18]. Dalam kesempatan pembicaraan dengan Ratu Denmark, Dubes RI menyampaikan diplomasi politik dan dukungan terhadap kerjasama Indonesia Denmark di berbagai bidang. Sebagai Dubes RI, Bomer menekankan pentingnya peningkatan people to people contact antar kedua negara sebagai kebijakan yang memudahkan peran antar kalangan baik pemerintah, bisnis, maupun akademisi. Dalam kunjungan tersebut, Dubes RI juga menyampaikan penghargaan atas kunjungan informal Prince Consort, suami Ratu Margrethe II ke Kalimantan tahun 2010 dan kunjungan Princess Benedikte, adik Ratu Margrethe II tahun 2011[19]. Selain menyampaikan penghargaan, Dubes RI juga menyampaikan rasa terima kasih atas bantuan pemerintah Denmark dalam rehabilitasi Aceh pasca peristiwa tsunami 2004[20].
Pada tahun 2013 dalam agenda Bali Democracy Forum, Denmark menjadi salah satu dari 25 negara Eropa yang menjadi pengamat dalam agenda tersebut. Dalam Bali Democracy Forum yang merupakan kerja sama tahunan negara-negara demokrasi turut melibatkan kerjasama Denmark dan Indonesia dalam memperkuat kapasitas dan institusi demokrasi pemerintahan Indonesia. Tidak hanya itu, pemerintah Denmark bahkan telah menyiapkan program International Development Agency yang bertemakan Good Governance di Indonesia 2014 – 2017 dengan menganggarkan 60 juta DKK[21]. Program ini telah dimulai sejak tahun 2007 yang tidak hanya bertujuan untuk memperkuat demokrasi di Indonesia tapi juga memperdalam gerakan anti korupsi melalui transparansi dan akuntabilitas, mendukung intervensi dalam mempromosikan prinsip non diskriminasi, toleransi, dan nilai-nilai kemanusiaan[22]. Melalui program yang bekerjasama dengan Denmark ini diharapkan dapat semakin memperkuat nilai-nilai kewarganegaraan berdasarkan demokrasi, memberantas korupsi dan memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM).  Hal ini dapat menjadi sebuah kesempatan bagi Indonesia terutama dalam mengatasi permasalahan korupsi, dalam hal ini Indonesia dapat belajar dari Denmark berdasarkan catatan pemerintah Denmark yang bersih dari korupsi dibandingkan dengan Indonesia[23].  


B.     Kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Denmark di bidang ekonomi

Selain di bidang politik, kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Denmark juga dikembangkan dalam bidang ekonomi. Pada tanggal 22 Januari 2007, pemerintah RI telah menandatangani perjanjian dengan pemerintah Kerajaan Denmark mengenai peningkatan dan perlindungan penanaman modal di Jakarta[24]. Realisasi perjanjian tersebut berlanjut hingga diratifikasinya Peraturan Presiden RI Nomor 33 Tahun 2009 tentang pengesahan perjanjian dengan pemerintah Denmark mengenai peningkatan dan perlindungan penanaman modal[25]. Peraturan preseiden ini kemudian menggantikan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1968. Perjanjian tersebut sejatinya merupakakn hasik perundingan antara delegasi pemerintah RI dan pemerintah Kerajaan Denmark. Pengesahan UU ini tentunya diharapkan dapat meningkatkan perlindungan terhadap penanaman modal di Indonesia sehingga mempermudah proses pembangunan di Indonesia.
Di bidang perdagangan, total volume perdagangan Denmark – Indonesia berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) selama periode Januari hingga Agustus 2010 mencapai pertumbuhan sebesar 8,64%[26]. Di mana ekspor Indonesia ke Denmark selama periode tersebut berkisar US$ 99,6 juta atau meningkat 4,4% dari tahun 2009[27]. Sedangkan untuk impor barang Denmark ke Indonesia juga mengalami peningkatan sebesar 14,8% dari tahun 2009. Peningkatan kapasitas perdagangan tersebut dapat dinilai sebagai suatu perkembangan yang positif selama tahun 2010[28].
Pada Maret 2013 lalu, Menteri Koordinator Indonesia di Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa menyatakan keinginan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dengan Denmark setelah mengunjungi Menteri Perdagangan dan Investasi Denmark Pia Olsen Dyhr di kantornya, Kuningan Jakarta[29]. Upaya untuk meningkatkan kerjasam dengan Denmark dilakukan melalui peningkatan investasi dan volume perdagangan. Perkembangan hubungan bilateral Indonesia Denmark ini kemudian dikembangkan melalui peningkatan investasi dan penanaman modal yang dapat dilihat melalui keterlibatan Denmark dalam proyek negara di bawah rencana induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)[30]. Beberapa program ekonomi lainnya yang juga dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dan Denmark yaitu Danida Business Partnership (DBP), Danida Business Finance (DBF), Investment Fund for Developing Countries (IFU)[31].
Hatta juga menyampaikan bahwa dalam lima tahun terkhir, total perdagangan Indonesia Denmark meningkatkan rata – rata 14.74% pertahun[32]. Pada tahun 2011 saja, total perdagangan keduanya meningkatkan hingga US$ 426.400.000 dari US$ 348.600.000 pada tahun 2010[33]. Di mana Indonesia mendapat surplus sebesar US$ 73.900.000 dari total perdagangan dengan Denmark tahun 2011[34]. Ekspor utama Indonesia ke Denmark antara lain kelapa sawit, hasil hutan, tembakau, besi, dan baja. Sedangkan untuk impor, Denmark mengirimkan produk kimia dan farmasi, mesin, peralatan listrik, daging, susu, dan ikan.
Total investasi Denmark ke Indonesia pada tahun 2006 menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal mencapai US$ 50.100.000 dalam 21 proyek pembangunan[35]. Sedangkan selama tahun 2008 hingga 2012, investasi tersebut mengalami peningkatan hingga US$ 2.600.000 yang tersebar dalam 13 proyek[36]. Selain itu, juga terdapat perusahaan Denmark yang beroperasi di dalam negeri Indonesia seperti perusahaan pelayaran AP Moller, Maersk Line, dan perusahaan sepatu ECCO.
Dari sejumlah laporan peningakatan kapasitas penanaman modal dan volume perdagangan dengan sangat jelas menggambarkan bahwa pemerintah Indonesia dan Denmark telah menargetkan kerjasama ekonomi yang efektif dan efisien. Baik melalui kebijakan ekspor, impor dan investasi tentunya akan membawa efek positif bagi Indonesia. Ditambah lagi, kesediaan pemerintah Denmark untuk meningkatkan investasi teknologi hijau di Indonesia. Selain itu, dengan menjalin kerjasama dengan Denmark, Indonesia juga dapat menguapayakan negaranya untuk masuk dalam pasar Skandinavia lainnya[37].
Meskipun pada awalnya, delegasi Denmark meragukan investasi terhadap Indonesia terutama terkait apakah Indonesia merupakan negara yang diskriminasi terhadap investor asing atau apakah Indonesia meruapakan negara yang proteksionis. Mengenai hal tersebut, pemerintah Indonesia kemudian berupaya untuk meyakinkan pemerintah kerajaan Denmark dengan mensahkan UU mengenai investasi yang juga memuat ketentuan prinsip non-diskriminatif terhadap investor. Dengan disahkannya Peraturan Presiden RI Nomor 33 Tahun 2009 tentang pengesahan perjanjian dengan pemerintah Denmark mengenai peningkatan dan perlindungan penanaman modal menjadikan hubungan kerjasama dan investasi Denmark di Indonesia menjadi lebih aman dan menuju masa depan yang baik.

Pada tahun 2013, total perdaganga RI – Denmark mencapai angka US$ 423,81 juta mengalami peningkatan sekitar 5% dari tahun 2012[39]. Namun pada bulan Desember 2014, impor dari Denmark menurun menjadi US$ 12,29 juta dari US$ 14,93 juta pada November 2014. Total impor mencapai rata-rata US$ 14,63 juta selama 2014 dengan tingkat tertinggi pada bulan Mei 2014 sebanyak US$ 19,21 juta dan tingkat terendah pada bulan juni sebanyak US$ 10,83 juta selama tahun 2014.

C.    Kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Denmark di bidang sosial budaya

Dari segi budaya, Indonesia dan Denmark juga menjalin kerjasama. Kerjasama yang terjalin antar keduanya biasanya di tunjukkan melalui undangan bagi Indonesia untuk mengadakan pergelaran budaya di Denmark. Pada 4 Februari 2010 lalu, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar mendapat kesempatan untuk tampil dalam Global Voices of Percussion di Kopenhagen, Denmark[40]. Hal ini membuktikan bahwa diplomasi kebudayaan Indonesia dapat mendatangkan insentif bagi Indonesia dengan menarik minat asing khususnya warga Denmark.
Diplomasi budaya kemudian juga dilakukan pada acara Knejpe Music Festival di kota Helsingor pada 6 hingga 8 Oktober 2011[41]. Acara tersebut merupakan festival musik internasional yang diadakan oleh Pusat Seni Budaya Denmark, Kulturvaerftet. Festival tersebut turut mengundang berbagai grup musik termasuk Keroncong dari Indonesia. Diplomasi budaya direalisasikan lewat seni musik keroncong dan agenda workshop etnomusikologi selama festival. Agenda ini tentunya merupakan agenda budaya yang ditujukan untuk mengenal dan mempromosikan budaya Indonesia di Denmark.  
Baru-baru ini, pemerintah Indonesia dan Denmark mengadakan kontes Ambassador 1 Day[42]. Kontes ini merupakan realisasi atas kebijakan people to people contact dalam rangka meningkatkan hubungan Indonesia Denmark. Dalam kontes tersebut, banyak para pelajar Indonesia yang mengajukan berbagai opininya yang menjadi syarat lomba. Mereka yang memenangkan kontes adalah dengan tulisan yang lulus seleksi mengenai hubungan bilateral Denmark dan Indonesia.
Dari bentuk diplomasi budaya yang dilakukan dapat ditarik garis kesimpulan pentingnya kebijakan people to people contact. Duta Besar Denmark untuk Indonesia, HE Casper Klynge menyatakan bahwa people to people contact merupakan kebijakan yang penting dalam meningkatkan hubungan Indonesia Denmark. Casper juga menekankan pentingnya twiplomacy yang merupakan cara diplomasi dengan menggunakan media sosial seperti jejaring sosial Facebook, twitter dll[43]. Media sosial ini dapat membantu meningkatkan people to people relations antara Indonesia dengan Denmark. Sepertihalnya hashtag #VikingBiking melalui twitter dapat membantu mempromosikan dan menjelaskan kebudayaan bersepeda di Denmark serta mendekatkan Denmark dengan komunitas Bike to Work dan pemerintah Indonesia[44].

D.    Kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Denmark di bidang energi dan lingkungan

Kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Denmark di bidang energi dan lingkungan menjadi salah satu hal yang cukup penting baik bagi pemerintah Indonesia maupun pemerintah kerajaan Denmark. Pada awal 2007, Menteri Luar Negeri Denmark Moller dan Menteri Energi dan Lingkungan Hidup Denmark Connie Hedegaard melakukan kunjungan ke Indonesia[45]. Kunjungan tersebut merupakan balasan atas kunjungan Menteri Luar Negeri Indonesia Hassan Wirajuda ke Denmark pada tahun 2006. Kedatangan kedua Menteri Denmark tersebut merefleksikan kerjasama Indonesia Denmark dalam bidang energi dan lingkungan. Tawaran dari Denmark dalam kerjasama lingkungan dan energi ini tentunya menjadi angin segar bagi Indonesia. Denmark sebagai negara yang berhasil dalam penerapan dan pengembangan lingkungan sehat dan efisiensi energi tentunya dapat membantu Indonesia dalam mengatasi permasalahan lingkungan dan energinya[46].
Penawaran pemenrintah Denmark dalam kerjasama dalam pengembangan lebih efektif dan efisien semakin diperkuat melalui pengembangan teknologi ramah lingkungan untuk mengatasi perubahan iklim di Indonesia. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Pia Olsen Dyhr sebagai perwakilan Denmark bahwa investasi dari perusahaan Denmark dapat direalisasikan dalam proyek pembangunan infrastruktur berbasis teknologi hijau yang ramah lingkungan[47]. Di mana Indonesia dapat memanfaatkan kerjasama proyek tersebut dengan mengembangkan infrastruktur yang hemat energi.
Pada 17 April 2013 lalu, Menteri Luar Negeri Denmark Villy Syondal dan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengadakan pertemuan di Jakarta[48]. Pertemuan bilateral tersebut bertujuan untuk mempererat hubungan kerjasama lebih lanjut antara Indonesia dan Denmark. Pertemuan tersebut membahas berbagai peluang kerjasama termasuk salah satunya membahas kerjasama di bidang energi dan lingkungan. Beberapa kerjasama yang dibahas antara lain mengenai pembangunan infrastruktur dan penguatan green economy.
Kerjasama lingkungan yang digagas oleh Denmark diterima dengan baik oleh Indonesia. Kerjasama tersebut merupakan realisasi dari proyek Danida's Environmental Support Programme (ESP3) yang memiliki tiga komponen yaitu perencanaan dan pengelolaan lingkungan, pemantauan efisiensi energi, dan pendanaan terhadap sejumlah insiatif yang sebagian besar dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)[49]. Pendanaan ini sebagian didanai oleh Denmark Fast Start Climate Fund[50]. Ketiga komponen ini akan sangat menguntungkan Indonesia karena selain meningkatkan efisiensi energi dan lingkungan, proyek ini juga dapat meningkatkan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada hutan melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan perlindungan hutan. Sejauh ini, proyek tersebut turut didukung oleh komunitas Burung Indonesia, The World Agroforestry Centre dan World Bank[51]. Realisasi proyek tersebut telah dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah yang dipilih sebagai provinsi percontohan[52].
Program dukungan lingkungan ini dimasukkan dalam rencana pembangunan nasional Indonesia di mana pengelolaan lingkungan akan dapat mengupayakan pengentasan kemiskinan. Pada awalnya, program ini ditujukan untuk kebutuhan mendesak pasca Tsunami 2004, namun program ini kemudian dikembangkan ke ranah yang lebih luas dengan mendorong efisiensi energi di sektor industri, komersial, termasuk dorongan energi terbarukan skala kecil yang mulai direalisasikan di pedesaan[53].

E.     Kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Denmark di bidang lainnya

Politik luar negeri Indonesia juga dilaksanakan pada bidang kekonsuleran. Pada November 2010, pihak KBRI telah memberikan pelayanan pemberian visa kunjungan sosial budaya turis maupun transit sebanyak 578 orang dengan pengeluaran paspor sejumlah 93 buah[54]. Selain itu, dalam upaya pelayanan dan perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI), KBRI juga telah mengupayakan peningkatan efisiensi dan kemudahan informasi kekonsuleran. Sedangkan pada tahun 2011, juga WNI di Denmark tercatat sebanyak 531 orang[55].
Selain itu, juga terdapat kerjasama di bidang pendidikan. Selama 2011, Menteri Pendidikan Nasional melakukan kunjungan ke Denmark pada bulan Mei dalam rangka ASEM[56]. Di bidang keamanan, kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga mengunjungi Kopenhagen pada bulan Juni 2011[57]. Kedua kunjungan tersebut kemudian dibalas dengan kedatangan Menteri Kerjasama Pembangunan Denmark ke Indonesia pada 5 hingga 8 Mei 2011[58].

BAB III
PENUTUP

            Hubungan bilateral Indonesia Denmark diwarnai dengan berbagai kerjasama baik kerjasama di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, energi dan lingkungan, kekonsuleran, pendidikan, dan keamanan. Dengan sangat jelas, kedua negara saling melengkapi kepentingan nasional masing-masing sehingga memudahkan terjalinnya kerjasama yang berkesinambungan yang dapat mendatangkan dampak positif bagi Indonesia maupun Denmark.
            Kolaborasi Indonesia Denmark sangat potensial. Bagi Denmark, Indonesia merupakan salah satu dari 60 tujuan ekspor dan merupakan terbesar kesebelas se-Asia. Dan bagi Indonesia, Denmark merupakan investor yang potensial terutama dalam merealisasikan efisiensi energi dan lingkungan. Denmark juga dapat menjadi contoh bagi Indonesia dalam hal pemerintahan karena Denmark merupakan negara dengan tingkat korupsi terendah jauh dibandingkan dengan Indonesia. Upaya kolaborasi ini semakin dipererat dengan peringatan 65 tahun hubungan diplomatik Indonesia Denmark yang akan diberlangsungkan pada akhir 2015 ini[59].
            Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hubungan bilateral antara Indonesia Denmark dapat berjalan dengan baik hingga kedepannya. Meskipun terdapat sedikit masalah karikatur Nabi oleh harian Denmark “Jylan Posten” pada tahun 2005-2006. Namun, hal tersebut tidak membawa dampak yang signifikan dalam hubungan antar keduanya. Selain itu, melihat kuatnya kolaborasi kemitraan Indonesia Denmark dapat dipastikan bahwa masa depan hubungan keduanya dapat lebih erat dan harmonis. Kedua negara dapat saling bekerjasama dan mengembangkan potensi satu dengan yang lain dengan bersandar pada kepentingan nasional masing-masing.





[1] Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 1992. hal. 51-55.
[2] Nasution, Nazaruddin. Politik Luar Negeri Republik Indonesia. Ciputat: UIN Press, 2015. hal. 35.
[3] http://indonesien.um.dk/en/about-us/ diakses pada 29 Mei 2015, pkl. 10.10 WIB.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[8] Djelantik, Sukawarsini. Trend in Diplomacy; Indonesian Diplomacy Toward Denmark; The Jylland Posten Case. Ljubljana, Slovenia: Conference Paper. World International Studies Conference (WISC). Ljubljana Univerity, 2008.
[10] Ibid.
[12] Ibid.
[13] Ibid.
[14] Indonesia, Kementerian Luar Negeri Republik. “Diplomasi Indonesia ; Denmark.” Diplomasi Indonesia 2011, 2012.
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Opcit, Kemlu 2010.
[20] Ibid.
[21] Denmark, Ministry of Foreign Affairs The Embassy of. “Support to Good Governance in Indonesia 2014-2017.” http://um.dk/en/~/media/UM/English-site/Documents/Danida/About-Danida/Danida%20transparency/Documents/Grant%20committee/2014/Ext%20doc%202014/02%20Good%20Governance%20in%20Indonesia.pdf (diakses Mei 30, 2015).
[26] Opcit, Kemenlu 2010.
[27] Ibid.
[28] Ibid.
[30] Ibid.
[31] Government, The Danish. “Growth Strategy Indonesia.” um.dk, 2013: 1-8.
[33] Indonesia, Kementerian Luar Negeri Republik. “Diplomasi Indonesia ; Denmark.” Diplomasi Indonesia 2011, 2012.
[34] Ibid.
[35] Opcit. http://thejakartaglobe.beritasatu.com
[36] Ibid.
[37] Ibid.
[38] http://www.tradingeconomics.com/indonesia/imports-from-denmark diakses pada 25 Mei 2015, pkl. 16.30 WIB.
[39] http://indonesien.um.dk/en/danida-en/menu-2/  diakses pada 29 Mei 2015, pkl. 09.10 WIB.
[40] Opcit, Diplomasi Indonesia 2010.
[41] http://www.tjroeng.com/?p=639 diakses pada 30 Mei 2015. Pkl. 13.10 WIB.
[44] Ibid.
[46] https://stateofgreen.com/en/sectors/energy-efficiency diakses pada 1 Juni 2015, pkl. 08.10 WIB.
[49] Opcit. http://indonesien.um.dk.
[50] Opcit. Growth Strategy Indonesia.
[51] Ibid.
[52] Ibid.
[53] Ibid.
[54] Opcit, Diplomasi Indonesia 2010.
[55] Ibid.
[56] Opcit, Dilpomasi Indonesia 2011.
[57] Ibid.
[58] Ibid.
[59] Opcit. http://indonesien.um.dk

  • Share:

You Might Also Like

1 comments